Tahu Aci Bikin Penasaran

“Ibu pasti kecewa,” ucap Menur sambil jongkok dan bersandar ke dinding belakang gedung sekolah.

Ning ikut jongkok di sampingnya.

“Sudah dua hari seperti ini, Bu Kantin bilang tahu aci buatan ibu jadi beda rasanya,” lanjut Menur.

“Iya, tadi waktu aku beli, rasa acinya keras dan tahunya asam,” kata Ning.

“Padahal saat kubawa tahu aci ini dari rumah, rasanya enak dan gurih,” tukas Menur.

“Aneh,” ucap Ning heran.

“Iya, aneh. Tidak mungkin tahu aci yang semula gurih, tiba-tiba jadi asam,” kata Ning.

“Iya, tidak mungkin.”

Ning menoleh ke arah Menur, “Kamu kok malah ikut-ikutan omonganku sih?”

Menur mengernyitnya keningnya. “Masa?”

“Iya.”

“Terus aku mesti gimana?”

“Begini saja,” ucap Ning, lalu dia diam berpikir.

Menur menatap Ning sehingga Ning jadi risih.

“Kenapa kamu melihatku seperti itu?”

“Aku menunggu kelanjutan ucapanmu,” tukas Menur, “tapi kamu malah diam.”

“Sebentar, aku mau tanya,” lanjut Ning, “kamu bawa tahu aci itu dari rumah langsung ke sekolah?”

“Tidak, aku mampir dulu ke warung Pak Tono untuk titip satu wadah tahu aci.”

“Dari situ langsung ke sekolah?”

“Tidak, aku ke terminal dulu mengantar tahu aci untuk pamanku yang sopir bus di sana.”

Ning berdiri. “Terus kapan ke sekolahnya?”

“Dari terminal, baru aku ke sekolah!” jawab Menur ikut berdiri.

Ning jongkok lagi bersandar ke dinding gedung sekolah.

“Kalau begitu,  aku akan bareng kamu ke sekolah besok.”

“Untuk apa?”

“Aku belum pasti,” ucap Ning, “tapi, kejadian tahu aci ini, bikin aku penasaran!”

Menur ikut jongkok. “Iya, padahal tahu aci buatan ibuku itu dikenal enak di Adiwerna ini!”

“Mudah-mudahan kita bisa menemukan sebabnya besok.”

“Aamiin,” ucap Menur.

Ning senyum, lalu mereka bangkit dan pulang.

***

Besoknya, pagi-pagi sekali, Ning sudah sampai ke rumah Menur. Kemudian, dia mengikuti Menur yang membawa dua wadah tahu aci dan sekantong lagi untuk pamannya di terminal.

Ketika, Menur menitipkan tahu aci di warung milik Pak Tono, Ning tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.

Ketika sampai di terminal, Ning melihat Menur menitipkan wadah tahu aci yang mesti dibawa ke sekolah ke satu kios penjual pulsa. Kemudian, Menur berlari di antara bus yang mangkal untuk menemui pamannya.

Nah, itu dia! Pekik Ning dalam hati, lalu dia bergegas menuju kios pulsa.

“Ning!”

Ning yang sampai di depan kios pulsa, menoleh. Dia melihat Menur bergegas ke arahnya.

“Aku tahu sebabnya tahu aci kamu tidak enak!” seru Ning.

“Oya, bagaimana?” tanya Menur heran.

“Abang itu yang menukar wadah tahu aci milikmu dengan miliknya!” tukas Ning sambil menunjukkan ke Penjual Pulsa.

Menur menoleh ke Penjual pulsa, lalu dia membuka wadah tahu aci di kios pulsa dan mengigit sepotong tahu aci.

“Tahu aci ini tidak enak!” ujar Menur, “Abang sudah menukar tahu aci ini?”

Penjual pulsa panik. “Ti-tidak, itu punya kamu!”

“Bukan,” ucap Ning, “saya tadi melihat Abang menukar wadahnya!”

“Ada apa ini?”

Mendadak terdengar suara lelaki di belakang Ning. Ning dan Menur menoleh.

“Paman!” seru Menur. “Kata Ning, Abang ini menukar tahu aci milikku dengan miliknya yang tidak enak!”

Paman Menur mencoba tahu aci dari wadah, lalu dia melepehnya ke tanah.

“Benar, tahu aci ini tidak enak!” kata Paman Menur. “Kamu menukarnya?”

“Ti-tidak, Pak!” ucap Penjual pulsa.

“Saya melihat sendiri, Paman!” seru Ning.

“Kalau begitu kita urus di pos polisi,” kata Paman Menur.

“Jangan!” kata Penjual Pulsa ketakutan, “saya memang menukarnya, ini tahu aci milik Menur.”

Penjual pulsa mengembalikan wadah tahu aci milik Menur yang disembunyikan.

“Kenapa kamu lakukan itu?” tanya Paman Menur.

“Sebenarnya saya mau ikut jualan tahu aci,” ungkap Penjual Pulsa, “tapi buatan saya tidak enak, jadi….”

“Abang sudah merugikan Ibu saya,” ucap Menur.

“Kamu mesti bertanggung jawab!” tukas Paman Menur.

“Saya akan bertanggung jawab, asal tidak ke polisi.”

Paman menoleh ke Menur. “Bagaimana menurutmu?”

Menur menoleh ke Ning.

“Menurutmu bagaimana?”

Ning menoleh ke Penjual pulsa.

“Kalau Abang mau jualan tahu aci, tidak perlu bikin sendiri,” ucap Ning.

“Terus bagaimana?”

“Abang bisa menjualkan tahu aci buatan ibunya Menur, nanti bisa bagi hasil.”

“Nah, itu betul,” ucap Paman Menur.

“Ibu saya pasti mengizinkan kalau Abang jujur berjualan!”

“Baiklah, nanti saya akan menemui ibumu,” ucap Penjual pulsa, “sekalian minta maaf dan membayar kerugiannya!”

“Alhamdulillah!” ucap Menur.

Ning menghela napas. “Akhirnya, aku tidak penasaran lagi!”

“Ibu pasti senang, tahu aci buatannya masih paling enak di Adiwerna!”

“Bukan cuma di Adiwerna, tapi di kota Tegal!” sambung Ning sambil tertawa.

***

Nusaindah, 010125

Bagikan artikel ini:

Satu pemikiran pada “Tahu Aci Bikin Penasaran”

Tinggalkan komentar