Cerpen “Dimana Topengku?” (Bagian 1)

Cerpen dua bagian

“Dimana Topengku?” #Bagian 1 

“Di mana topengku?” tanya Andries.
Ia sibuk mengaduk-aduk isi ranselnya, mencari topengnya yang tidak ada.

“Tadi kau taruh di mana?” tanya Sarju.
Sarju sendiri sudah siap dengan kostumnya. Ia memakai celana hitam sepanjang betis, dengan rumbai-rumbai merah dan kuning di kedua sisinya. Ia juga memakai pakaian tanpa lengan berwarna merah.

Topengnya pun sudah siap. Topeng itu berwujud raksasa. Warnanya merah tua. Matanya melotot, sementara hidungnya besar dan panjang. Topeng itu dilengkapi dengan rambut gimbal yang panjang di bagian depan dan samping. Topeng itu terlihat seram, tapi juga lucu. Bagian dahinya menjorok ke depan.

Sarju membuka topengnya. Lalu ia membantu Andries mencari topengnya.

Topeng itu tidak ada di dalam ransel Andries. Mereka mencoba mencari di atas meja rias, serta di laci-laci meja itu. Tetap saja topeng itu tidak ketemu. Mereka bahkan memeriksa isi ransel Sarju, karena jangan-jangan ada yang terlupa dan menaruhnya di situ. Tapi topeng itu tetap tidak ketemu.

“Jangan-jangan ada yang iseng dan menyembunyikannya,” gumam Andries.

“Masa sih? Sebentar lagi kan kita akan tampil. Masa ada yang mau berbuat iseng seperti itu?” Sarju tidak percaya.

“Coba saja kita tanyakan pada para penari lainnya, barangkali ada yang tahu di mana topeng itu,” ajak Andries.

Sarju setuju. Keduanya lalu melangkah mendatangi para penari lainnya.

“Yuk, kita tanyakan pada para penari jaranan,” kata Andries.
“Baiklah,” jawab Sarju.

“Hei, kawan-kawan, apakah kalian melihat topeng Andries?” tanya Sarju pada sekelompok anak perempuan yang tampak sibuk bersiap-siap di pojok ruangan.

Anak-anak perempuan itu menoleh. Mereka mengenakan kostum prajurit. Pakaian atasnya berwarna putih dan berlengan panjang. Sementara celananya berwarna hitam dengan panjang selutut. Di luar celana itu, mereka mengenakan kain batik yang dipasang sedemikian rupa sehingga tampak serasi dan tidak mengganggu gerak saat menari.

Di pinggang mereka diikatkan selendang berwarna merah. Di bagian leher baju, terdapat hiasan kerah yang cantik dan serasi. Demikian pula di bagian depan baju, terdapat hiasan manik-manik berkilauan yang memanjang menutupi bagian depan baju. Ikat kepala mereka berwarna hitam dengan garis putih.

Pada kaki tiap penari terdapat gelang kaki yang bergemerincing setiap kali mereka menghentakkan kaki. Mereka juga membawa kuda kepang.

“Tidak, kami tidak melihat topeng Andries. Memangnya di mana ia menaruhnya tadi?” jawab anak-anak perempuan itu.

Andries dan Sarju saling berpandangan.

“Coba kita tanyakan pada yang lainnya,” kata Sarju.

Mereka mendatangi sekelompok lelaki berbadan tegap yang berpakaian serba hitam. Baju mereka hitam, dengan kancing yang tidak dipasang sehingga dada mereka tampak jelas. Mereka mengenakan celana panjang ukuran besar berwarna hitam. Pada pinggang mereka diikatkan kolor besar berwarna putih, dengan ujung yang panjang dan menjuntai. Mereka memakai ikat kepala hitam. Kumis tebal mereka semakin menambah kesan garang.

“Kau berani bertanya pada para warok? Mereka terlihat galak dan menyeramkan,” bisik Andries takut-takut.

“Ah, mereka kan anggota kelompok kita juga. Mengapa harus takut?” jawab Sarju.

“Paman, apakah Paman-Paman melihat topeng Andries?” tanya Sarju dengan berani.

Para warok itu menoleh. Mereka menatap tajam ke arah Andries. Andries langsung menciut.

“Kami tidak tahu. Memangnya di mana ia menaruhnya tadi?” para warok itu balas bertanya.

Andries pun beringsut-ingsut meninggalkan mereka. Sarju menyusulnya.

“Hufff….., aku takut sekali tadi. Mereka terlihat begitu garang,” kata Andries.

Sarju tertawa melihatnya.
“Padahal kau belum bertanya pada Paman Soma. Ia yang paling menakutkan diantara kita semua,” kata Sarju.

“Justru Paman Soma adalah yang paling ramah. Walaupun ia adalah seorang pembarong, yang memainkan topeng paling menakutkan, tapi sebenarnya ia adalah orang yang ramah dan baik hati,” kata Andries.

Ia kenal betul dengan Paman Soma. Paman Soma bertugas memainkan topeng dhadhak merak. Topeng berbentuk kepala harimau dengan hiasan bulu-bulu merak itu memiliki berat mencapai 50 kilogram. Paman Soma bisa mengangkat dan memainkan dhadhak merak dengan menggunakan kekuatan gigi dan lehernya saja.

“Sudahlah, ayo kita tanyakan pada yang lain, barangkali ada yang tahu di mana topengmu itu,” kata Sarju.

Mereka mendatangi sekelompok pria yang juga berpakaian hitam. Tetapi wajah mereka tampak ramah. Mereka adalah para pemain alat-alat musik. Mereka duduk-duduk di dekat gong, terompet, kendang, ketipung, dan angklung.

“Paman, apakah Paman-Paman semua ada yang melihat topeng Andries?” tanya Sarju.

“Topeng Andries? Hei, kawan-kawan, coba cari di sekitar sini, di antara alat-alat musik kita. Barangkali topeng itu terselip di suatu tempat di sekitar sini,” kata Paman Penabuh Gong.

Mereka langsung sibuk membantu mencari topeng Andries. Tapi walaupun dicari dengan teliti, topeng itu tetap tidak ketemu.

“Mungkin topeng itu ada di tempat lain. Coba kalian tanyakan pada penari lainnya,” usul Paman Penabuh Gong.

Setelah mengucapkan terima kasih, Andries dan Sarju pun melanjutkan pencarian topeng.

 

Sumber gambar : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bujang_Ganong

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar