Misteri Monster Berbintil di Pulau Terpencil – Part 13

Part 13 – Surat Ancaman

Matahari merobek amplop surat. Ujang, Dudung, dan Matahari segera membaca isi surat itu bersama-sama dengan bantuan cahaya senter yang kini dipegang Ujang.

Kedua teman kalian kami tahan. Awas! Jangan mencari kami! Kalian bertiga telah kami suntik dengan pelacak lokasi dan tabung super mini berisi bakteri sangat ganas. Jika kalian langgar perintah kami, dengan sekali tekan di pengendali jarak jauh kami, penutup tabung itu akan terbuka. Bakteri-bakteri itu dalam hitungan detik akan menjalar keluar di tubuh kalian! Tubuh kalian akan berubah bentuk menjadi makhluk mengerikan yang tidak dikenali lagi untuk selama-lamanya! Begitupun teman-teman perempuan kalian, tidak akan pernah pulang bersama kalian.

  “Lilis dan Bunga diculik!” tangan Matahari gemetar.

“Ha? Kita sudah disuntik bakteri?” wajah Dudung terlihat takut dan tegang, “Kapan kita disuntik? Aku tidak merasakan apa-apa!”

“Sama! Apa kita tadi dibius dulu sehingga mati rasa saat disuntik? Tapi kapan kita dibiusnya? Apa mereka sudah memasukkan obat tidur dalam makanan kita tadi?” Matahari bertanya-tanya.

“Ah, tidak mungkin biusnya lewat makanan. Sebelum kita tidur tadi kita tidak melihat ada siapa-siapa di sekitar kita. Apa mungkin mereka membius kita pas kita sedang terlelap tidur tadi?” Ujang balik bertanya.

“Sudahlah, tidak penting kapan kita dibius. Kalau kita sudah tersuntik bakteri dan pelacak lokasi mau apa lagi,” ujar Matahari.

“Eh, tunggu dulu. Kita disuntik bakteri apa itu? Memangnya ada bakteri yang bisa merusak jaringan tubuh?” selidik Ujang.

“Iya. Bakteri-bakteri ganas seperti itu dapat merubah bentuk tubuh kita menjadi menyeramkan. Bahkan bisa menyebabkan kematian,” Matahari menjelaskan.

“Dari mana kamu tahu, Mat?” Dudung heran, tumben Matahari bisa secerdas ini.

“Aku diberi tahu Bunga tentang jenis-jenis bakteri ganas. Waktu itu Bunga baru saja dikasih buku dari Pamannya tentang tentang bakteri penyebab berbagai macam penyakit. Di dalamnya juga ada bahasan tentang penyakit kusta,” ujar Matahari.

“Memang ada apa dengan kusta?” tanya Ujang.

“Kusta dikenal juga dengan nama lepra, penyakit Hansen atau penyakit Morbus Hansen. Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Jika bakteri ini menyerang wajah maka kulit wajah akan bentol-bentol. Alis mata akan rontok. Daun telinga pun akan menjadi tebal, pendek dan berbentuk persegi. Kulit di tubuh bisa mengelupas. Jari-jari tangan dan kaki bisa mati rasa. Jika tidak diobati dengan segera maka jari-jari tangan dan kaki si penderita itu bisa menjadi lebih pendek dan akhirnya terlihat seperti buntung,” jelas Matahari dengan wajah serius.

“Mengerikan!” seru Dudung bergidik ngeri.

“Itu belum seberapa, Dung! Ada bakteri pemakan daging manusia, namanya necrotizing fasciitis,” Matahari bergidik ngeri.

“Kita bisa mati kalau begitu!” ujar Dudung lemas.

“Berapa lagi sisa umur kita? Kita harus cari Lilis dan Bunga! Kita bakal dimarahin habis-habisan sama orangtua kita jika pulang nanti kalau tidak balik sama Lilis dan Bunga,” ujar Matahari.

“Apakah kita akan masuk penjara?” suara Dudung lirih, matanya tergenang air.

“Lho, kenapa kita masuk penjara?” wajah Ujang terlihat bingung.

“Kita tidak menjaga Bunga dan Lilis baik-baik,” jawab Dudung.

“Masuk penjara itu kalau kita berbuat jahat, Dung. Aduh, kamu jangan bikin masalah ini makin rumit, deh, Dung! Jangan bawa-bawa penjara. Kita cari Lilis dan Bunga dulu!” ujar Matahari.

Dudung dan Ujang diam. Surat tadi benar-benar bikin Dudung dan Ujang jadi tidak ingin mengerjakan apa-apa lagi.

Matahari menepuk pundak Dudung dan Ujang, “Kalau benar bakteri itu sudah tertanam dalam tubuh kita, ya, mau apa lagi. Kamu boleh pilih tetap berjuang atau menyerah dengan keadaan. Kalau tetap mau berjuang, kita cari Lilis dan Bunga. Kalau menyerah, ya, diam saja di sini tidak mengerjakan apa-apa. Toh, kita tetap tidak bisa pergi, perahu kita masih rusak, kan?”

“Aku mau berjuang,” jawab Ujang semangat.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Matahari melipat kembali surat itu dan menyelipkan di kantong celananya.

“Bagaimana kalau kita berpencar mencari Lilis dan Bunga?” Ujang balik bertanya.

“Tapi ke arah mana?” Matahari mengarahkan senternya ke arah hutan sekeliling mereka.

“Berpencar? Ah, yang benar saja!” Dudung protes.

Ujang meringis. Mereka anak kota pasti tidak berpengalaman di tengah hutan malam-malam begini.

Tiba-tiba cahaya senter di tangan Matahari mati. Matahari mengetuk-ngetuk senter itu, tapi senter itu tetap mati. “Ambil senter satu lagi!” suruh Matahari pada kedua temannya.

“Senternya hanya satu,” ujar Dudung.

“Ah, bagaimana mau mencari kedua anak itu. Senter saja tidak ada. Bisa-bisa kita yang masuk jurang!” Matahari melempar senter ke kemah.

“Kita tidak perlu menunggu pagi. Walaupun remang-remang, kita harus tetap mencari Lilis dan Bunga,” usul Ujang disetujui Dudung dan Matahari.

Apakah ketiga anak-anak itu berhasil menemukan Lilis dan Bunga?

(Bersambung…)

Misteri Monster Berbintil di Pulau Terpencil
Novel Petualangan Anak 10-12 Tahun
Penulis: Tethy Ezokanzo dan Wahyu Annisha

Bagikan artikel ini:

Satu pemikiran pada “Misteri Monster Berbintil di Pulau Terpencil – Part 13”

Tinggalkan komentar