Strategi Bocah-Bocah Karangduwur (Part 5)

Masak-Masakan

“Tejo!” teriak Evan saat menyadari siapa sebenarnya sosok tinggi besar yang ada di hadapannya. Teman-teman mengembuskan napas lega.

“Nga … ngapain, ka … kalian teriak-teriak?” tanya Tejo tergagap. Ia menurunkan senternya, menyoroti satu per satu wajah anak-anak di hadapannya. Mereka menutup muka dengan lengan karena silau.

“Ah, Tejo! Ngagetin aja, sih, kamu. Lagian ngapain coba senter pakai diarahin ke muka, bukannya ke jalan?” cerocos Sekar.

Tejo nyengir, memamerkan barisan giginya yang tak rapi.

“Mi … minggir!” tangan kiri Tejo yang bengkok berayun mengisyaratkan mereka untuk memberi jalan.

Sekar dan teman-teman segera menyingkir membiarkan Tejo melewati mereka. Langkahnya terseok-seok. Tejo memang berbeda. Ia terlahir dengan kaki dan tangan yang bengkok, bibirnya juga agak miring, membuat bicaranya tidak jelas. Semenjak kecil, tidak ada yang benar-benar tahu penyakit apa yang ia derita. Seperti penderita cerebral palsy. Tapi, ia bisa beraktifitas normal seperti orang pada umumnya.

“Alhamdulillah!” teriak mereka serentak saat lampu menyala.

Azan baru saja selesai. Mereka bergegas pergi ke masjid sebelum listrik padam lagi.

Esok hari, seperti rencana sebelumnya, Sekar dan teman-teman bermain masak-masakan. Tapi, mereka memasak makanan sungguhan yang bisa dimakan nantinya.

“Mau masak di mana kita?” tanya Ais. Ia menenteng kantung kresek yang berisi minyak dan garam.

“Di bawah rumah Mbah Biyah aja, lah,” jawab Sekar. Ia membawa wajan kecil hitam di tangan kanan, dan serog serta susuk di tangan kiri.

“Di kebun kapulaga?” Yono mencoba meyakinkan.

“Iya. Ada tempat yang agak longgar, kok. Di sana juga enggak terlalu banyak nyamuk. Sekalian minta bayam.”

“Oke!” Semua setuju.

Mereka membersihkan tempat yang akan digunakan untuk memasak. Semua bekerja sama mencari potongan batu bata untuk membuat tungku, dan mengumpulkan ranting untuk membuat api.

Di antara pohon kapulaga yang rimbun, mereka menelusup dan menata semua peralatan. Evan mulai membuat tungku. Sekar dan Ais menyiapkan adonan. Keduanya mencuci bayam dan mencampur terigu dengan air lalu mengaduknya.

“Ada yang bawa korek, enggak?” tanya Yudi saat tumpukan ranting di dalam tungku siap dinyalakan.

Mereka saling pandang dan menggeleng.

“Sekar, kamu ambil, deh. Rumahmu, kan, yang paling dekat,” pinta Yono.

“Ah, males aku.”

“Gimana kalau kita bikin apinya pakai batu? Kata Bu Guru, orang zaman dulu bisa nyalain api dari batu,” kata Ais.

“Enggak usah aneh-aneh, lah. Pinjem aja ke Mbah Biyah.” Evan memutuskan.

“Siapa yang mau minjem?”

Sekar menjulurkan lengannya ke depan, “Hompimpa aja!”

“Oke!” Mereka mengayun-ayunkan telapak tangan masing-masing.

Akhirnya, Yono yang harus meminjam korek. Mereka pun mulai membuat api dengan daun pisang kering. Asap mulai mengepul membuat mereka terbatuk-batuk. Sekar menaruh wajan di atas tungku saat api mulai menyala membakar ranting.

“Ais, mana minyak gorengnya?”

Ais menyerahkan seplastik minyak dari kantong kreseknya. Sekar menaruhnya ke wajan.

“Lho! Minyaknya, kok, gini, sih, Is?”
Minyak yang Ais bawa berwarna coklat kehitaman dan bau ikan asin.

“Cuma itu yang boleh aku bawa. Mama enggak ngizinin aku bawa minyak yang baru.”

“Ah, ya udahlah.”

Sekar mulai menggoreng bayam yang telah diliputi terigu satu per satu. Evan bertugas menjaga nyala api. Sementara Yono dan Yudi mencari ranting pohon.

“Aduh, pedes mataku!” Keluh Evan. Ia mengipas asap menjauh darinya.

“Evan! Jangan kipas asapnya ke arahku, dong!” protes Ais dengan mengipas balik.

“Aduh, Ais! Kenapa malah diarahin ke sini?” Sekar merasa terganggu, ia ikut mengipas.

“Jangan dikipasin terus, nanti apinya malah mati!” ujar Evan.

Setelah melewati berbagai kesulitan, akhirnya bayam goreng telah matang. Warnanya coklat tua dan beraroma ikan asin karena digoreng menggunakan minyak jelantah. Bayam goreng berjumlah sebelas biji. Setiap anak mendapat dua biji dan tersisa satu.

“Yang satu ini buat siapa?” tanya Sekar.

“Buat aku, lah. Kan, aku yang sudah berjuang keras menyalakan api,” ucap Evan.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar