Novel Remaja Laiqa: Berapa Jarak antara Luka dan Rumahmu?

Dari judulnya saja, sudah bisa ditebak kalau novel yang ditulis Nurillah Ahmad ini akan berbicara tentang “luka” dan “rumah”. Diksi yang dipilih penulis dalam prolognya sangat menggambarkan pergulatan pikiran anak remaja yang menumpahkan kekesalannya pada Tuhannya.

UMPAMA ada hari di mana aku ingin membunuh Tuhan, maka hari itulah jawabannya. Hari di mana Mamak mengerjap-ngerjap di atas dipan, tubuhnya yang kurus kering menggelinjang tak keruan sementara mulutnya mengeluarkan darah hitam, adalah saat-saat paling mengerikan bagiku.

Ya, bab awal novel yang masuk dalam nominasi novel remaja islami terbaik IBF ini memang dipenuhi tragedi. Pengalaman hidup Kinar yang ditinggal wafat ibunya, sehari sebelum keberangkatannya ke pondok, yang juga demi memenuhi harapan sang Ibu. Namun setelahnya, tragedi ini kemudian didisrupsi oleh tingkah kocak dan absurd tokoh kedua, Naray. Karakter tokoh kedua ini membuat suasana menjadi lebih lincah dan berwarna, mengangkat tirai gelap yang menyelubungi bagian sebelumnya.

Novel ini dibagi dalam 4 bagian, yang masing-masing bercerita melalui sudut pandang 4 tokoh utama : Kinar, Naray, Ruth, dan Nyai Hashina. Setting pondok pesantren modern yang dipilih penulis sangatlah pas baik dari sisi konflik maupun solusi. Keadaan para tokoh dan sikap para pengajar tidak terkesan dipaksakan, namun secara alamiah latar belakang dan problematika seperti dalam novel ini memang akan bisa kita temui di lembaga pendidikan berasrama.

Setting pesantren juga memberikan sebuah clue pada pembaca bahwa solusi dari permasalahan anak-anak remaja ini akan menyinggung urusan agama Islam, terlebih lagi dalam spiritualitas. Dalam hal literasi sastra, penulis menyisipkan sumber-sumber sastra yang dapat menjadi referensi untuk para calon intelektual muda muslim, serta menjadikan kegiatan literasi sebagai salah satu proses yang dilalui para tokoh dalam penyembuhan lukanya.

Saat membacanya, saya tak sedikitpun merasa bosan karena konflik disusun bertingkat-tingkat. Dari satu masalah, ke masalah lain yang lebih pelik. Saat saya kira masalah tokoh pertama pelik, muncul tokoh kedua yang tampaknya lebih tidak bermasalah tapi lukanya lebih perih, dan seterusnya.

Penulis pun dengan rapi menciptakan karakter setiap tokoh. Bagaimana tiap tokoh menjalani hidupnya di pondok adalah cerminan dari mekanisme pertahanan diri terhadap ujian yang mereka alami. Syukurlah, novel ini bukanlah sekadar kubangan luka. Setiap tokoh kemudian tersembuhkan dengan kehadiran sahabat-sahabat yang mendukung dan guru yang bijaksana.

Novel ini memang powerful. Bagi pembaca remaja, novel ini bisa merefleksikan masalah yang mungkin mereka atau teman-teman terdekat mereka alami. Bagi pembaca dewasa, khususnya para orang tua dan guru, akan bisa melihat anak-anak remaja dengan kacamata empati yang berbeda.

Kalau ada yang masih kurang dalam novel ini adalah style sampulnya yang langsung mengingatkan pada sampul novel populer, Funiculi Funicula. Saya harap sih bisa lebih kreatif lagi, ya. Pun saat melihat cover, saya agak kesulitan mengingat, adegan mana yang sedang digambarkan dalam cover ini?

Kekurangan lain adalah ending. Entah mengapa, menurut saya endingnya terlalu terburu-buru dan kurang dramatis. Tapi syukurlah, tidak mengurangi rasa puas saya dengan keseluruhan cerita. Saya akan dengan senang hati mengoleksi buku ini.

Jumlah Halaman
208

Penerbit
Elex Media Komputindo

Tanggal Terbit
13 Mar 2023

Berat
0.18 kg

ISBN
9786230046513

Lebar
12.5 cm

Bahasa
Indonesia

Panjang
19.2cm

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Novel Remaja Laiqa: Berapa Jarak antara Luka dan Rumahmu?”

Tinggalkan komentar