Keira hanya memperhatikan teman-temannya yang bermain riang di halaman sekolah ketika istirahat. Keira tidak ikut bermain dia lebih suka duduk di dalam kelas atau berdiri di jendela memandang teman-temannya yang asyik berkejaran di halaman. Keira anak yang pemalu, dia tidak bisa membaur dan langsung bergabung dengan teman-temannya. Apabila ada teman yang mendekat dia akan menunduk dan asyik menggambar. Kalau ada yang mengajaknya bercakap-cakap dia akan menjawab dengan kata seadanya. Keira baru mau diajak bermain kalau ada yang mendekati, merayu dan menggandengnya.
Sudah beberapa hari ini Keira murung. Bila di rumahpun dia akan mengurung di kamar. Ayah dan bunda juga bingung, dengan perubahan Keira. Setiap ditanya Keira hanya diam tidak mau menjawab. Hingga esok harinya bunda menemukan catatan di kertas yang tergeletak di bawah meja belajar Keira. Sepertinya tidak sengaja jatuh, dan Keira tidak mengetahui.
Aku tidak suka dengan Vania, aku sebenarnya ingin sekolah namun aku tidak ingin ikut antar jemput. Aku ingin naik kendaraan umum, namun pasti tidak diperbolehkan ayah dan ibuku.
Aku ingin menangis, ini adalah tangisanku yang terakhir, aku berjanji ini adalah tangisanku yang terakhir.
Aku tidak tahu apa yang menyebabkan aku ingin menangis, tiba-tiba saja hatiku merasa sedih dan dadaku terasa sesak.
Tulisan tangan Keira dengan pensil itu membuat Bunda Keira tertegun, mungkinkah ini yang membuat Keira tidak mau sekolah. Keira memang diikutkan antar jemput sekolah demi kenyamanan dan keamanan pulang pergi sekolah. Temannya yang bernama Vania hanyalah sebagian kecil saja yang menyebabkan Keira tidak mau sekolah, namun ada hal lain yang lebih besar lagi yang menyebabkan dia enggan sekolah.
“Yah, Keira tidak usah ikut antar jemput saja, ya?”
“Kenapa Bun, dia kan lebih enak ikut antar jemput temannya kan banyak.”
“Kalau tidak nyaman ikut antar jemput gimana?”
“Memang ada masalah dengan teman-temannya?”
“Mungkin juga, karena Bunda menemukan catatan di bukunya.” Bunda kemudian mengambil buku Keira dan menunjukkan tulisan tangan Keira.
“Ya, sudah besok biar Keira berangkat sama Nesa naik angkot. Nanti kalau sudah bosan naik angkot kita ikutkan antar jemput lagi.”
“Kita tanya dulu sama Keira, mau naik angkot apa antar jemput. Siapa tahu dia sudah berubah pendirian lagi.”
Ayah dan bunda Keira akhirnya menayakan kemantapan Keira ketika pulang sekolah. Keira sudah mau masuk sekolah dua hari ini, namun masih diantar jemput ayahnya.
“Bagaimana Kei, sekolahmu hari ini apakah menyenangkan?” tanya bunda hati-hati.
“Senang bun, aku mulai besok sudah ikut ekstrakurikuler. Aku baiknya ikut apa ya Bun?”
“Yang paling kamu suka apa?”
“Aku ingin menjadi orang kuat, apabila ada yang nakal dan jahat sama aku akan aku lawan. Aku akan ikut Taekwondo ya Bun?”
“Lho kamu kan suka menggambar, kalau Taekwondo kamu nanti capek lho. Belum lagi kalau latihannya di lapangan, pasti panas. Kamu nanti di suruh lari-lari keliling lapangan apa kamu tidak lelah.”
“Tidak Bun, pokoknya aku ingin ikut Taekwondo biar bisa jaga diri.” Kata Keira dengan mantapnya.
Bunda pun tersenyum dan mengalah atas kemauan Keira. Kebiasaan Keira yang suka menggambar dan cita-cita Keira ingin menjadi designer bertolak belakang dengan ekstra yang ingin diikuti Keira.
Hari-hari berikutnya dalam kegiatan ekstra Keira seperti menikmati Taekwondo. Setiap pulang sekolah dia selalu ceria dan semangat mempraktikkan apa yang diajarkan oleh saboeum-nya. Apalagi sore itu dia pulang dengan seragam Taekwondo yang telah dibagikan, dia berjalan dengan gagahnya menggunakan seragam putih-putihnya.
Keira ikut Taekwondo mungkin untuk mengubah dirinya dari putri malu menjadi anak yang berani dan percaya diri. Tidak lagi merasa dirinya lemah dan minder. Orang tua merasa bahagia Keira sudah tidak lagi sering menangis, dia dengan lincahnya memainkan jurus-jurus basic-nya. Dia sangat riang setiap pulang dari ekstra dan selalu memperagakan apa yang telah diajarkan oleh saboeum di depan orang tuanya.