Pagi ini Tebi bersemangat berangkat ke sekolah. Ini adalah sekolah barunya. Ia baru saja pindah bersama keluarganya ke suatu daerah di tengah kota.
Ayah juga tidak kalah semangat dengan Tebi. Ayah sudah siap mengantar Tebi ke sekolah dari tadi pagi. Tebi pun sudah rapih dengan seragam dan peralatan sekolahnya.
“Ayo, kita berangkat, Nak,” ucap Ayah sambil menyalakan mesin sepeda motor.
Tebi duduk di belakang ayahnya. Tebi dan sang Ayah berkendara dengan sepeda motor menuju sekolah baru Tebi.
Saat sudah sampai di sekolah, Ayah mengantar Tebi ke ruang guru. Di sana ada Ibu Guru yang akan menjadi wali kelas Tebi. Setelah itu, Ayah pun berpamitan meninggalkan Tebi.
Tebi masih dengan semangat yang sama, begitu gembira berjalan ke dalam kelas ditemani Ibu Guru. Para murid dalam kelas langsung menoleh saat Tebi tiba. Semua pandangan tertuju pada Tebi.
“Tebi, ini kelasmu. Ayo, perkenalkan dirimu kepada teman-teman,” ujar Ibu Guru.
Tebi yang berdiri di depan kelas menjadi sedikit gugup. Namun, ia tetap berusaha percaya diri.
“Halo, perkenalkan namaku Tebi. Aku berusia tujuh tahun. Salam kenal ya teman-teman,” Tebi berbicara lantang.
“Halo, Tebi,” balas murid-murid di dalam kelas.
Tebi pun duduk di bangku yang kosong. Bangku yang terletak di pojok belakang kelas. Tebi duduk sendirian, teman sebangkunya ternyata sedang tidak masuk sekolah karena sakit.
Pelajaran hari ini sangat menyenangkan. Tebi mengenal nama-nama hewan dengan bahasa Inggris. Ada fish (ikan), bird (burung), cat (kucing), dan elephant (gajah).
Di saat jam istirahat tiba, Riko dan beberapa teman sekelas Tebi menghampiri bangku Tebi. Mereka bercanda dan bertanya berbagai hal mengenai Tebi. Tebi sendiri senang bercanda bersama mereka. Namun, sayangnya ada kalimat yang tidak Tebi sukai.
“Tebi, kamu tahu elephant kan? Badannya mirip denganmu, hahaha,” Riko mengejek Tebi tanpa merasa bersalah.
Teman yang lain sudah menegurnya agar Riko meminta maaf pada Tebi, tapi Riko tidak mau meminta maaf.
***
Sepulang sekolah, Tebi bercerita kalau ia diejek oleh temannya pada sang Ibu. Sambil menangis, Tebi bercerita panjang lebar. Ibu Tebi mengerti perasaan Tebi, pasti sedih dan kecewa.
“Tebi, besok hari libur kita jalan-jalan, yuk! Kita pergi ke kebun binatang. Bagaimana?” ucap sang Ibu.
“Iya, Tebi mau, Bu,” jawab Tebi bersemangat.
Akhirnya, esok hari tiba. Tebi bersama ayah dan ibunya pergi berlibur ke kebun binatang. Di sana Tebi merasa senang sekali, sebab ia melihat banyak sekali hewan, seperti yang pernah diajarkan oleh Ibu Guru di kelas. Tebi ingat semua Bahasa Inggris dari bintang-bintang di sana. Namun, saat melihat gajah, Tebi menjadi murung karena teringat ejekan temannya.
Ayah Tebi pun mendekat dan merunduk sambil merangkul Tebi.
“Nak, gajah itu hewan yang tangguh. Badannya besar bukan berarti jelek, justru gajah adalah hewan yang kuat, mandiri, suka menolong, dan hebat. Jadi, mungkin kata temanmu itu, kamu seperti gajah yang tangguh. Tidak mudah menyerah dan putus asa walau diejek seperti apapun. Tebi tangguh seperti gajah,” ucap Ayah pada Tebi.
“Begitu ya, Ayah? Berarti seharusnya Tebi tidak marah dan murung, tapi justru Tebi bisa mencontoh ketangguhan gajah, ya,” Tebi kembali bersemangat.
“Betul sekali!”
Hari berikutnya, Tebi menjadi lebih percaya diri. Hingga di sekolah saat bertemu Riko, Tebi justru semakin berbuat baik kepada Riko. Menolongnya saat kesusahan, seperti hari ini, Riko terjatuh dari sepedanya dan badannya tertimpa sepeda. Tebi pun tanpa pikir panjang segera menolong Riko. Ia mengangkat sepeda Riko dan membantu Riko kembali berdiri.
Sejak kejadian itu, Riko menjadi merasa bersalah dan ia pun meminta maaf pada Tebi, sebab sudah pernah mengejeknya. Tebi pun memaafkan Riko dengan senang hati. Riko pun salut kepada Tebi dan mereka akhirnya berteman baik.