Oleh: Fitri Kurnia Sari
Arimbi mondar mandir di kamarnya. Telunjuk tangan kanannya ditempelkan di kening. Persis seperti orang yang sedang berpikir. Kemudian ia menuju dua kardus yang ada di pojok kamar. Itu adalah buku-buku cerita yang Arimbi beli selama ini. Ada bermacam-macam majalah anak dan buku cerita.
“Ehm… wah, adik kakak lagi sibuk ya?” tanya kak Sarah.
“Eh, Kakak. Masuk kok ga ketok pintu dulu, sih?”
“Eits, Kakak sudah ketok pintu, Arimbi manis. Tapi, Arimbi ga dengar, kan?” ledek kak Sarah sambil memencet hidung Arimbi.
Arimbi tersipu malu. Arimbi memang hanya mempunyai satu saudara kandung, yaitu kak Sarah. Kakaknya yang sekarang kelas dua SMP itu. Usianya selisih empat tahun dengannya.
“Ehm… Kak Sarah. Arimbi sedang bingung nih. Arimbi ingin menyingkirkan buku-buku bekas ini. Tapi Arimbi ga tahu mau disingkirkan ke mana? Kalau ke tempat sampah kan sayang,” keluh Arimbi.
“Hah? Jangan dibuang dong Arimbi. Buku-buku ini kan masih bagus. Bagaimana kalau Arimbi membuka taman bacaan saja? Teman-teman kamu dan anak-anak di sekitar rumah kita bisa ikut membaca!” usul kak Sarah.
Mata Arimbi terbelalak. Ia tersenyum gembira.
“Lalu di mana Arimbi bisa membuka taman bacaan, Kak? Bukankah itu semua butuh biaya? Seperti perpustakaan, kan?” tanya Arimbi ragu.
“Arimbi bisa membuka taman bacaan di rumah. Misal di teras, digelarkan tikar. Nah buku nanti bisa diletakkan berjajar di dinding dan ada yang di lantai. Atau nanti bisa pakai rak buku kakak. Biar nanti diletakkan di ruang tamu, biar Arimbi ga usah repot-repot bawa buku keluar masuk. Nah, bacanya di teras saja, dialasi tikar!”
Arimbi tersenyum. Ia setuju dengan ide kak Sarah. Sebenarnya Arimbi juga ingin agar buku-bukunya bisa bermanfaat buat orang lain. Ia jadi teringat dengan Joko dan Tiwi. Mereka adalah teman main Arimbi yang hidup dalam kekurangan. Bapak mereka sudah meninggal, sedangkan ibu mereka bekerja sebagai tukang cuci. Untuk sekolah dan hidup sehari-hari saja hanya pas-pasan. Mereka pasti senang jika bisa ikut membaca di taman bacaan milik Arimbi.
Malam harinya, Arimbi mengutarakan niatnya pada ibu dan bapak untuk membuat taman bacaan. Saat itu Ibu sedang membaca koran di ruang tengah.
“Bu. Bolehkah Arimbi membuat taman bacaan di rumah?”
“O ya? Arimbi ingin membuat taman bacaan? Kenapa?”
“Begini Bu. Buku-buku cerita Arimbi sudah banyak. Arimbi ingin agar teman-teman Arimbi juga bisa membacanya. Daripada buku-buku itu hanya Arimbi simpan dan memenuhi kamar,” jelas Arimbi.
Ibu tersenyum. Dipeluknya Arimbi.
“Wah, itu niat yang bagus. Tentu saja boleh, Arimbi. Tapi Arimbi harus bisa mengatur taman bacaan Arimbi nanti dan jangan lupa tetap belajar ya!”
Arimbi meringis sekaligus girang.
“Taman bacaan Arimbi nanti akan buka setiap sore saja dan hari libur, Bu. Arimbi bisa menunggu sambil belajar dan juga mengerjakan PR.”
“Wah, ide kamu bagus itu!” puji Ibu.
***
Keesokan harinya, di sekolah, Arimbi meminta kepada teman-temannya yang mempunyai buku-buku bekas yang tidak terpakai untuk menyerahkan padanya. Arimbi juga bercerita bahwa ia akan membuat taman bacaan mini di rumah.
“Aku mendukungmu, Arimbi. Aku akan mengumpulkan dulu buku-buku bekasku. Besok hari Minggu, aku akan mengantarkannya ke rumahmu,” kata Tini antusias.
“Aku juga, Arimbi. Aku akan membantumu menata buku,” sahut Eka.
Semua teman-teman Arimbi mendukung niatnya. Arimbi senang sekali.
“Arimbi bisa memakai ruangan bekas warung Ibu di samping rumah. Bagaimana?” tanya Ibu.
“Tentu saja, Bu. Nanti Arimbi akan membersihkan ruangan itu,” Arimbi bersorak gembira.
Dua minggu kemudian, taman bacaan mini milik Arimbi sudah selesai ditata. Bapak menyumbang dua buah rak buku baru. Bapak bangga dengan keinginan Arimbi tersebut. Rak-rak buku diletakkan di sudut ruangan. Dua buah tikar bermotif tokoh kartun Dora Emon dan Masha diletakkan di tengah ruangan.
Teman-teman Arimbi baik dari sekolah ataupun lingkungan rumah juga datang. Mereka ingin membaca buku-buku di taman bacaan Arimbi. Ternyata, banyak juga teman-teman yang ingin membaca namun tidak mempunyai biaya untuk membeli buku. Taman bacaan Arimbi sangat membantu mereka. Teman sekolah Arimbi juga semakin banyak yang menyumbangkan buku.
“Makasih ya Kak Sarah. Ini semua berkat Kakak,” kata Arimbi.
“Arimbi kok yang semangat membuat taman bacaan. Hobi membaca kamu bisa diikuti teman-teman lain. Kak Sarah hanya memberi saran. Arimbi keren!” puji Kak Sarah.
Arimbi tersenyum malu. Ia memang hobi membaca. Wawasan Arimbi juga jadi bertambah. Arimbi ingat kata bu guru Arini, bahwa buku itu adalah jendela dunia. Arimbi merasakannya. Ia paham sekarang, kalau jendela dunia berarti ia bisa mengerti berbagai informasi dari negara manapun lewat membaca. Bahkan, Tomi tetangganya yang hobi main game online, sekarang juga ikut rajin membaca. Ternyata membaca tidak kalah serunya dengan game online. Arimbi senang bisa membantu orang lain untuk membaca buku.
Keterangan:
Naskah ini telah terbit di koran Solopos edisi Minggu, 3 september 2017