Izin

Nuri baru pindah sekolah. Hari ini hari pertamanya bersekolah di sekolah yang baru. 

Ibu guru memperkenalkan Nuri di depan kelas. Ternyata, pertanyaan dari teman-teman banyak sekali. Apa makanan kesukaan Nuri, apa di sekolah dulu Nuri banyak teman, kenapa Nuri pindah, dan banyak lagi.

Akhirnya Nuri duduk di bangkunya. Satu jam kemudian, pelajaran pertama  selesai. Ibu guru memeriksa tugas. Kegiatan belajar istirahat sebentar sebelum dimulai pelajaran berikutnya. Saat itulah Nuri merasa perutnya agak sakit.

Kukurubuk. Suara perutnya ribut, tapi cuma Nuri yang bisa mendengarnya. 

Kalau ada bagian badan yang terasa tidak nyaman, ibu sering bertanya, makan apa sebelumnya?

Nuri pun mengingat-ingat. Saat sarapan, Nuri makan ubi ungu dan susu stroberi. Nuri minum susu banyak sekali. Padahal, Ibu sudah mengingatkan kalau minum susunya di siang hari saja. Nuri jadi menyesal tidak menurut.

Dina adalah teman yang duduk di bangku sebelah Nuri. Dina bertanya apa Nuri sudah sarapan. Nuri cuma mengangguk. Ia ingin menjawab lebih banyak, tapi perutnya terasa bergerak, seperti ada belut yang membawa tas bulat berisi … kentut. Iya. Nuri ingin kentut!

Dina terus bicara dan bercerita tentang sarapannya dan aneka makanan kesukaannya. Sementara itu, di sebelah kiri Nuri, Agus sedang meraut pensil. 

Tanpa disengaja, temannya yang lain menyenggol agus saat ia sedang berlari di antara meja-meja. Rautan pensil pun berhamburan dan mengenai meja Nuri dan Dina. 

Dina jadi marah-marah karena meja Nuri dan mejanya jadi kotor. 

Eh, teman yang menyenggol malah berlari lagi, lalu tanpa sengaja menjatuhkan botol minum teman yang lain di meja depa. Temannya yang lain juga jadi kesal, mereka lalu berdebat siapa yang harus membersihkan air yang tumpah. 

Suasana sekitarnya benar-benar kacau. Tapi Nuri tak bisa berbuat apa-apa. Nuri sibuk menahan kentut sekuat tenaga. Ia berpikir, kalau terpaksa kentut, ia tak akan mengaku. Tapi, kalau ketahuan, apa sebaiknya ia tuduh saja teman yang tak tahu menahu? 

 Perut Nuri semakin mulas. Rasanya, tas kentut yang sedang digendong si belut makin besar dan berjalan makin cepat. Ia akan segera tiba di “stasiun kentut”

Wajah Nuri memerah dan semakin memerah. Ia cuma bisa berdoa, semoga suara kentutnya tidak terdengar siapa-siapa.

Saat Bu Guru menghampiri mereka, Nuri sudah tak tahan lagi.

“Bruuuuuut!”

Ternyata, suara kentut Nuri keras sekali. Baunya pun sungguh tak sedap.

Seisi kelas langsung terdiam.

Teman-teman menutup hidungnya.

Nuri malu sekali. Wajahnya memerah. Ia takut Bu Guru marah. Ia takut teman-teman jadi tak mau berteman. Rasanya Nuri ingin menangis.

“Maaf,” kata Nuri dengan wajah tertunduk.

Namun, tak lama kemudian, teman-temannya malah tertawa terbahak-bahak. 

Nuri jadi kebingungan. 

Bu Guru menghampiri Nuri. Ia tersenyum bijaksana.

“Nuri, kalau ingin kentut, Silakan izin dulu.”

Nuri terbengong, “izin, Bu?”

“Iya, izin saja untuk ke toilet. Seperti buang air kecil dan buang air besar, kentut juga harus dikeluarkan dari badan kita, kan? Kita harus buang angin tanpa mengganggu orang lain,” kata Bu guru.

Teman-teman mengangguk-angguk, “Aku juga pernah izin buang angin,” kata DIna.

“Aku juga, waktu itu malah aku kentutnya di koridor, tidak tahan, sih!” sambung Agus, seisi kelas jadi tertawa lagi.

Nuri tersenyum lagi. Ia kini sudah mengerti. Nuri senang dengan aturan di sekolahnya yang baru. [mita]

ilustrasi dibuat dengan AI

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar