Bab 13
Sejarah Lagu Gending Sriwijaya
Sebelum Bufi menceritakan tentang sejarah dari tari, lirik hingga nada Gending Sriwijaya. Dia membawa Ajeng ke Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, sebuah taman yang dahulunya dikenal dengan Situs Karanganyar.
Taman purbakala yang terletak di tepi utara Sungai Musi di kota Palembang itu, diduga menjadi kawasan pemukiman dan taman yang dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya.
Sembari menikmati keindahan taman yang asri nan cantik, Ajeng mulai menyimak baik-baik cerita Bufi. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.
“Jadi, ya, Jeng. Awal munculnya Tari Gending Sriwijaya itu dari permintaan pemerintahan Jepang yang ada di Karisidenan Palembang kepada Hodohan untuk ….”
“Tunggu-tunggu … Hodohan itu apa?” potong Ajeng.
“Hihihi, lupa nggak ngasih tahu. Hodohan itu Jawatan Penerangan Jepang. Bingung juga, apa itu jawatan?” tanya Bufi seraya cekikikan. Ajeng lantas mengangguk malu.
“Jawatan itu dinas atau bagian dari departemen pemerintahan.”
“Oooh ….”
“Oh … bunder?” canda Bufi. “Aku lanjutin lagi, ya. Jadi, pemerintah Jepang meminta kepada Hodohan untuk menciptakan sebuah lagu dan tari, sebagai penyambut tamu yang hendak berkunjung ke Sumatera Selatan.”
“Terus siapa yang ciptain tari dan lagunya?”
“Kalau musik atau nada lagu itu diciptakan oleh Ahmad Dahlan bin Mahibat, kalau tariannya oleh Tina Haji Gong dan Sukainan A. Rozak. Kalau liriknya … ini banyak penciptanya, Jeng.”
“Emang siapa aja?”
Bufi kembali melanjutkan ceritanya. Jadi, yang menuliskan lirik lagu Gending Sriwijaya adalah Nungcik A.R. Dia seorang wartawan dan sebagai ketua. Lalu, ada Salam Astrokesumo dan M.J. Suud sebagai anggota. Hingga akhirnya mendapat masukan dari R.H.M Akib.
“R.H.M Akib sendiri seorang pengamat dan pemerhati sejarah di Palembang, loh, Jeng.”
“Waah … sebuah lagu, tapi yang ikut ciptain orang-orang hebat?” Ajeng berdecak kagum.
“Itu mengapa lirik lagunya bagus dan mempunyai makna yang dalam, Jeng. Jadi, baik lagu maupun tarian menggambarkan keluhuran budaya, kejayaan, dan keagungan kemaharajaan Sriwijaya yang pernah berjaya mempersatukan wilayah Barat Nusantara pada zaman dahulu.” Bufi menerangkan.
“Itu artinya, lagu ini menunjukkan kerinduan orang Palembang pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, ya, Bufi?”
“Betul kamu, Jeng.” Bufi mengangkat dua jempolnya ke atas. “Oya, penampilan pertama tarian ini ada di halaman Masjid Agung Palembang, loh.”
Ajeng kemudian meminta Bufi untuk mengajarinya bernyanyi lagu Gending Sriwijaya.
“Kamu yakin, Jeng? Nanti, belum apa-apa kamu sudah bilang capek atau bosan,” ledek Bufi.
“Enggak akan, Bufi. Aku ingin bisa lirik dan nadanya. Jadi, kan, kalau aku belajar tarian ini bisa sambil nyanyi.”
“Baiklah, dengar baik-baik, ya.”
Ajeng pun mengangguk. Kemudian, Bufi menarik napas dalam-dalam sebelum mulai bernyanyi. Gaya lagu ini sendiri mirip seriosa yang mendayu-dayu dengan nada tinggi.
🎶🎶Di kala ku merindukanmu keluhuran dulu kala
Kutembangkan nyanyian lagu Gending Sriwijaya
Dalam seni kenikmatkan lagi zaman bahagia
Kuciptakan kembali dari kandungan Maha Kala
Sriwijaya dengan Asmara Agung Sang Maha Guru
Tutur sabda Dharmapala Sakyakhirti Dharmakirti
Berkumandang dari puncaknya Siguntang Maha Meru
Menaburkan tuntunan suci Gautama Buddha Sakti
Borobudur candi pusaka di Zaman Sriwijaya
Saksi luhur berdiri tegak kukuh sepanjang masa
Memasyurkan Indonesia di Benua Asia
Melambangkan keagungan sejarah nusa dan bangsa
Taman Sari berjenjang emas perlak Shri Ksetra
Dengan kolam pualam bagai di Surga Indralaya
Taman Putri turunan Maharaja Syailendra
Mendengarkan nyanyian dendang Gending Sriwijaya🎶🎶
“Gimana udah bisa ngikutin belum?” tanya Bufi seraya menjawil dagu Ajeng yang melongo.
“Liriknya bagus banget, Bufi. Tapi, aku belum bisa.” Ajeng sedikit kecewa.
“Tenang, nanti aku tulis liriknya, biar kamu bisa menghafal. Sekarang, saatnya kamu pulang.”
Ajeng kembali kecewa. Dia masih ingin keliling Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya
lebih dahulu. Sayang jika sudah sampai Palembang, tetapi tak jalan-jalan.