Mara Berbahasa

Di desa kecil yang tenang  bernama Sukadamai, ada seorang anak perempuan bernama Mara. Umurnya 10 tahun, rambutnya dikepang dua, dan hobinya belajar bahasa. Mara berbicara tiga bahasa; bahasa Indonesia, bahasa Bugis dari neneknya, dan sekarang lagi seru-serunya belajar bahasa Inggris di sekolah.

Setiap hari, Mara pakai bahasa yang beda-beda. Kalau ngobrol sama nenek, dia pakai bahasa Bugis. Sama ayah-ibu, ya tentu aja pakai bahasa Indonesia. Nah, di sekolah, Mara mulai menggunakan  bahasa Inggris saat berkomunikasi.  Untuk melatih berbahasa, Mara senang mendengarkan lagu dan  berbicara dengan mengulang kalimat-kalimat saat menonton film berbahasa Inggris.

Suatu hari, Bu Guru datang ke kelas sambil senyum misterius.

“Anak-anak, minggu depan kita ada lomba pidato! Temanya: Bahasa dan Masa Depan!”

“Wah, seru!” Mata Mara berbinar.

“Tapi…,” lanjut Bu Guru, “Harus pakai tiga bahasa: Indonesia, bahasa daerah, dan satu bahasa asing.”

Seketika kelas jadi heboh.

“Bu, aku nggak bisa bahasa daerah!”

“Aku lupa bahasa nenekku!”

“Waduh, bahasa Inggris aja masih belepotan…”

Mara diem sebentar, terus senyum sendiri. “Kayaknya seru juga, deh,” gumamnya.

Di rumah, Mara langsung bercerita kepada nenek.

“Nek, ajarin aku ngomong bahasa Bugis, dong. Buat lomba!”

Nenek langsung semangat, malah menyanyikan lagu lama dan mengajarkan Mara pantun lucu.

Mara juga minta bantuan ibunya untuk menulis pidato dalam bahasa Indonesia.

Terakhir, dia menonton video anak-anak luar negeri sambil mencatat kata-kata penting yang diperlukan untuk teks pidato bagian bahasa Inggrisnya. Mara pun berlatih pidato setiap hari.

***

Hari lomba pun tiba. Mara maju ke depan panggung, jantungnya deg-degan, tapi dia tetap senyum.

Dia mulai dengan cerita tentang desanya menggunakan bahasa Indonesia, mengucapkan salam hangat dalam bahasa Bugis, lalu penutuoannya menggunakan  bahasa Inggris. Semua orang terkagum-kagum.

“Let us cherish our tongue—it’s the song of the soul,
A vessel of echoes that centuries stole.
Not just expression, but legacy’s thread,
Preserving our speech keeps our spirit well-fed.”

Semua langsung tepuk tangan. Bahkan Bu Guru terlihat sangat bangga.

Satu hal yang paling membuat Mara senang, saat nenek memeluk Mara, sambil berbisik, “Terima kasih, ya. Bahasa nenek masih hidup lewat kamu, Mara.”

***

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar