#TalisCerpen Aku dan Tuan Kecilku

Tubuh kecilku terlempar kesana kemari. Tangan mungil itu mengambil satu persatu tubuhku yang berserakan. Sepertinya ia menuangku dalam keadaan terlalu bersemangat. Setelah seluruh bagianku yang berserakan terkumpul diatas alas bermain. Tuan kecilku mulai memainkanku, sepertinya, kali ini ia ingin membuat pesawat terbang. Ia merangkaiku menjadi sayap kanan dan kiri pesawat. Wah, Tuan kecilku sungguh berbakat.

Aku si Lego, mainan yang dibuat oleh Ole Kirk Christiansen asal Denmark. Nama panjangku led godt yang artinya bermain dengan baik. Biar lebih akrab, kalian bisa memanggilku dengan panggilan Lego saja ya.

“Anak Bunda, main apa?”

Raffi menoleh, sejenak menghentikanku dalam bermain, “main lego Bunda”

“Legonya mau dibuat jadi apa?”

“Mau buat pesawat tempur yang besaaarrr”, jawab Raffi sambil membuka tangannya lebar-lebar.

Bunda tertawa melihat ekspresi tuan kecilku ini, sepertinya Bunda ingin membantu Raffi menyusunku.

“Bunda jangan ikutan, Raffi bisa sendiri”,

“Baiklah, setelah bermain jangan lupa dibereskan ya”

Raffi tersenyum, “Siap Bunda”.

Setiap hari, Raffi, tuan kecilku ini memang memainkanku. Ayah sudah membelikan banyak sekali jenis mainan lain, tapi Raffi tetap menyukaiku. Mungkin karena jenis dan bentukku bermacam – macam.

Sayangnya, tuan kecilku belum sepenuhnya mandiri. Setelah bermain, walau Bunda sudah menyuruhnya berkali-kali, tetap saja Bunda atau Ayah yang membereskanku. Rasanya sedih bercampur khawatir pada Raffi ketika ia meninggalkanku. Tubuhku yang mungil berserakan, malangnya juga dapat melukai kaki siapapun yang menginjakku.

Ah, jangan sampai hal itu terjadi. Aku tak ingin ujung tubuhku yang sedikit tajam ini melukai siapapun.

“Horaayyyy, pesawatku jadi, Bundaa, aku bisa bikin pesawat tempur super hebaatt”, Raffi berteriak senang dan memainkanku seakan pesawat sungguhan. Ia berlari ke dapur dan memperlihatkanku pada Bunda.

“Hebat anak Bunda, kalau mainnya sudah selesai, jangan lupa di bereskan ya nak”

“Siap Bunda, wuss… wusss”, kata Raffi sambil memutar mutar tubuhku ke berbagai arah.

Bahagia rasanya jika dapat mengasah kreativitas tuan kecilku ini. Bunda juga tampak bangga setiap melihat hasil karya Raffi, sepertinya ia memang berbakat dalam membentuk dan menyusun sesuatu.

“Meong… meong…”

“Eh, ada Kitty disini, kamu mau main sama aku ya?”

Raffi meletakkanku di meja makan, mengambil Kitty dan mulai membawanya keluar rumah.

Raffi, jangan tinggalkan aku, ayo bereskan dulu semua tubuh mungilku

Namun Raffi tetap asyik bermain dengan Kitty. Aku melihat Bunda berusaha membujuknya untuk membereskan mainan. Raffi tak mendengar, ia tetap asyik bermain dengan Kitty. Bunda mengambilku dari atas meja. Bunda juga mulai membereskan semua tubuh mungilku yang berceceran diatas alas bermain.

“Aww….”

Aku mendengar teriakan kecil Bunda, juga melihat Raffi berlari menuju Bundanya.

Darah berceceran di sekitarku. Aku melihat Bunda meringis kesakitan.

“Kaki Bunda banyak darahnyaa”, Raffi mulai menangis melihat kaki Bunda yang terluka saat menginjakku.

Apa yang aku khawatirkan benar-benar terjadi, tubuhku melukai Bunda, aku merasa sangat sedih sekali.

“Tidak apa-apa Raffi, tolong ambilkan kotak P3K diatas meja rias Bunda nak”,

Sembari menangis sesenggukan, Raffi menuruti perkataan Bunda.

Raffi menyerahkan kotak P3K sambil menyeka air matanya, “Raffi bantu merapikan lego ya Bund”,

Bunda tersenyum, “Iya nak, terima kasih ya”,

Tubuh kecilku diangkat satu persatu oleh Raffi, ia memasukkanku kedalam kotak dengan sangat hati-hati. Aku merasa senang karena Raffi mulai belajar mandiri, walau masih tersisa sedikit perasaan sedih karena luka Bunda. Memang, setiap peristiwa, baik senang maupun sedih dalam hidup selalu akan meninggalkan pelajaran berharga. Hanya saja, pilihannya ada pada kita, mau mengambil hikmahnya atau tidak.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar