Memasak Tiwul bersama Nenek

Gambar: Regina Primalita

 “Tong … teng … ting … tong …”

Terdengar suara yang menandakan kereta api yang kutumpangi sudah tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta. Aku sudah tak sabar ingin segera sampai di rumah Nenek.

“Bu, aku kangen tiwul bikinan Ibu,” kata mamaku kepada nenek ketika sedang brbincang di teras rumah nenek.

Aku yang berada di dekat Mama dan Nenek merasa penasaran dan bertanya, “Tiwul itu apa Ma?”

“Tiwul itu makanan kesukaan Mama. Makanan khas di Gunungkidul ini,” jawab mama.

“Kamu juga mau tiwul? Besok bantu nenek memasaknya ya?” timpal nenek kepadaku.

“Asyik!” sorakku girang. Memasak adalah hobiku dan kali ini aku akan memasak bersama nenek.

“Fia, tolong tumbuk gaplek ini ya?” pinta nenek.

Aku pun menumbuk gaplek sampai lembut. Kata nenek, tiwul terbuat dari singkong yang dikeringkan. Nah, singkong yang kering itulah yang disebut gaplek.

“Ini Nek,” kataku menyerahkan gaplek yang sudah menjadi tepung itu.

Nenek kemudian mengambil tampah. Beliau menaruh tepung gaplek itu di atas tampah, dan memberi sedikit air. Lalu tampahnya diputar-putar.

“Ini namanya diiteri,” jelas nenek seperti bisa menebak isi kepalaku yang penuh tanda tanya.

“Nah, kalau sudah menjadi bulatan-bulatan kecil seperti ini, tandanya siap untuk dikukus,” lanjut nenek.

Aku mengambil kukusan. Tepung gaplek itu kemudian dikukus dengan diberi campuran garam dan gula merah secukupnya. Setelah satu jam, tercium aroma tiwul menguar dari panci kukus.

Emmm, harum sekali baunya Nek,” kataku sudah tak sabar ingin mencicipi makanan kesukaan mama itu.

Nenek pun segera menata penganan tradisional yang sudah matang itu. Nenek menata tiwul dengan ditaburi parutan kelapa di atasnya.

“Ma, tiwulnya sudah matang Ma …,” teriakku sambil membawa piring berisi tiwul ke arah mama.

Emh, lezat sekali tiwul ini. Apalagi kalau dinikmati dalam keadaan masih hangat seperti ini,” kata mama setelah mencicipi sesuap tiwul yang masih hangat itu.

Aku pun penasaran dan segera memasukkan sedikit kue ke mulutku.

Emh, iya Ma. Tiwulnya sangat lewat,” kataku sepakat dengan mama.

“Ma, besok kalau pulang ke Jakarta, aku mau masak tiwul dan dibagi ke teman-teman, ya,” pintaku ke mama.

“Boleh. Kalau begitu kamu harus minta tepung gaplek ke Nenek, karena di Jakarta susah untuk mendapatkan tepung gaplek,” kata mama.

“Jangan khawatir. Nenek masih punya banyak gaplek yang siap dibikin tepung untuk kamu bawa ke Jakarta, kok,” sahut nenek tersenyum lebar.

Aku pun bertambah girang. Aku sudah membayangkan Ana, Lisa, Zura, dan temanku yang lain merasakan lezatnya tiwul hasil masakankku. Dengan begitu, mereka bisa mengenal makanan khas dari daerah Gunungkidul, daerah mamaku berasal.

Catatan:

Cerita ini pernah dimuat di harian Kompas dan https://klasika.kompas.id/baca/memasak-tiwul-bersama-nenek/

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar