Cinderella di Kamar Rina

“Huh, susah sekali sih soal Matematika ini!” keluh Rina.

Ditutupnya bukunya dengan keras. Baru setengah jam ia belajar, tapi ia sudah merasa bosan dan malas. Padahal besok ada ulangan Matematika.

Tiba-tiba saja, dinding kamarnya tampak bercahaya. Rina terpaku menatap sebuah pintu yang tiba-tiba muncul di sana. Lalu, dari balik cahaya yang menyilaukan itu, muncullah seorang gadis berpakaian compang-camping.

“Sssiii….ssiiapa kau?” tanya Rina tergagap.

Gadis itu memandang Rina lalu tersenyum.

“Kenalkan, namaku Cinderella. Kau Rina kan?” kata gadis itu.

Rina terbelalak.

“Cinderella? Mana mungkin? Cinderella kan hanya ada dalam dongeng?” gumam Rina.

“Ya…ya…memang benar, aku hidup di negeri dongeng. Tapi di tempat itu aku sangat menderita. Ibu dan kedua saudara tiriku selalu memarahiku, menyuruh-nyuruhku melakukan ini dan itu. Untung Ibu Peri mau menolongku. Aku meminta ibu peri agar mengirimku keluar dari negeri dongeng. Akhirnya, disinilah aku sekarang,” cerita gadis itu.

Rina terbengong-bengong mendengarnya.

“Eehhh, tapi kan seharusnya kau datang ke pesta, lalu pada jam dua belas, kau harus cepat-cepat pulang sebelum semua keajaiban yang dibuat ibu peri menghilang. Lalu salah satu sepatumu tertinggal, dan ditemukan oleh pangeran, lalu…lalu…,” Rina tak melanjutkan ceritanya, karena gadis itu sama sekali tak memperhatikan.

Sekarang ia malah asyik memperhatikan baju-baju Rina yang tergantung di lemari.

“Wah, gaun ini bagus sekali. Bolehkah aku mencobanya?” tanya Cinderella sambil melihat-lihat sebuah gaun panjang berwarna pink.

“Ehhmmm….kurasa baju itu tak akan muat untukmu. Kau kan lebih tinggi dariku,” kata Rina.

“Benar juga ya. Yah, terpaksa aku harus tetap mengenakan bajuku yang compang camping ini. Seharusnya tadi aku menerima baju pesta yang indah yang ditawarkan Ibu Peri padaku,” kata Cinderella sedikit menyesal.

“Hhhh…seharusnya bukan hanya baju pesta itu yang diterima Cinderella, tapi juga kereta kencana dan sepatu kaca, serta tawaran untuk pergi ke pesta. Ya, seharusnya Cinderella menjalani semua itu sehingga akhirnya ia bisa hidup bahagia. Kenapa dia harus berpikir aneh-aneh dan datang ke kamarku?” pikir Rina.

“Ehhh….sekarang kau kan sudah ada di dunia nyata. Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Rina.

“Rencana?” Cinderella tampak heran.

“Yah, misalnya, kau akan tinggal di mana?” tanya Rina.

“Ehhmmm, apa aku boleh tinggal di sini?” tanya Cinderella penuh harap.

Rina salah tingkah. Tentu tak baik kalau ia menolak permohonan Cinderella. Bahkan seharusnya ia bangga karena putri dari negeri dongeng itu ingin tinggal di rumahnya. Tapi bagaimana ia akan menjelaskan pada Mama, Papa, serta adiknya yang cerewet dan selalu ingin tahu itu?

“Ehm, memangnya berapa lama kau akan tinggal di sini?” tanya Rina.

“Kurasa aku akan tinggal di sini selamanya. Aku benar-benar tidak ingin kembali ke negeri dongeng,” kata Cinderella, yang membuat Rina semakin kebingungan.

“Tapi, tempat ini kan sangat berbeda dengan negerimu. Banyak hal yang tidak kau ketahui dan pasti akan membuatmu bingung. Misalnya saja televisi. Kau tidak tahu benda apa itu kan? Begitu juga telepon genggam, lalu kipas angin, kulkas…, kurasa kau akan sulit menyesuaikan diri dengan semua itu,” kata Rina.

“Tapi aku bisa belajar, kan?” kata Cinderella.

“Ehm…bagaimana ya? Hal-hal yang kusebutkan tadi, sangat tidak biasa bagimu. Dan aku tak bisa menjelaskan semuanya satu persatu. Yah, intinya, mempelajari semua itu tentu sangat sulit dan hampir tidak mungkin,” kata Rina.

“Tepat, itulah permasalahannya. Kau selalu menganggap semua yang sulit itu mustahil untuk dipelajari. Yah, seperti ulangan matematikamu besok itu. Kau terlalu mudah putus asa dan malas berusaha,” kata Cinderella.

Rina terbengong mendengarnya. Apa maksud gadis aneh itu sebenarnya?

“Rina, sebenarnya aku datang kesini untuk mengatakan hal itu padamu. Kau tahu, kehidupanku di negeri dongeng sangat sengsara dan penuh penderitaan. Tapi aku yakin, dengan kesabaran dan usaha keras, maka nasibku akan menjadi lebih baik. Jika aku bermalas-malasan saja, pasti Ibu Peri tak akan datang untuk membantuku. Demikian juga dengan kau. Jika kau selalu mudah putus asa dan mudah menyerah jika menemui kesulitan, tentu kau tidak akan bisa meraih kesuksesan. Nah, bagaimana menurutmu?” tanya Cinderella.

Rina masih terbengong. Tapi dalam hati ia membenarkan nasihat Cinderella.

Tiba-tiba….,

“Dong…dong…dong….,” jam bandul besar di ruang tamu berdentang, menunjukkan pukul 12 siang.

Tiba-tiba saja pintu bercahaya itu muncul kembali.

“Oh, aku harus segera kembali ke negeri dongeng, sebelum pintu itu menghilang. Maukah kau ikut bersamaku, Rina? Akan kutunjukkan hal-hal menarik di sana,” ajak Cinderella.

Rina hampir saja terbujuk untuk ikut. Tapi ia teringat ulangan matematika besok, serta nasihat Cinderella.

“Yah, mungkin lain kali, Cindy. Terima kasih atas nasihatmu itu. Kurasa apa yang kau katakan itu benar,” kata Rina.

Cinderella tersenyum, lalu melambaikan tangannya dan masuk ke pintu yang bercahaya itu. Rina tahu Cinderella pasti akan bahagia. Tapi untuk itu ia harus bersabar dan berusaha keras terlebih dahulu. Sama juga dengan dirinya. Jika ia ingin meraih cita-citanya, maka ia pun harus berusaha keras terlebih dahulu. Ia tidak boleh menyerah dan mudah putus asa.

 

Cerpen ini telah dimuat pada majalah GIRLS No.13/Th.IX, terbit 29 Januiari 2014.

 

Ilustrasi dongeng Cinderela (sumber gambar: dongengceritarakyat.com)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar