Akhirnya Cimut Tahu

Oleh : Nur Aini

               Cimut adalah seekor kucing kampung yang lucu. Bulunya hitam dan bermata abu-abu. Ia tinggal bersama ibunya di sebuah gudang milik Tuan Dore. Jarak gudang dengan rumah sekitar 50 langkah dan saling berhadapan. Gudang yang terbuat dari papan itu merupakan tempat menyimpan barang yang tidak digunakan lagi. Ada sofa, mesin jahit, dan sepeda. Setiap hari Tuan Dore selalu memberi mereka makan, sehingga Cimut dan ibunya tak pernah kelaparan.

Cimut  dan ibunya selalu bermain dan becanda bersama.

“Ibuu, kejar aku,” ajak Cimut sambil berlari.

“Dasar anak nakal. Awas kalau dapat, takkan ibu lepaskan lagi,” balas ibunya sambil mengejar Cimut.

Hap! Cimut tertangkap. Ibunya langsung menggigit-gigit leher Cimut dengan gemas.

“Au-au, geli Bu.” Cimut kegelian. Walau geli tapi Cimut tak ingin menjauh, malah makin semangat mengajak ibunya bercanda.

***

Beberapa hari ini, Cimut melihat perut ibunya membesar. Jalan ibunya pun sudah payah. Tidur pun sudah tidak sebebas dulu lagi. Cimut sudah tidak leluasa mengajaknya bermain.

“Ibuu, kejar aku.” Cimut memancing ibunya untuk bermain. Tapi si ibu hanya menoleh lalu merebahkan badan.

Sebulan kemudian, Cimut melihat ibunya melahirkan. Ibunya terlihat sangat kesusahan. Tapi Cimut tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa menit kemudian Cimut sudah melihat ibunya menjilati tiga adiknya yang baru lahir.

Sejak punya bayi, ibu asyik dengan adik-adik Cimut. Waktu bersamanya pun sudah berkurang. Ketika adik-adiknya tidur, ibunya istirahat. Cimut merasa ibunya tidak mau bermain dengannya lagi.

***

Malam ini hujan turun dengan derasnya. Angin kencang membuat air hujan masuk melalui jendela gudang yang selalu terbuka. Cimut kedinginan. Ia mendekati ibu dan adik-adiknya. Ibu memberi tempat untuk Cimut. Sesekali ia menjilat kepala Cimut. Mendapat sentuhan lembut, Cimut pun tertidur.

Paginya, Tuan Dore datang membawa makanan. Mata Cimut langsung berbinar. Perutnya memang sudah lapar. Eh, tapi Cimut baru sadar ibu dan adik-adiknya tidak ada lagi di sampingnya. Ia memberitahu Tuan Dore kalau ibunya hilang. Tapi Tuan Dore tak acuh.

Selesai makan, Cimut pun mencari ibunya.

“Ibu…ibu…,” panggil Cimut sambil mengitari gudang. Tapi tak ada sahutan sama sekali. Cimut sudah lelah mencari. Ia kembali ke gudang. Ia tidur dengan perasaan sedih. Kenapa ibu pergi meninggalkan aku sendiri? Apakah ibu sudah tidak sayang aku lagi? Berbagai pertanyaan muncul di pikiran Cimut.

Berhari-hari Cimut hidup sendiri. Ia selalu tidur di pintu gudang agar bisa melihat langsung jika ibunya datang. Namun berhari-hari ditunggu, ibunya tak kunjung tiba.

Cimut kini lebih sering tiduran. Untuk berlari pun ia sudah malas. Ia benar-benar kesepian. Hanya makanan dari Tuan Dore yang membuat ia tetap bertenaga. Tapi Cimut heran, Tuan Dore tidak panik. Jangankan mencari kucingnya, kehilangan pun tidak. Tuan Dore memang aneh, gumam Cimut kesal.

Sore hari, saat Cimut merapikan kukunya di dinding gudang, ia melihat ibunya pulang. Ingin ia memanggil ibunya, tapi mulutnya seperti terkunci. Hatinya saja yang bersorak kegirangan.

Ibunya tidak sendiri. Ada adik Cimut yang mengeong sedari tadi. Ibunya lalu meletakkan anaknya tepat di samping Cimut.

“Tolong jaga adikmu sebentar!” perintah ibunya. Sebenarnya Cimut ingin bertanya, tapi ibunya keburu pergi. Beberapa menit kemudian, ibunya membawa adiknya yang lain. Setelah meletakkan dekat Cimut, ibunya pun pergi lagi.

Adik-adik Cimut mulai merangkak pelan. Mereka menyapa Cimut dengan suara yang kecil sekali. Cimut sampai gemas melihatnya. Ia sudah tak sabar ingin mengajak adik-adiknya bermain. Tak lama ibunya membawa satu adiknya lagi.

“Ibu dari mana?’ Akhirnya Cimut memberanikan diri untuk bertanya.

Ibunya menjilat-jilat kepala Cimut. Rindu Cimut pun terobati seketika.

“Dulu kalian empat bersaudara. Ibu melahirkan di gudang ini juga. Tapi satu persatu saudaramu mati. Ada yang sakit dan ada yang diculik hewan lain. Ibu tidak berdaya melawan. Saat tinggal kamu sendiri, ibu segera mengungsikan diri. Di tempat itulah ibu dan adik-adikmu sembunyi,” jelas ibunya.

“Kenapa ibu tidak ajak aku? Ibu tidak cemas aku sendiri?” tanya Cimut.

“Ibu yakin kamu baik-baik saja. Karena kamu anak yang kuat!”

Cimut terdiam. Ternyata ibu menyayangiku, gumam Cimut. Ia kini tahu kenapa ibunya pergi. Ia kagum dengan perjuangan ibu dalam membesarkan dirinya. Ia juga membayangkan saudara-saudaranya yang telah ‘pergi’. Andai mereka ada, tentu aku tidak kesepian, pikir Cimut sedih.

“Sekarang ibu tidak akan pergi lagi, kan?” tanya Cimut.

“Tentu tidak! Jika kamu mau menjaga adik-adikmu,” jawab ibunya.

Horee…, hati Cimut bersorak.

“Siap, Bu!” jawabnya tegas. Kini ia tidak sedih lagi. Ia berjanji akan membantu ibu menjaga adik-adiknya.***

Keterangan : Antologi tahun 2024  (Sip Publishing)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar