Hari ini adalah hari Selasa. Sepulang sekolah, Raya harus ikut bimbel matematika. Guru bimbel matematikanya adalah Pak Januar. Beliau adalah seorang guru matematika berpengalaman. Berkat tangan dinginnya, banyak anak didiknya yang jadi juara matematika. Raya beruntung bisa jadi salah satu muridnya. Tapi, Raya tak merasa demikian.
“Raya, kerjakan soalnya dengan benar! Ini masih salah!”tegur Pak Januar dengan wajah galak dan suara tinggi.
Mendengar Pak Januar marah, Raya gemetaran. Ia dimarahi gara-gara melakukan kesalahan. Raya tidak bisa mengerjakan soal dengan benar. Padahal Pak Januar sudah menjelaskan cara mengerjakannya. Sepanjang bimbel, Raya benar-benar tidak bisa berkonsentrasi. Jawabannya pun salah. Raya harus ditegur oleh Pak Januar.
Sepulang bimbel, Raya terus saja menggerutu. Teringat jelas wajah Pak Januar ketika marah tadi. Ini bukan pengalaman pertamanya dimarahi guru bimbelnya itu. Setiap ikut bimbel matematika, Raya pasti dimarahi. Apalagi kalau bukan gara-gara tidak bisa mengerjakan soal dengan benar. Oleh karena itu, Raya tak mau lagi ikut bimbel. Raya tak mau lagi dimarahi oleh Pak Januar.
“Ibu, aku tidak mau lagi ikut bimbel matematika. Gurunya galak.”ujar Raya.
“Masa sih?”tanya ibu tak percaya.
“Iya bu. Kalau jawabanku salah, aku langsung dimarahi. Ibu, aku berhenti ikut bimbel matematikanya ya?”tanya Raya.
“Raya, jarang ada kesempatan ikut bimbel matematika bersama Pak Januar. Pak Januar itu sibuk sekali loh. Kamu beruntung bisa dapat kesempatan ini.”jelas Ibu.
“Iya, kesempatan dimarahi terus.”keluh Raya.
Diam-diam Raya menyesal. Tempo hari ia yang memohon ke ibu untuk mencarikannya guru bimbel matematika. Maklum, selama ini Raya selalu gagal di pelajaran matematika. Nilai matematikanya sangat jelek. Itulah sebabnya ia sangat ingin ikut bimbel matematika. Raya tidak ingin lagi dapat nilai jelek di pelajaran matematika. Tapi, kini ia merasa keputusannya itu salah.
“Tahu gurunya galak, aku tidak mau ikut bimbel matematika.”keluh Raya terus.
Waktu terasa cepat berlalu. Tahu-tahu, esok sudah hari Selasa lagi. Hari selasa, jadwalnya ikut bimbel matematika. Raya kembali merasa malas luar biasa. Ia enggan berangkat bimbel. Dia takut dimarahi lagi. Sudah hampir pukul dua, Raya masih malas-malasan di kamarnya. Ibu pun memintanya segera bersiap ikut bimbel matematika.
“Raya, ayo sudah waktunya berangkat bimbel.”ibu mengingatkan.
“Ibu aku tidak mau berangkat. Gurunya galak. Nanti aku dimarahi lagi.”tolak Raya.
“Ah kamu, baru dimarahi saja sudah menyerah. Bagaimana mau pintar dan jadi juara matematika.”ledek Ibu.
Mendengar ledekkan ibunya, Raya pun beranjak. Dengan malas-malasan ia mengemasi buku-buku matematika ke dalam tasnya. Tanpa semangat, Raya berjalan ke rumah Pak Januar. Terbayang jelas mukanya Pak Januar pas marah-marah. Raya jadi deg-degan. Muncul lagi ketakutan di kepalanya. Raya hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Mau tidak mau ia harus tetap berangkat bimbel matematika.
“Ibu benar. Kalau dimarahi saja aku sudah menyerah, bagaimana mungkin aku bisa jadi juara.”ujar Raya menyemangati dirinya sendiri.
Menahan rasa malas dan takut, sepanjang jalan Raya terus berpikir. Pak Januar marah karena ia tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Ia tak pernah memperhatikan penjelasannya dengan baik. Ia juga tidak pernah mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh. Raya pun bertekad akan belajar matematika dengan lebih baik lagi.
“Kalau aku tidak mau dimarahi lagi, aku tidak boleh salah. Aku harus mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh. Aku tidak boleh melakukan kesalahan lagi.”ujar Raya yakin.
Sesampainya di tempat bimbel, Raya pun mengikuti bimbel dengan baik. Ia mendengarkan penjelasan Pak Januar dengan sungguh-sungguh. Saat mengerjakan soal, ia pun berusaha sekuat tenaga. Ia terus mengerjakan soal dengan hati-hati. Raya mencoba mengerjakan semua soal matematikanya dengan benar. Dia mengerahkan semua pikirannya untuk menyelesaikan soal di depannya. Setelah selesai, jawabannya ditunjukkan ke Pak Januar. Pak Januar melihat hasil pekerjaan Raya dengan wajah serius. Raya hanya terdiam menahan takut dan deg-degan.
“Nah, ini baru benar. Ternyata kamu bisa kan Raya. Pak Januar tahu kamu itu pintar.”puji Pak Januar sambil tersenyum setelah melihat hasil pekerjaan Raya.
Raya pun tersenyum lega. Untuk pertama kalinya ia bisa mengerjakan soal dengan baik. Dan untuk pertama kalinya pula Pak Januar tak memarahinya. Pak Januar bahkan tersenyum dan mengakui kemampuannya. Raya bersyukur, akhirnya ia bisa melakukan sesuatu dengan benar. Kalau mengerjakan soal dengan benar kan jadi tidak dimarahi. Semua ini berkat kerja keras dan usahanya melawan malas dan rasa takut. Sekarang pun ia bisa berprasangka baik pada gurunya itu. Pak Januar galak agar Raya mau belajar dan melakukan sesuatu dengan baik.