Biografi Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali adalah seorang  ulama, teolog dan filsuf.  Ia juga dikenal sebagai ahli fiqih dan tasawuf. Ia mendapat julukan sebagai “Sang Pembela Islam” (Hujjatul Islam) karena telah menghafal sebanyak 300.000 hadis beserta sanad, dan hukum matannya. Ia juga dikenal sebagai pembaharu Islam karena ia telah berhasil menghidupkan kembali ajaran Islam sesuai sunnah Nabi.

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At-Thusi As-Syafi’ie.  Ia lahir di Thusia pada 450 H/1058 M. Imam Al-Ghazali lahir dari seorang saleh dan bersahaja. Meskipun ayahnya hanya  seorang pemintal wol, sang ayah  sangat menjaga diri dari hal-hal yang buruk. Ia hanya mau  mengonsumsi  makanan halal. Ayahnya juga gemar mengikuti kajian ilmu. Ia sangat berharap kelak memiliki anak yang cerdas dan berilmu. Sayangnya sang ayah tidak memiliki umur panjang. Ia tidak sempat melihat putranya tumbuh menjadi ulama hebat dan ternama.

Setelah ayahnya wafat, Imam Al-Ghazali belajar pada seorang sufi yang pernah mendapat wasiat dari ayahnya agar mau mengajarkan ilmu pada putranya tersebut. Namun itu tidak berlangsung lama. Sang Sufi menasihati Imam Ghazali agar belajar dan tinggal di Madrasah.  Maka itulah yang dilakukannya.

Guru pertamanya bernama Yusuf An-Nasaj. Lalu ia belajar dasar ilmu fiqih pada  Ahmad bin Muhammad Al-Razakany di Thusia. Setelahnya ia pergi ke Juran dan belajar pada Abu Nasar Al-Ismaily. Di sana ia belajar dengan tekun dan mencatat semua  materi yang ia dapatkan. Sayangnya saat hendak kembali ke Thusia, Imam Al-Ghazali mengalami  perampokan bahkan termasuk buku catatannya. Sejak itu ia selalu menghafal ilmu yang dapat  agar tak kehilangan ilmu.

Pada 461 H, Imam Al-Ghazali belajar di Madrasah An-Nizhamiyah di Naisabur, ibu kota Kedultar Seljuk yang merupakan kota pelajar di Baghdad. Di sana ia belajar pada Imam Haramain Al-Juwaini. Di sana Imam Al-Ghazali berhasil memahami dengan baik Fiqih Imam Syafi’i, Fiqih Khilaf, usul fiqih, mantik (ilmu logika berpikir), ilmu perdebatan, hikmah dan filsafat.  Karena kecerdasannya itulah sang guru menyebutnya sebagai “miniatur ilmu”

Meksipun pengetahuan Imam Al-Ghazali semakin bertambah, hal itu tidak membuat besar kepala. Ia tetap tawadhu pada gurunya. Ia adalah sosok yang sabar, tawakal dan qonaah.

Pada usia 34 tahun Imam Al-Ghazali menjadi guru besar di Madrasah An-Nizhamiyah di Baghdad.  Ia guru yang disegani dan dihormati. Setelah empat tahun lamanya ia memutuskan menyepi di Damaskus. Ia fokus banyak beribadah, zikir dan menulis buku.  Setelah itu Imam Al-Ghazali banyak berpindah tempat dan bertualang untuk menambah ilmu juga menulis pemikirannya. Ia berharap apa yang ia tulis bermanfaat bagi seluruh kaum Muslim.

Imam Al-Ghazali dari Damaskus, pergi ke Palestina, lalu ke Mesir dan Iskandariah, Maroko. Selanjutnya ia pergi ke Makkah menunaikan ibadah haji. Setelah itu ia memutuskan kembali ke Thus dan mendirikan Madrasah dan  pondok pesantren. Selama hidupnya Imam Al-Ghazali mendedikasikan hidupnya untuk ilmu, mengajar, ibadah dan menulis. Karya yang telah ia tulis kurang lebih 450  judul bahkan lebih. Di antara bukunya yang fenomenal adalah:

1. Ihya’ Ulumddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama)

2. Al-Muniq  min Al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan)

3. Tahajud Al-Falasifah (Keracunan Filsafat)

4. Al-Mushtaaf (Kitab Ushul Fiqih)

5. Minhaj Al-Abidin (Mengabdikan Diri terhadap Tuhan)

6. Kimia Al-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan)

Imam Al-Ghazali meninggal di Thus pada 14 Jumadil akhir 505 H/1111 M.

Sumber:

Abdurrahman, Fuad. 2018. Para Pencari Ilmu. Bandung: Noura Book.

Al-Ghazali, 2009.Raudhah ath-Thalibin WA Indah as-Salikin. Bandung: Pustaka Hidayah.

Ash-shallabi, Ali Muhammad. 2020. Biografi Imam Ghazali & Syekh Abdurrahman Qadir Jailani. Jakarta Timur: Beirut Publishing.

Al-Faiz, Muhammad. 2018. Kitab Nasihat. Jakarta Selatan: Zaman

 

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar