“Jason, come on, Dear!” panggil seorang wanita berambut hitam sebahu.
Jason yang tengah asyik memfoto keramaian menoleh dan menyahut, “Oke, Mama.”
Anak laki-laki usia 12 tahun itu, ketika melihat kedua orang tuanya masuk ke taman, ia pun mengikuti sambil sesekali masih menjepretkan kameranya pada pemandangan yang dianggapnya menarik.
Jason dan kedua orang tuanya menuju tenda yang sudah disediakan oleh panitia acara. Mereka diarahkan agar duduk di bangku tamu paling depan. Ayah Jason merupakan tamu kehormatan, utusan dari Duta Besar Australia untuk Indonesia.
Baru beberapa menit Jason duduk, ia sudah merasa bosan. Jason meminta izin pada mamanya untuk berkeliling di sekitaran taman. Ia ingin berkeliling untuk mengabadikan momen istimewa yang baru dihadirinya pertama kali ini.
Mama Jason mengizinkan dan berpesan untuk tidak jauh-jauh dari tenda tempat mereka duduk. Ia dengan cepat mengangguk.
Jason bangkit menuju panggung besar nan megah yang terpasang tepat di depan tenda. Panggung megah itu terlihat semakin indah dengan hiasan aneka bunga berwarna-warni. Ditambah lagi dengan aneka macam buah-buahan yang disusun rapi di antara bunga menambah keindahan panggung.
Jason menjepretkan kameranya berulang kali. Dia tampak begitu puas dengan hasil jepretannya.
“Very beautiful.”
Jason berjalan ke sisi kanan panggung. Tangannya dengan terampil memfoto stan yang berisi aneka buah-buahan. Setelah puas memfoto stan buah-buahan dia beralih ke stan lain yang di dalamnya berisi aneka sayuran segar. Stan aneka bunga berwarna-warni juga tidak luput dari jepretan kameranya.
Jason terlalu asyik memfoto hingga tanpa sadar ia berjalan mundur, dan….
“Aduh!”
Jason berbalik, ternyata ia menabrak seorang anak laki-laki sebayanya hingga jatuh terduduk.
“Oh, sorry…sorry,” ucap Jason seraya mengulurkan tangan.
Anak laki-laki itu menerima uluran tangan Jason untuk berdiri.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Jason khawatir.
Anak laki-laki itu membelalakkan mata mendengar anak bule di depannya berbicara bahasa Indonesia.
“Aku baik-baik saja” jawab anak laki-laki itu seraya membersihkan bagian belakang tubuhnya dari debu. Karena penasaran, iia pun bertanya, “Kamu bisa bahasa Indonesia?”
Jason tersenyum dan mengangguk.
“Tentu, karena aku tinggal di Indonesia sekarang,” jawab Jason.
“O, begitu. Kenalkan namaku, Ulinta. Kamu?”
“Salam sitandaan, Ulinta. Gelarku Jason.”
“Wah, Jason, Kamu juga bisa berbahasa Karo?” tanya Ulinta takjub.
“Ayahku memang berasal dari Australia, tapi mamaku orang Indonesia. Tanah Karo adalah kampung halamannya. Bulangku asli suku Karo. Tapi sudah lama tiada. Sejak aku masih kecil. So, aku bisa bahasa Indonesia sedikit, dan bahasa Karo juga sedikit.”
“Kamu hebat, Jason. Bisa multi bahasa. Inggris, Indonesia, dan Karo juga,” puji Ulinta seraya mengacungkan dua jempol.
Jason hanya tersenyum mendengar pujian Ulinta. Lalu perhatiannya beralih pada kain yang dipakai Ulinta.
“Ulinta kain apa yang kamu pakai itu?”
“Oh, Ini sarung beka buluh khas Karo, Jason. Motif khasnya perpaduan antara warna merah dengan benang emas. Biasa kami pakai untuk upacara kematian, pernikahan, dan acara penting lainnya.”
“Dan apa itu? Wrapped around your head?”
Ulinta terdiam, mencoba mencerna arti dari ucapan teman barunya. Melihat Ulinta terdiam, Jason maju dan menunjuk kain yang terikat di kepala Ulinta.
“Oh, kalau ini ikat takal namanya. Ikat kepala yang aku buat dari potongan kain beka buluh yang sudah tidak dipakai. Aku masih punya satu dalam tas. Kamu mau?”
“Benarkah? Tentu saja aku mau. Itu sangat keren. I like it.”
Ulinta menyerahkan selembar ikat kepala yang mirip dengan ikat kepala yang dipakainya pada Jason. “Anggap saja ini ikat kepala lambang pertemanan. Dari dulu aku berharap bisa berteman dengan orang asing, bule seperti kamu.”
Jason tertawa mendengar ucapan teman barunya. “Oke, aku terima ikat takalndu enda. Jadi sekarang kita berteman, ya.”
Jason mengulurkan tangan dan disambut Ulinta dengan semangat.
Ulinta mengajak Jason mengelilingi Taman Mejuah-Juah tempat pesta bunga dan buah diadakan. Jason dengan semangat mengiyakan ajakan Ulinta. Namun, baru beberapa langkah mereka berjalan, Jason teringat janji pada mamanya. Dia mengajak Ulinta untuk menemui kedua orang tuanya terlebih dulu untuk meminta izin. Ulinta terdiam sejenak. Dia malu jika harus bertemu dengan orang baru, tetapi Jason meyakinkan bahwa ibunya sangat baik dan ramah. Akhirnya Ulinta mengiyakan ajakan teman barunya.
“Ma, this is my new friend,” ucap Jason di depan mamanya.
“Oh, iya? Ise gelarndu?”
“Gelarku Ulinta, mama Jason.”
“Oh, Ulinta mejuah-mejuah.”
“Mejuah-juah mama Jason.”
Jason meminta izin pada mamanya untuk ikut Ulinta berkeliling di sekitaran taman. Mama Jason memberi izin dan berpesan agar mereka berkeliling di dalam saja. Jason dengan cepat mengangguk.
***
“Ulinta, pesta bunga dan buah memang selalu meriah seperti inikah?” tanya Jason seraya mengarahkan kameranya pada para pengunjung yang ada di taman.
“Benar sekali. Pesta bunga dan buah yang diadakan setiap tahun ini selalu meriah. Pengunjung yang datang tidak hanya masyarakat Berastagi saja, tetapi wisatawan dari luar daerah dan luar negeri juga.”
“Oh, I see. Pantas saja ramai sekali.”
“Apa kamu baru kali ini datang ke pesta ini?” tanya Ulinta penasaran.
Jason mengangguk. “Iya. Selama ini aku hanya dengar cerita dari Mama saja. Sejak itu aku tertarik untuk datang langsung ke acara ini.”
“O, begitu.”
“Kata my mama, pesta ini dibuat untuk menunjukkan rasa syukur pada Tuhan. apakah itu benar?”
Ulinta mengangguk. “Tepat sekali. Bersyukur karena Tuhan sudah menjadikan tanah Karo menjadi tanah yang subur. Tanah yang bisa menghasilkan aneka bunga, buah, dan sayur-sayuran.”
***
Jason dan Ulinta begitu asyik berkeliling. Ketika mereka berhenti sejenak di bawah pohon rindang, mereka lihat ramai orang mengantri. Jason dan Ulinta mendekat. Ternyata orang-orang tengah mengantri untuk mendapat buah, sayur, dan bunga gratis. Jason yang penasaran mengajak Ulinta untuk ikut mengantri. Namun Ulinta menolak.
“Dari pada lelah mengantri lebih baik kita ke depan taman sana, Jason.”
“Memangnya ada apa di depan sana?”
“Ayo, ikut. Kamu akan segera tahu.”
Meskipun penasaran, Jason tetap mengikuti Ulinta. Begitu tiba di gerbang depan taman mata Jason terbelalak. Dia berdecak kagum.
“This is so beautiful. Dari mana datangnya mobil-mobil yang penuh buah dan bunga-bunga ini, Ulinta?”
Ulinta tersenyum dan menjawab, “Inilah bagian paling menarik di acara pesta buah dan bunga di tanah Karo ini, Jason. Parade mobil yang dihias aneka bunga, buah, dan sayur-sayuran yang dihasilkan dari kebun masyarakat Karo Berastagi.”
“Kamu benar. Ini sangat menarik. Aku beruntung bisa hadir di pesta bunga dan buah tahun ini.”
“Semoga tahun depan kita bisa bertemu lagi di sini, ya, Jason.”
“Amin semoga saja.”
*** Tamat***
Medan, 30 April 2024
Catatan Kaki :
Come on, Dear = Ayo, Sayang.
Very beautiful= Sangat indah
Wrapped around your head : Yang melingkar di kepalamu?
I like it = Aku suka itu
ikat takalndu enda = Ikat kepala ini
this is my new friend = Ini teman baruku
Ise gelarndu? = Siapa namamu?
Gelarku = namaku
mejuah-mejuah = Salam kenal
Oh, I see = Oh, begitu
This is so beautiful : Ini begitu indah
Kain beka buluh = Kain tenun khas tanah Karo yang digunakan oleh pria dengan warna dasar merah dengan list benang emas.
“Cerpen ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak Paberland 2024”