Oleh: Amigusra*
Malam itu udara terasa sangat dingin. Di kamar belakang, Ammar dan Attar meringkuk kedinginan. Mereka berdesakan tidur di kasur yang disediakan nenek. Seminggu ini mereka akan menginap di tempat nenek untuk menghabiskan waktu liburan menjelang ramadhan.
“Mar, kau mendengar sesuatu?” Bang Attar berbisik membangunkan saya.
Dengan setengah membuka mata saya hanya menjawab sambil menggeleng dan memperbaiki selimut yang berantakan.
“Ayolah, Mar. Kau dengarkan itu ada suara orang mengaji di belakang rumah.” Lagi-lagi Bang Attar berusaha membangunkan saya.
Sambil mengucek mata, saya hidupkan lampu kamar dan duduk bersandar di kepala ranjang.
“Ada apa sih, Bang?” Setengah kesal saya menjawab pertanyaan Bang Attar.
“Coba kau dengarkan, ada suara orang membaca alquran di belakang dapur ini.” Setengah berbisik Bang Attar kembali memberi jawaban.
Dengan mengendap-endap kami berdua keluar dari rumah nenek menuju sumber suara yang terdengar. Tidak jauh kami melihat ada sebuah rumah kecil dari kayu yang bercahayakan lampu teplok. Kami sempat ragu dan berpandangan. Bang Attar ingin sekali mengunjungi rumah itu, sedangkan saya sendiri merasa takut dan tidak punya nyali.
“Ayolah pulang bang, nanti nenek mencari kita. Bukankah tidak baik pergi tanpa pamit?” Saya mengajak bang Attar kembali pulang.
“Kita kesana dulu, Mar. abang penasaran siapa yang mengaji tengah malam begini,” ucap bang Attar tanpa ragu.
Ternyata rumah itu cukup jauh dari rumah nenek. Bang Attar yang ngos-ngosan sampai di teras depan rumah tersebut.
“Asalamualaikum. Apakah ada orang di rumah ini?” Bang Attar masuk ke ruangan tersebut.
“Waalaikum salam.” Seseorang menjawab salam kami dia muncul dari kamar sebelah dengan berpakaian rapi dan memakai kopiah.
Sepertinya beliau habis melakukan shalat, terlihat dari pakaian yang dikenakannya. Dia terkejut dan sama terkejutnya dengan kami yang melihat kehadirannya dari samping.
“Kalian siapa? Kenapa tengah malam begini ada disini?” Terlihat gurat kebingungan di wajahnya.
Setelah mengelar tikar dan menyuruh kami duduk dia memperkenalkan diri. Ternyata beliau seorang mahasiswa yang akan mengisi kegiatan Kuliah Kerja Nyata di kampung tersebut. Seharusnya kak Andi sudah sampai siang tadi, karena hujan yang tidak berhenti jadinya kak Andi tiba di lokasi menjelang tengah malam. Sedangkan rombongan kak Andi akan menyusul datang esok hari diantar bus.
“Mari saya antar pulang, tidak baik pergi tanpa pamit apalagi di tengah malam begini.” Kak Andi berdiri mengantar kami pulang ke rumah nenek.
“Nenek tidak menyangka kalian pergi di malam begini tanpa sepengetahuan nenek, kalau terjadi apa-apa tidak ada orang tahu. Jangan diulang lagi ya Amar dan Attar, kalau mau pergi harus minta izin dulu sama orangtua,” ucap nenek dengan sedih ketika kami diantar kak Andi.
“Attar minta maaf, nek.” Bang Attar menghambur kepelukan nenek. Meminta maaf atas kesalahan yang telah kami lakukan. Kak Andi tersenyum sambil mengelus kepala saya pelan.
“Nek, nanti kami boleh main ke rumah kak Andi?” tanya Ammar pagi ini sembari duduk di samping nenek.
Nenek tersenyum sembari mengangguk menanggapi pertanyaan Ammar.
“Nanti nenek yang akan menemani kalian kesana. Nah, sekarang kita sarapan dulu, ya!” Kami bersorak gembira menyambut ajakan nenek.
Rumah yang kami maksud semalam ternyata adalah Langgar yang tidak terurus lagi dan sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat. Oleh kak Andi dan teman-temannya langgar tersebut diperbaiki dan dibenahi untuk dijadikan pusat kegiatan di bulan Ramadahan nanti.
“Kak Andi, apakah Ammar boleh membawa teman-teman kesini untuk membantu kak Andi?” Sambil melihat kak Andi mengaduk cat saya memberanikan diri bertanya.
“Wah, boleh Ammar. Kita bisa bersama-sama membenahi langgar ini.” Kak Andi terkekeh menjawab pertanyaan saya.
Bersama-sama kami membantu kak Andi membenahi langgar yang sudah lama tidak terurus, bergotong royong menyapu halaman dan menyuci karpet di aliran sungai belakang. Terlihat nenek juga sibuk menyediakan cemilan untuk kita bersama dibantu oleh warga yang lainnya. Selama ini kegiatan tidak ada dilaksakanan disana karena masyarakat takut dengan akses jalan yang tidak terurus sehingga terkesan menakutkan.
Liburan saya bersama bang Attar kali ini sangat menyenangkan dengan kegiatan yang bermanfaat. Membantu kak Andi dan warga sekitar dalam membenahi langgar, mandi di aliran sungai sekitar langgar. Dan yang tidak kalah penting, selama seminggu suasana ramadhan di desa saya dan bang Attar diajarkan oleh kak Andi hidup sederhana dan menikmati makanan yang ada disekitar kita.
Selama di rumah nenek kami juga jarang sakit walaupun kami sering mandi hujan. Ternyata alam membuat kami tangguh dan mengajarkan kami kemandirian.
*Gusra Farnita, dikenal dengan nama pena Amigusra lahir di sebuah desa di Padang Pariaman. Memiliki hobi membaca semenjak sekolah dasar, sampai pada akhirnya kecanduan menulis. Kecintaanya pada dunia literasi menjadikannya termotivasi membuat sebuah pustaka di daerah tersebut dengan nama “Taman Baca Si Pintar”. Sudah melahirkan beberapa karya fiksi baik solo maupun antologi. Untuk mengenal lebih dekat dengan penulis bisa melalui Ig ami_gusrafarnita; fb gusrafarnita; email [email protected]