ONDEL-ONDEL DI TERAS RUMAH

“Huaaa, takut, takut!” seru Nada sambil menunjuk ondel-ondel di teras rumah. Nuri lalu membawa adiknya ke dalam rumah, menjauhkannya dari si ondel-ondel.
“Nada takut. Matanya melotot,” ucapnya.
Tadi pagi, seseorang mengirimkan ondel-ondel ke rumah. Ukurannya tidak terlalu besar. Tingginya sekitar satu meter, setinggi Nuri. Ondel-ondel itu milik Pak Naim, tetangga sebelah rumah Nuri. Karena Pak Naim sedang pergi, maka dititipkanlah ke rumah Nuri.
Sambil menggendong Nada, Nuri pergi ke kamar orangtuanya. Diambilnya sehelai kain sarung di dalam lemari dan sebuah kacamata hitam di atas meja rias Ibu.
“Kita bikin ondel-ondelnya tambah ganteng, yuk,” ucap Nuri.
“Tapi Nada takut,” katanya.
“Kalau begitu, Nada tunggu di sini sebentar, ya,” kata Nuri.
Nuri lalu menurunkan adiknya dan berlari ke teras rumah. Semenit kemudian, ia berseru.
“Nada, ke sini. Ondel-ondelnya udah enggak serem lagi,” teriak Nuri.
Nada pelan-pelan berjalan ke teras rumah. Dilihatnya boneka ondel-ondel itu, berkacamata hitam dan berkalung sarung.
“Seperti Ayah,” senyum Nada.
“Iya, ya…seperti Ayah. Hahaha,” Nuri tergelak.
Tak lama kemudian, datanglah Ayah dan Ibu dari pasar. Nuri pun menceritakan tentang ketakutan Nada.
“Ondel-ondel memang sengaja dibuat melotot matanya supaya terlihat seram, karena dibuat untuk menjaga kampung dari bahaya dan musibah,” ujar Ayah.
“Ngomong-ngomong, ini ondel-ondel atau Ayah, sih? Mirip banget,” tanya Ibu.
“Ini bukan ondel-ondel, ini Ayah,” jawab Nada sambil memeluk ondel-ondel itu. Semua pun tertawa mendengar jawaban Nada.

-Cerpen ini diikutsertakan dalam lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024-

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar