Udara sore ini sejuk sekali. Setelah mandi, Gugi merasa segar. Ia mematut diri di depan kaca sambil membawa piring-piring Mama. Gugi mencoba memutar piring di depan kaca, ke depan, ke belakang. Hap, ajaib, piringnya tidak jatuh. Gugi tersenyum, ia berdoa dalam hatinya, di depan kaca, doa rahasia yang hanya diketahui Gugi.
Tiba-tiba Gugi Sigung memegang kepalanya, ia lupa harus berangkat ke sekolah sore ini. Bu Guru Yaya Ayam akan mengumumkan hal yang sangat penting. Rencananya, Raja Hutan akan berkunjung ke sekolah Gugi bulan depan. Kelas Gugi akan menampilkan tari piring.
Bu Yaya sudah menyeleksi tiga puluh hewan di kelas Gugi, ia hanya akan memilih lima hewan untuk membawakan tari piring.
Kira-kira, siapa saja ya yang akan dipilih oleh Bu Yaya?
Teman-teman Gugi sudah berkumpul di kelas. Bu Yaya berdiri sambil memegang kertas berisi nama- nama terpilih.
Bu Yaya berdehem.
Semua murid menunggu dengan nafas tertahan. Bu Yaya berpidato singkat, menjelaskan tentang bagaimana kita semua, hewan-hewan berbeda jenis namun persatuanlah yang utama. Tari piring akan dibawakan oleh hewan-hewan yang berbeda namun mereka harus tetap kompak dalam menari.
Setelah itu, Bu Yaya langsung mengumumkan nama yang kami tunggu-tunggu. “Bagi yang namanya dipanggil, segera maju kedepan ya. Pertama, Beruang Sulawesi, Kiki Kuskus, Dodo Dingiso Papua. Kemudian, Terry Trenggiling Sunda,”
Gugi menutup matanya, rasanya hampir mustahil dirinya akan ditunjuk untuk bergabung. Kiki, Dodo dan Terry adalah hewan-hewan yang teramat pandai menari.
“Selanjutnya, Gugi Sigung dari Solok, Sumatera dan Aang Kukang dari pulau Jawa,” kata Bu Yaya sambil menutup kertas pengumumannya.
Gugi membuka matanya, sontak ia melompat karena doanya terkabul. Ia maju ke depan kelas dan menyalami Bu Yaya Ayam. Gugi berjanji akan berlatih sebaik mungkin untuk membawakan tari piring yang indah.
Ternyata membawakan tari piring tak sesulit yang Gugi bayangkan, ia berlatih dengan tekun setiap hari bersama teman-temannya. Namun hari ini, Gugi melihat sesuatu yang aneh. Sepintas ada bayangan di balik pohon, bayangan tersebut berpindah-pindah. Gugi merasa takut, hingga akhirnya, di akhir latihan, ia tak tahan lagi.
“Baaaaau sekali..” Aang Kukang Jawa berteriak kencang
“Iya, bau busuk,” kata Kiki Kuskus sembari menutup wajahnya.
Dodo Dingiso menoleh ke arah Gugi dengan tatapan marah, “Kamu kenapa kentut saat latihan, tidak sopan tahu!”
Belum sempat Gugi menjelaskan, Terry Trenggiling pun ikut marah padanya, “Bau kentutmu tidak hilang-hilang nih, ayo kita pulang saja!”
Teman-teman Gugi meninggalkannya. Gugi terdiam dan bersandar di bawah pohon, ia bingung harus bagaimana. Saat merasa takut atau terancam bahaya, Gugi memang akan mengeluarkan cairan bau sebagai bentuk pertahanan diri. Ia terlalu takut dengan bayangan-bayangan dibelakang pohon.
Gugi pulang dengan wajah sedih. Sepertinya ia akan berhenti latihan saja, teman-teman tak menyukainya.
Mama menatap Gugi dengan heran, sepertinya tadi saat berangkat latihan, wajah Gugi cerah ceria.
“Ada apa Gugi?” tanya Mama saat Gugi hendak masuk ke kamarnya.
“Sepertinya teman-teman tidak menyukaiku Ma,”
Mama mengajak Gugi duduk di kamarnya. Gugi menceritakan peristiwa yang dialaminya dan bagaimana respon teman-temannya. “Mungkin, mereka tidak menyukaiku lagi Ma,”
“Gugi, mereka hanya belum faham dengan apa yang terjadi,” Mama menasihati Gugi.
“Tapi aku jadi tidak semangat latihan lagi,”
“Kenapa?” tanya Mama.
“Aku malu dengan teman-temanku Ma,”
Mama tersenyum dan memberi penjelasan pada Gugi, cairan berbau busuk yang keluar dari tubuh Gugi adalah pemberian Tuhan. Cairan busuk itu adalah anugrah Tuhan pada para sigung agar dapat mempertahankan diri dari musuh, atau saat sigung merasa takut. Tuhan Maha Adil, hewan-hewan lain juga diberikan alat perlindungan diri, bentuknya bermacam-macam
Gugi , “Mungkin nanti akan aku coba untuk latihan lagi Ma,”
Mama tersenyum dan menepuk punggung Gugi. Mama percaya Gugi memahami penjelasannya, sekalipun Gugi tetap butuh waktu untuk meredakan emosinya.
Namun hari berganti hari, sudah hampir seminggu Gugi berhenti latihan tari. Tampaknya, Gugi masih merasa malu dengan teman-temannya. Akhirnya, Bu Yaya Ayam mengunjungi rumah Gugi sore ini.
“Semua merindukanmu Gugi,” kata Bu Yaya.
“Aku merasa malu dengan teman-teman karena peristiwa kemarin Bu,” ujar Gugi sambil menunduk.
“Bu Guru sudah menjelaskan pada teman-teman, Gugi pasti punya alasan kenapa tubuhnya mengeluarkan cairan itu disaat latihan,”
Gugi mengangguk, ia bercerita tentang bayangan di belakang pohon, rasa takutnya, hingga akhirnya ia tak bisa menahan diri.
“Jika memang itu masalahnya, bayangan yang Gugi lihat mungkin hanya daun-daun di pohon yang bergerak-gerak,” kata Bu Yaya Ayam sembari tersenyum. “Besok, bagaimana jika kau pergi latihan lagi nak?”
“Baik bu,” kata Gugi sembari tersenyum, ia lega karena sudah menjelaskan perasaannya pada Bu Yaya.
Keeseokan harinya, Gugi berangkat latihan tari dengan penuh rasa cemas. Ternyata, keadaannya tak seburuk yang dibayangkan Gugi. Teman-teman menyambutnya dengan ramah, meminta maaf atas kejadian kemarin dan mereka berlatih bersama-sama lagi. Ah, sungguh sore yang menyenangkan.
“Krskkk….krsskkk…”
Suara-suara berisik makin mendekat.
Awalnya, mereka tetap mecoba berlatih dengan fokus. Namun, suara-suara itu bertambah keras dan sangat mengganggu..
“Aaaarghhhhhhh,”
“Ada apa Dodo?” tanya Terry yang langsung menghentikan gerakan tarinya.
Rupanya Dodo terpeleset kulit pisang.
Kiki mendongak ke atas pohon, tampak Momo Monyet dan teman-temannya sedang menertawakan mereka. Momo tampak senang melihat Dodo merintih kesakitan.
“Jangan ganggu latihan kami,” kata Aang.
“Lihat, kau sudah membuat kaki Dodo sakit,” tambah Kiki kesal.
“Kalau berani turun kesini monyet nakal!” tantang Gugi.
Momo melotot marah mendengar seruan Gugi, ia dan teman-temannya bergegas turun dari pohon. Ia marah dan tidak terima dirinya disebut monyet nakal.
Saat mereka mendekat, Gugi membalik badannya dan menyempotkan cairan busuk pada Momo dan kawan-kawannya.
Momo berteriak kencang, “Aaaaa, huek huek,”
Pisang yang mereka makan berceceran, Momo dan teman-temannya tampak linglung karena bau busuk cairan Gugi. Dengan sisa tenaga, Momo dan teman-temannya pergi meninggalkan tempat latihan tari.
Kini mereka berlima tertawa, ternyata cairan busuk Gugi banyak manfaatnya.
“Terima kasih Gugi,” ucap Dodo.
“Sekali lagi, maafkan kami atas peristiwa kemarin, kini kamu menyelamatkan kami,” tambah Kiki
“Pertahanan diri setiap hewan memang berbeda, seperti sigung dengan cairan busuknya, aku dengan kulit kerasku,” kata Terry Trenggiling.
Gugi tersenyum “Itulah gunanya teman, kita harus saling melindungi bukan?”
Mereka saling memeluk satu sama lain. Indahnya perbedaan dan keberagaman yang diciptakan Tuhan. Berbeda itu wajar, persatuanlah yang harus kita tekankan.
Kini, Gugi dan teman-temannya kembali meneruskan latihan tari piring dengan semangat.