PETUALANGAN DOLLABELLA [Part 12 Profesor Nakamura]

Alana berjalan keluar dari mulut gua yang berbentuk tiram raksasa itu, diikuti oleh ketiga orang sahabatnya. Mereka masih kebingungan, karena sama sekali tak tahu ke mana tiram raksasa itu membawa mereka.

Tiba-tiba saja mereka telah berada di halaman belakang sebuah rumah kayu. Atapnya terbuat dari susunan genting yang membentuk trapesium dengan garis-garis yang melengkung. Pintunya terbuat dari kayu berbingkai kotak-kotak, dengan kaca yang tak tembus pandang.

“Hmmm … aku mencium wangi lezat makanan, sepertinya bau kue Dorayaki yang sedang dipanggang,” ujar Kalma. Air liurnya hampir saja menetes.Bau yang lezat itu sepertinya berasal dari bagian dapur yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. “Aduh, perutku jadi keroncongan,” rintih Kalma sambil memegangi perutnya.

“Ssttt … jangan ribut! Nanti kita bisa ketahuan oleh pemilik rumah ini.” Alana berujar sambil menempelkan telunjuk ke mulutnya.

Tiba-tiba seorang laki-laki yang berusia sekitar 60 tahun, keluar melalui pintu belakang rumah itu dan berjalan ke arah mereka. Keempat anak perempuan itu ketakutan. Mereka tak menemukan tempat untuk bersembunyi. Adora memicingkan matanya sambil menahan napas. Keringatnya mulai bercucuran.

Laki-laki itu terkejut melihat mereka, lalu menanyakan sesuatu dalam Bahasa Jepang . Namun, anak-anak itu tidak mengerti sedikit pun.

“Maaf, kami tidak sengaja berada di sini. Tiram raksasa inilah yang membawa kami masuk ke pekarangan Anda tanpa meminta izin terlebih dahulu.” Nabiella mencoba menjelaskan dengan Bahasa Inggris yang telah ia pelajari di sekolah.

“Oow … ha ha ha … selamat datang di Jepang!” Tiba-tiba laki-laki itu tertawa. “Apakah kalian berasal dari pulau Dollisola?” tanyanya lagi dalam Bahasa Inggris sambil terkekeh.

Anak-anak pun terperanjat ketika menyadari bahwa mereka saat itu ternyata berada di Jepang. Tempat yang sangat jauh dari rumah mereka.

“Jepang? Bagaimana mungkin?” seru Kalma tak percaya.

“Iya, kami sedang bermain di pulau Dollisola, dan menemukan botol ini,” jawab Adora sambil menunjukkan botol kaca yang berisi peta pulau Dollisola.

“Ooh … ternyata petaku tertinggal di pulau itu! Beberapa pekan yang lalu aku berkunjung ke pulau Dollisola dengan menggunakan tiram raksasa ini.” Laki-laki itu menjelaskan dengan antusias dan bangga. “Oh ya, perkenalkan aku adalah Profesor Nakamura, akulah yang membuat Tiram itu.”

“Waah, Anda yang membuatnya? Pasti anda orang hebat, Profesor!” ungkap Nabiella kagum.
Profesor Nakamura mengajak Alana dan teman-temannya untuk berkunjung ke rumahnya. Mereka disuguhi ocha, teh hijau khas Jepang yang ditemani taiyaki, kue berbentuk ikan yang berisi kacang merah, buatan Bu Nakamura. Taiyaki yang masih hangat itu, terasa lezat sekali. Renyah di bagian luarnya tapi lembut di bagian dalamnya.

“Wanginya persis kue Dorayaki,” bisik Kalma pada Adora. Sahabatnya itu hanya mengangguk sambil membenahi kerudungnya yang sudah mulai acak-acakan.

Profesor Nakamura adalah seorang peneliti yang berhasil membuat tiram teleportasi setelah 20 tahun melakukan uji coba. “Akhirnya, pintu kemana saja Doraemon itu sekarang tak lagi hanya bisa ditemukan di dalam film,” ujarnya sambil tersenyum puas.

Nabiella mencubit tangannya sendiri. “Aduh sakit … ternyata aku tidak sedang bermimpi,” desisnya pelan.

“Ya, semua ini nyata, kau tidak sedang bermimpi, Nona kecil.” Profesor Nakamura mencoba meyakinkan

“Tapi … apakah kami bisa kembali lagi ke Pulau Dollisola, Profesor?” Kalma mulai merasa khawatir jika tak bisa pulang.

“Tentu saja, InsyaAllah,” jawab sang profesor.

“Tapi, apa Kalian tak ingin jalan-jalan sebentar di kota ini? Kebetulan hari ini ada festival yukata.”

“Yukata? Waah, sungguh tawaran yang sulit untuk ditolak,” Mata Nabiella pun tampak berbinar-binar. Keempat anak itu begitu senang akan diajak ke sebuah festival musim panas di Jepang.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar