Pencarian Vesivatoa [Part 10 : LAUTAN MANUSIA ]

Baru selangkah keluar dari pintu, seseorang menabrak Adora hingga ia terhuyung. Untunglah Asher sigap menangkapnya.

“Ayo, kita jalan. Tetap bersama-sama ya, Anak-anak!” suara Asher terdengar dari mini speaker di dalam helm masing-masing. Begitu Asher melangkah, lautan manusia itu seakan membelah demi memberi ruang bagi mereka untuk masuk.

Semua orang mengenakan outdoor suit yang mirip seperti mereka, hanya saja lebih kusam dan sederhana. Kios-kios dan rumah makan berderet di pinggir jalan. Tidak seperti di Samaila yang serba teratur, di sini kios bisa beraneka bentuk dan warna catnya.

Mereka terus menyusuri jalanan yang cukup lebar dan padat. Sebuah aliran besar memisahkan dua jalan yang arahnya berkebalikan. “Asher, aliran apa itu di samping kita?” tanya Kalma sambil menatap aliran besar seperti sungai, tapi bukan dialiri air, melainkan benda-benda serpihan yang berwarna hitam dan abu-abu. Alirannya lambat sekali, seolah membawa cairan yang kental dan berat.

 “Oh… itu sungai Mekong.” jawab Asher singkat, namun membuat anak-anak itu termenung.

“Mekong? Maksudmu ini sungai panjang yang melintasi enam negara di Asia. Sungai penuh sejarah dan legenda itu?” Kalma mulai mengoceh seolah sedang membuka buku sejarah.

“Ya, betul, namanya memang tak berubah sejak jaman kuno” potong Asher.

 “Kotor sekali …,” sedih Adora sambil menghela napas. 

“Ya…begitulah nasib negeri ini.” Asher menjawab dengan nada sedih juga.

Asher memandu mereka menyusuri area itu. Jumlah manusia belum juga berkurang, bahkan semakin padat hingga suasananya bagai lautan manusia. 

Adora berjalan melipir untuk menyaksikan sungai itu lebih dekat. Bentuknya sama sekali tidak seperti sungai lagi. Hanya tampak lumpur hitam yang dipadati beraneka ragam sampah. Kalau tidak mengenakan outdoor suit, mungkin orang-orang sudah muntah mencium baunya.

 Tiba-tiba seorang Bapak yang berjalan terburu-buru menabrak Adora. Ia kehilangan keseimbangan hingga jatuh terduduk di tengah-tengah arus manusia yang terus bergerak itu. Seseorang datang menarik tangan Adora agar bisa segera berdiri.

“Hati-hati! Kau  bisa-bisa terinjak!” seru orang itu.

Adora mengucapkan terima kasihnya, lalu berusaha mencari teman-temannya. Celakanya dia tidak bisa menemukan Asher maupun teman-temannya lagi. Apalagi semua orang mengenakan kostum yang sama. Adora berusaha melihat satu persatu orang di sekitarnya. Namun, mereka semua tidak ada yang dikenal.

Mata Adora mulai memanas, tapi berusaha untuk tidak menangis karena khawatir tidak bisa mengusap matanya jika menggunakan kostum ini. Adora tidak bisa membayangkan harus tersesat di masa depan dan tidak bisa kembali lagi ke rumahnya. Ya Alllah … please aku masih ingin bertemu Mama dan Papa, rintihnya dalam hati.

“Adora, ini Asher! Kamu di mana?” Terdengar suara dari speaker kecil di helm-nya.

“Asher!” teriak Adora lega. “Aku masih di dekat sungai dan tidak bisa menemukan kalian,” jelasnya.

“Kamu tahu kan, sungai ini panjang sekali? Tolonglah buat deskripsi yang lebih spesifik!” jawab Asher ikut-ikutan panik. Jika Adora hilang, bisa-bisa Nona Areth mengamuk dan tak mau menyapanya lagi seumur hidup. “OK, tolong sebutkan koordinatmu!”

“A-aku tidak tahu!” jawab Adora hampir menangis. Di layar helm-nya Adora bisa melihat berbagai tombol, tapi dia tidak tahu bagaimana cara menggunakannya. Apalagi harus menentukan posisinya saat ini. Lautan manusia yang berjalan cepat membuatnya terus terdorong terbawa arus, tanpa tahu arah.

“Adora, kau masih mendengarku?” Suara Asher kembali muncul. “Berusahalah tetap tenang, usahakan berjalan ke pinggir. Mendekatlah ke satu gedung! Tunggu kami di sana, jangan kemana-mana!” perintah Asher.

Adora berusaha berjalan ke gedung terdekat yang bisa ditemuinya. Tidak mudah menyelip di antara orang-orang yang berjalan terburu-buru. Ia harus tetap berjalan walaupun terdorong kesana kemari. Akhirnya dia sampai di depan rumah besar berwarna merah, menunggu Asher dan teman-temannya datang.

“Adora!” Tiba-tiba terdengar teriakan Kalma. Anak itu muncul bersama teman-temannya yang lain dan juga Asher tentunya.

“Alhamdulillah … kalian datang juga!” seru Adora lega. “Terima kasih teman-teman, maaf aku merepotkanmu Asher.” Rasanya Adora ingin sekali memeluk teman-temannya itu.Namun, berpelukan dengan kostum stormtrooper itu pasti tidak nyaman.

“Syukurlah kami bisa menemukanmu,” kata Asher. “Berita bagusnya, bangunan ini adalah tempat yang memang akan kita kunjungi.

Sebelum mereka masuk, tampak beberapa orang yang menghampiri mereka, untuk menyapa Asher tentunya. Kalma diam-diam memperhatikan Asher yang sering sekali disapa orang lain. Selama sepuluh menit saja mereka berjalan, sudah lima orang berjabat tangan dengannya. Tak terhitung yang sekadar melambaikan tangan. 

“Asher, kamu aktor atau apa sih, kok banyak banget yang ingin salaman?” tanya Kalma penasaran. 

“Haha, aku memang ganteng tentu saja. Tapi tidak, aku bukan aktor. Di Chinaza kami biasa saling bertegur sapa dan saling menolong sebisanya,” jawab Asher yang menyombong dan merendah sekaligus.

“Eh, sebentar …  bagaimana kamu bisa mengenali dan dikenali orang lain, sedangkan kita semua kan memakai helm?” Nabiella penasaran. 

“Sekali kulit kalian menyentuh kostum ini, data kalian sudah terunduh dalam bank data outdoor suit. Orang lain yang memiliki nama kita dalam memorinya, yaa… seperti phonebook di telepon genggam di zaman kuno kalian lah, akan dapat mengenali kostum yang kita kenakan,” jelas Asher panjang lebar. 

“Di layar kecil ini aku bisa melihat foto, sebuah kode angka, dan nama lengkapmu, Asher Wiranesha Maldini,” kata Ghazi. 

“Ya, karena hanya itu data yang kuijinkan untuk dilihat orang lain. Nah, orang-orang tertentu mendapatkan hak untuk mengetahui koordinat posisi seseorang. Aku tadi meminta akses itu untuk mencari posisi Adora.”

“Nah … kita sudah sampai. Rumah ini lebih berharga dari gudang emas dan berlian,” Asher mengajak anak-anak masuk ke sebuah rumah besar berwarna merah. Layar virtual kecil di dalam helm muncul kembali memberitahukan identitas lokasi tersebut. Laboratorium Obat dan Makanan Negeri Chinaza.

Bagikan artikel ini:

4 pemikiran pada “Pencarian Vesivatoa [Part 10 : LAUTAN MANUSIA ]”

Tinggalkan komentar