ANAK ANAK PIJIOMBO (Part 31)

PENGHARGAAN DARI KOMANDAN POLISI

Selepas Isya’.

Panjul, Jilan, dan Ega berdiri berjajar di depan Loji sambil menatap kampung kecilnya yang hari ini tampil beda. Sepanjang jalan mulai dari gapura Pijiombo hingga depan Loji semarak dengan aneka hiasan penjor dan umbul-umbul yang berwarna-warni. Di depan tiap rumah petak juga dipasangi bendera merah putih yang tampak berkibar gagah meskipun hanya bertiang bambu. Jalan yang biasanya hanya berpenerangan seadanya itu, malam ini juga berhias lampion beraneka bentuk dan warna. Hal itu membuat meereka bangga.

Demikian pula Adib yang berdiri tak jauh dari mereka bertiga. Meskipun ia bukan warga Pijiombo, tapi ia juga merasakan kebanggaan yang sama besarnya. Mata bulatnya serasa tak mau berkedip menyaksikan keindahan desa Pijiombo yang hari ini bersolek mempercantik suasana. Lebih bangga lagi karena sekarang ia sudah menjadi bagian dari anak-anak hebat yang dinobatkan sebagai Pahlawan Kecil oleh masyarakat setempat.

Adib tak henti-hentinya tersenyum sambil sedikit membusungkan dada. Sungguh ia tak pernah menyangka jika dirinya kini mendapat sebutan anak hebat yang bermula dari kegemarannya bermain adu sambit layang-layang.

Sementara itu di halaman Loji, kesibukan warga tampak tak kalah serunya. Beberapa warga dari Pijiombo dan Genjong saling bahu membahu mempersiapkan seperangkat gamelan seni Kuda Lumping yang hendak dipentaskan. Dengan penuh kegembiraan mereka segera memainkan irama khas Kuda Lumping secara bersemangat.

Demikian pula warga perempuan. Mereka tak kalah sibuknya untuk mempersiapkan aneka kue dan minuman pada tempat-tempat yang telah disediakan. Ada pula yang sibuk mempersiapkan masakan gulai kambing sebagai wujud rasa syukur seorang warga yang dermawan.

“Adib, ngapain kamu berdiri sendirian di situ, sini gabung sama kita!” teriak Panjul disertai lambaian tangannya.

“Oke,” sahut Adib mengacungkan jempol tangannya.

Sambil mengumbar senyum Adib pun bergegas melangkah menghampiri ketiga temannya dengan raut wajah ceria.

“Nah kalau kita bersama-sama begini kan lebih enak dilihatnya,” kata Jilan saat Adib sudah tiba di hadapan mereka.

Adib mengangguk dengan senyum sumringah.

“Teman-teman menurut kalian hadiah apa ya yang akan diberikan oleh Bapak Komandan Polisi untuk kita nanti?” tanya Ega sesaat kemudian.

“Menurutku tidaklah penting apa bentuk hadiah yang akan kita terima,” sahut Panjul.

“Terus yang penting apa?” Kali ini Jilan ganti bertanya.

“Menurutku yang terpenting adalah kebahagiaan yang sekarang dirasakan oleh warga yang ternaknya sudah kembali, terutama orang tua kita tentu saja,” jawab Adib sambil garuk-garuk kepala.

“Ya, aku setuju dengan pendapatmu, Dib,” sahut Panjul sambil menepuk pundak Adib.

“Itu benar, karena dalam melakukan sesuatu kita harus ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Kalau toh pada akhirnya kita dapatkan sesuatu karena perbuatan kita, anggaplah semua itu sebagai bonus dari Tuhan,” kata-kata Jilan terdengar bijaksana.

Mereka mengangguk sambil tersenyum bersama-sama. Selanjutnya mereka ngobrol dan bercanda ngalor-ngidul tentang berbagai hal. Sesekali mereka tertawa bersama ketika ada hal menggelikan yang diceritakan salah seorang dari mereka. Sesekali pula mereka harus berhenti bergurau untuk sejenak karena harus menyalami warga yang menghampiri mereka untuk mengucapkan selamat dan terima kasih yang tak terkira. Kiranya keberhasilan mereka membongkar komplotan pencuri ternak membuat warga begitu mengagumi mereka.

Hingga tanpa terasa acara syukuran itupun hendak dimulai karena hampir semua warga sudah hadir di halaman Loji. Bapak Komandan Polisi serta beberapa orang anggotanya juga sudah nampak duduk di kursi undangan yang telah tersedia. Di seretan undangan tampak pula Pak Wiyono selaku Kepala Sekolah SDN Pijiombo didampingi oleh Pak Waluyo, Bu Devi, serta Bu Juwariyah.

Panjul, Ega, Jilan, dan Adib mendapatkan tempat di kursi kehormatan yang terletak di depan panggung yang nanti dipergunakan untuk pementasan Kuda Lumping. Orang tua dari keempat bocah itu juga duduk tak jauh dari mereka.

Tepat pukul 20.00 acara dimulai. Sebelum pementasan seni Kuda Lumping dimulai, Pak Anto yang malam itu ditunjuk sebagai pembawa acara, mempersilakan Bapak Kepala Desa Pijiombo untuk terlebih dulu memberikan sambutannya. Kemudian disusul oleh ucapan terima kasih dari perwakilan warga yang dipercayakan pada ayahnya Panjul. Semua orang bertepuk tangan dengan gemuruh saat nama keempat Pahlawan Kecil itu disebutkan oleh ayah Panjul dengan rasa bangga.

Kini giliran Bapak Komandan Polisi yang diberi waktu untuk memberikan kata sambutan. Dengan suara yang penuh wibawa Bapak Komandan Polisi mengucapkan beribu terima kasih pada semua warga yang telah ikut serta membantu membekuk komplotan pencuri ternak yang meresahkan itu. Terutama untuk Panjul, Jilan, Ega, dan Adib, tak henti-hentinya Bapak Komandan Polisi memuji keberanian mereka sambil mengacungkan jempolnya.

“Dan seperti janji saya, dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan penghargaan untuk ke empat Pahlawan Kecil kita yang gagah berani dalam ikut serta menumpas para penjahat. Untuk itu kepada ananda Panjul, Jilan, Ega, dan Adib, saya persilakan naik ke atas panggung untuk menerima penghargaan dari kami!” kata Bapak Komandan Polisi berbangga hati.

Plok plok plok …!

Dengan diiringi gemuruh tepuk tangan meriah dari semua yang hadir di tempat itu, Panjul, Jilan, Ega, dan Adib melangkah pasti menuju ke atas panggung. Bapak Komandan Polisi beserta seorang anggotanya sudah nampak menunggu di sana.

Disertai ucapan selamat dan terima kasih yang tak terkira, mereka berempat masing-masing diberi sebuah medali berbentuk bintang berwarna kuning keemasan yang secara langsung dikalungkan oleh Bapak Komandan Polisi di leher mereka. Selain itu masing-masing juga mendapat bingkisan berupa alat tulis, tas, dan sepatu.

“Terima kasih, Pak,” ucap Panjul, Jilan, Ega, dan Adib serentak seraya menjabat tangan Bapak Komandan Polisi dan seorang petugas secara bergantian.

Plok … plok … plok … plok …!

Gemuruh tepuk tangan kembali terdengar membahana dari semua yang hadir di tempat itu. Keempat bocah Pahlawan Kecil itu dengan bangga melambai-lambaikan tangannya kepada semua warga yang terus menerus mengelu-elukan nama mereka.

Di atas panggung, Panjul, Ega, Jilan, dan Adib berpelukan sejenak. Beberapa warga nampak mengabadikan kejadian itu dengan kamera ponselnya. Mereka diminta berfoto dengan berbagai pose. Anak-anak hebat itu menuruti saja apa kemauan warga dengan hati gembira.

Tak lupa, orang tua dari keempat anak itu juga diberi kesempatan untuk foto bersama dengan anaknya di atas panggung. Berpose sambil memeluk anaknya yang telah menjadi Pahlawan Kecil, menumbuhkan rasa bangga yang tak terkira bagi mereka. Terlebih lagi bagi neneknya Adib yang selama ini jarang keluar rumah. Wanita yang usianya sudah lebih dari setengah abad itu, sampai menangis terharu saat difoto bareng cucunya yang mengenakan medali penghargaan dari Komandan Polisi.

Penghargaan itu menjadi cambuk bagi mereka untuk selalu berbuat lebih baik lagi bagi ketentraman masyarakat di sekitarnya.

Bersambung …

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar