Bagai Umar bin Khattab
Sore menjelang, Maryam dan Yahya sedang bersiap menuju Rumah Ustadzah. Yahya sangat bahagia bisa ikut kelas tahfidz Ramadhan lagi. Walau merasa sedih karena harus merelakan dua hari yang berharga. Mereka berangkat dengan mengendarai sepeda Maryam dan Yahya duduk di kursi boncengan.
Saat Yahya memasuki rumah Ustadzah teman-teman disana menyapanya dengan hangat. Menanyakan kondisi kesehatannya. Sakit apa? Apakah sudah sembuh? Semuanya semangat menyambut kembali kehadiran Yahya. Seperti biasa, saat jam sudah menunjukkan pukul 16.15, Maryam akan mengajak teman-teman untuk tertib mengambil tempat untuk murojaah hafalan dan mengambil antrian untuk menyetorkan tambahan hafalan kepada Ustadzah. Setelah semuanya tuntas menyetorkan hafalan, Ustadzah mengajak semua anak untuk membentuk lingkaran besar, karena Ustadzah akan membacakan salah satu kisah sahabat Nabi Muhammad Sallallahu ‘alayhi wasallam.
Sebelum bercerita, Ustadzah terlebih dahulu bertanya pada anak-anak.
“Siapa sahabat favorit anak-anak shaleh-shalehah semua?” tanya Ustadzah dengan lembut.
“Abu Bakar As-Shiddiq”
“Umar bin Khattab,”
“Utsman bin Affan,”
“Ali bin Abi Thalib,”
“Khalid bin Walid,” anak-anak menyerukan tokoh sahabat favorit mereka masing-masing.
“Masya Allah, semuanya sudah mengenal banyak sahabat Rasul ya, keren sekali!” puji Ustadzah.
“Nah, berhubung hari ini kita bahagia, karena Yahya sudah ikut bergabung dengan kita hari ini, maka Ustazdah akan menceritakan tokoh sahabat favorit pilihan Yahya. Yang lain setuju enggak? Ustadzah menambahkan lalu meminta persetujuan anak-anak.
“Setujuuuu,” anak-anak bersorak.
“Kalau begitu, Maryam, siapa sahabat Favorit versi Yahya?” tanya Ustadzah.
“Loh, kok nanya Kak Maryam, Ustadzah?” celetuk Vian.
“Karena Maryam mungkin tahu, tokoh sahabat favorit Yahya. Iya, kan?” Ustadzah mengarahkan wajahnya pada Maryam, seolah memberi isyarat.
“Umar Bin Khattab, Ustadzah. Karena keberaniannya, bahkan setan pun enggan melewati jalan yang dilewati oleh Umar Bin Khattab,” Maryam menjelaskan.
“Waaah keren,” celetuk salah satu anak kelas tahfidz lain.
“Masya Allah, keren yah Umar Bin Khattab radhiyallahu anhu. Sangat pemberani. Siapa yang ingin menjadi seperti Umar Bin Khattab” Ustadzah menegaskan.
“Saaayaaaa,” hampir semua anak bersorak, namun justru Yahya yang diam tertunduk.
“Loh Yahya kenapa? Umar bukan tokoh favorit Yahya?” tanya Ustadzah.
Yahya mengangkat kepala, melirik Maryam lalu memberi isyarat mata, seolah meminta pertolongan. Tapi, Maryam malah mengabaikannya dan memberi lirikan mata seolah meminta Yahya menjawab pertanyaan Ustadzah.
“Hmm, sebenarnya Umar Bin Khattab radiallahu anhu itu sahabat terfavorit Yahya Ustadzah, tapi Yahya malu, karena masih belum jadi anak yang berani. Yahya masih takut gelap, apalagi kalau malam. Takut hantu juga. Padahal, Umma selalu bilang, kalau ada Allah subhana wata’ala yang selalu menemani,” Yahya berhasil menjelaskan dengan detail, setelah akhirnya memberanikan diri membuka suara.
“Masya Allah, Yahya tau enggak. Yahaya itu baru aja memberikan contoh bentuk keberanian seorang anak. Yahya berani mengakui kekurangan Yahya. Tapi, bukan berarti Yahya tidak hebat ya, karena semua orang pasti punya kekurangan. Coba deh, Ustadzah tanya dulu. Disini, siapa yang masih takut gelap?” Ustadzah mencoba memotivasi Yahya.
“Sayaa, Akuu,” anak-anak lain ramai bersorak.
“wah, ternyata hampir semua masih takut gelap, hihihi,” tutur Ustadzah.
Anak-anak saling menatap lalu tertawa bersama. Yahya pun tersenyum, ternyata teman-temannya juga masih takut gelap.
“Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam bersama sahabat-sahabat beliau, merupakan teladan kita. Meskipun kita belum mampu seperti mereka. Tapi, tugas kita apa?” tanya Ustadzah.
“Berusaha meneladani mereka Ustadzah,” jawab Maryam penuh semangat.
“Benar, Masya Allah,” puji Ustadzah.
Suasana kelas Tahfidz penuh semangat kebaikan. Anak-anak termotivasi untuk meneladani Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam beserta sahabat-sahabat beliau.