Arti Tuhan bagi Tanaman

Matahari mulai meninggi, embun-embun mulai kering setelah membasahi tubuh. Kami menggeliat dan bangun, mulai menyeru kebaikan Tuhan pagi ini. Tak hanya aku, kawan-kawanku pun mulai memuji Tuhan satu persatu. Kami, sekelompok tanaman di kebun Mang Ihin memang tak bisa bersuara. Kami bukan manusia yang memiliki mulut dan lidah, tapi setiap saat kami selalu memuji kebesaran Tuhan. Kami makhluk hidup, bukan benda mati seperti fikiran manusia kebanyakan.

“Aww”, pucuk daun Kari berteriak kencang, suaranya hampir menyamai kokok ayam jantan.

Rupanya Mbok Darmi memetiknya, ia lupa menyebut nama Tuhan, ia juga lupa untuk memetik lebih pelan. Sepagi ini, apa yang ia lakukan? Apakah suaminya membawa ikan setelah memancing semalaman? Konon daun kari sangat cocok dijadikan bumbu ikan kuning ditambah lalapan.

“Sabar ya daun Kari, watak manusia kalau sudah terburu-buru memang bisa merusak segala hal”, kata buah Mangga sambil mengayunkan tubuhnya ke bawah.

Daun Kari menghirup nafas dalam-dalam, “tak apa Mangga, aku sudah maklum dengan perlakuan mereka, setidaknya aku membawa manfaat bagi mereka”.

Kacang panjang yang menjuntai, badannya yang gemuk namun belum juga dipetik oleh Mang Ihin ikut mengeluh, “manusia juga suka lupa, pada nikmat Tuhan seperti aku misalnya, tubuhku sudah semakin tua, tak kunjung di petik juga”.

“Setidaknya engkau bisa dijual bukan? Kalau istri Mang Ihin tak ingin memasakmu,” seloroh Jeruk Purut disela rimbunan daun jeruk yang mengelilinginya.

“Mungkin dia sudah bosan memasak karedok, atau tumisan kacang panjang, ah biarlah aku menguning dan mengering, toh setiap kita akan bernasib sama, pergi dari kebun ini” jawab Kacang Panjang sambil berusaha menenangkan diri.

Daun Singkong yang sedari tadi diam, mengingatkan teman-temannya, “jangan berprasangka buruk dulu pada manusia teman-teman. Kedepankan prasangka baik agar hidup kita juga baik.”

“Benar apa kata daun Singkong teman-teman, bukankan selama ini Mang Ihin dan istrinya merawat kita dengan cukup baik,” Jambu biji pun ikut mengiyakan perkataan daun Singkong.

Sejenak kebun Mang Ihin menjadi sunyi. Semua berkutat pada fikiran masing-masing. Namun beberapa detik kemudian suasana mulai ramai lagi dengan pujian pada Tuhan serta obrolan-obrolan menyenangkan.

Saat para tanaman sedang asyik berbincang-bincang, terdengar suara langkah kaki. Langkah yang ditemani siulan riang, sambil sesekali menyapu daun daun kering yang berserakan. Mbok Ningsih, istri Mang Ihin membawa bakul besar, matanya mengerjap melihat tanamannya tumbuh subur.

“Bismillah”, Mbok Ningsih mulai memetik kacang panjang yang menua. Setelah kacang panjang, ia juga memetik cabai, tomat, dan terong. Bakulnya mulai terisi penuh oleh buah, daun dan umbi yang dia petik.

Lantunan shalawat terdengar pelan, Mbok Ningsih selalu bersenandung setiap merawat, menyiram dan memetik kami. Sempurna sudah, para tanaman yang di petik tersenyum lega di akhir perjalanan mereka. Mereka dipetik dengan nama Tuhan, diselingi pujian untuk Nabi dan berakhir dengan kebermanfaatan bagi makhluk lain.

Mbok Ningsih mendekati pohon kelapa, sambil berbisik ia memandang ke atas untuk melihat buahnya “Bismillah ya pohon Kelapa, izinkan aku memetik buahmu nanti siang, aku ingin membuat bubur kacang hijau dengan santan”

Kelapa hampir menitik air matanya, “Silahkan Mbok, sekalipun aku melewati proses panjang untuk menjadi santan, aku siap bermanfaat untukmu,”

Seakan menjawab perkataan Kelapa, Mbok Ningsih bergumam, “Sejatinya hidup seperti Kelapa, jatuh dengan keras lalu dikerat, dikuliti, diparut dan diperas, hingga menjadi manfaat yang manis bagi yang memakannya, hidup mulia butuh perjalanan panjang,”

Semua tanaman terdiam, memikirkan perkataan Mbok Ningsih. Seperti seharusnya tak banyak waktu untuk melakukan hal buruk, berfikir dan berbicara buruk.

Dalam beberapa detik, kembali mereka memuji Tuhannya, lebih keras dan lebih semangat dari sebelumnya. Jika manusia mendekat pada taat, maka makhluk lain akan mengikutinya.

Seperti doa dan pujian Mbok Ningsih, kini semua tanaman bersyukur, berada di kebun dan terlahir lewat tangannya.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar