Oleh : Yenni Saputri
Setelah enam tahun bekerja dan belajar membuat roti di toko Pak Tom, kini saatnya Tina kembali ke desanya. Tina ingin mewujudkan mimpi membuka toko roti sendiri di desa kelahirannya. Sebagai hadiah perpisahan, Tina menyiapkan sesuatu yang istimewa untuk Pak Tom.
“Hah? Kau membuatkan sup bawang untuk hadiah perpisahan Pak Tom?” tanya Bobby heran.
Sama seperti Tina, Bobby adalah karyawan sekaligus murid Pak Tom di toko rotinya. Bobby juga akan berhenti bekerja di toko roti Pak Tom. Ia ingin melamar untuk menjadi tukang roti di istana.
“Memangnya kenapa, Bobby? Ini adalah sup spesial dengan resep dari ibuku,” jawab Tina.
“Walau bagaimanapun, sup bawang tetap saja sup bawang. Kenapa kau tidak membelikan Pak Tom barang spesial yang dapat dikenang selamanya? Aku saja membelikannya celemek dari kulit berkualitas terbaik,” jelas Bobby panjang lebar.
Ucapan Bobby membuat Tina gusar. Bobby mungkin benar. Dilihat sekilas, sup bawang buatannya tidak ada bedanya dengan sup bawang lain. Bahkan, mungkin lebih sederhana sebab ia tak menggunakan daging ataupun bahan yang mewah.
Sup bawang buatan Tina adalah resep turun-temurun di keluarganya. Dan bagi Tina, itu adalah sup bawang terenak sedunia meski dibuat dari bahan yang sederhana. Ia ingin membagikan pengalaman menikmati sup itu dengan Pak Tom.
Malamnya, Pak Tom mengadakan makan malam khusus untuk merayakan perpisahan para karyawan sekaligus muridnya. Meski sedih karena harus berpisah, mereka semua senang karena belajar banyak hal di toko roti Pak Tom. Tak cuma soal membuat roti, tetapi juga bekerja dengan profesional dan melayani pelanggan sepenuh hati.
Tibalah saatnya para karyawan yang pergi memberikan hadiah untuk Pak Tom. Bobby memberikan celemek kulit yang dibungkus dengan kotak tebal yang mewah.
“Wah, bagus sekali, Bobby. Ini pasti sangat mahal,” kata Pak Tom dengan mata berbinar.
“Harganya tidak sebanding dengan ilmu yang sudah Bapak berikan kepada saya, Pak,” jawab Bobby.
“Terima kasih, ya. Kau harus bekerja dengan giat jika diterima sebagai tukang roti di istana. Lakukan pekerjaanmu sepenuh hati agar hasilnya …,” pesan Pak Tom pada Bobby.
“Bisa menyentuh hati orang yang menerimanya,” lanjut para karyawan Pak Tom. Mereka lalu tertawa bersama-sama.
Kalimat itu adalah motto yang dipegang dan diajarkan oleh Pak Tom kepada para karyawan dan muridnya. Pak Tom terlihat bangga. Apa yang ia ajarkan rupanya dipahami betul oleh para muridnya.
Thera, karyawan Pak Tom yang lain, memberikan sebuah lukisan Pak Tom dikelilingi berbagai jenis roti buatannya.
“Wah, aku terlihat sangat gagah dalam lukisan ini. Aku akan memajangnya di toko. Terima kasih banyak, Thera,” ujar Pak Tom senang.
Giliran Tina memberikan hadiahnya. Tina maju dengan ragu-ragu sambil membawa mangkuk berpenutup. Di samping mangkuk itu, ada beberapa potong roti yang sudah dipanggang dan dioles mentega hingga kekuningan.
“Pak Tom. Maaf. Hadiah saya mungkin tidak sekeren hadiah lain. Ini adalah sup bawang dengan resep dari ibu saya. Buat saya, sup ini sangat istimewa karena sup ini mengingatkan saya pada keluarga saya di desa. Saat pertama kali memakan roti buatan Bapak, saya langsung teringat pada sup ini. Saya membayangkan betapa lezat dan hangatnya memakan sup ini bersama roti buatan Bapak yang enak itu,” kata Tina sambil menyerahkan sup buatannya.
Pak Tom tersenyum dengan tulus. Ia lalu membuka penutup mangkuk. Aroma gurih segera tercium. Tanpa ragu, Pak Tom menyendok sup yang masih hangat itu. Namun, ekspresi wajah Pak Tom seketika berubah setelah menyuapkannya ke dalam mulut. Mata Pak Tom membelalak, lalu tak lama berubah berkaca-kaca.
“Pak Tom, apakah sup buatan saya tidak enak?” tanya Tina cemas.
“Ini …,” Pak Tom tak menyelesaikan kalimatnya dan kembali menyuapkan sup ke dalam mulut. Lagi, dan lagi. Pak Tom menghabiskan sup itu sampai bersih.
Tina senang sekaligus heran melihat Pak Tom begitu menikmati sup buatannya.
“Sup ini mengingatkanku pada sup buatan ibuku saat aku masih kecil, Tina. Waktu itu keluargaku sangat miskin dan hanya bisa membuat sup dari bawang yang hampir membusuk. Namun, ibuku begitu pintar memasaknya hingga sup itu terasa lezat. Terima kasih, Tina. Sup ini sangat istimewa juga bagiku,” kata Pak Tom dengan mata berkaca-kaca.
“Saya senang Bapak menyukainya, Pak.”
Sekarang, giliran Tina yang matanya berkaca-kaca. Tina benar-benar tak menyangka, sup sederhana buatannya rupanya memiliki tempat istimewa di hati Pak Tom. Mungkin ini pula yang dimaksud oleh Pak Tom dengan mottonya. Apa saja yang dikerjakan dengan sepenuh hati akan menyentuh hati orang yang menerimanya.
Nice …
baca ini sambil ingat Pak Tom —-Lemb*ng