Abang Bajaj Misterius [Bagian Ketiga]

“Bagaimana tadi dengan Bu Neni?” tanya Rida, begitu melihat adiknya keluar dari kelas.

“Aku boleh ikut ulangan. Aku juga diberikan kesempatan untuk menyerahkan tugas Matematika, besok,” jawab Dena.

“Syukurlah,” ucap Rida. “Yuk, pulang! Sekarang, kita naik angkot. Lebih irit.”

Dena menuruti kakaknya. Mereka berdua beriringan menuju halte di seberang sekolah untuk menunggu angkot.

Tiba-tiba …. Ciiit …!

Sebuah bajaj berhenti di hadapan Rida dan Dena.

“Kak Rida! Itu, kan, bajaj kita tadi pagi!” Dena menjerit tertahan. Rida terkejut.

“Ini punya kalian. Tadi pagi tertinggal di bajaj saya,” sopir bajaj itu menyerahkan sebuah map kepada Rida.

“Eh, terima kasih, Bang,” ucap Rida sambil melirik ke arah adiknya.

Dena tertuduk malu. Dia merasa bersalah sudah berprasangka buruk terhadap abang bajaj, tadi pagi.

“Saya pikir map itu sangat penting. Saya sama sekali tidak membukanya,” kata abang bajaj. Kali ini mukanya diangkat, tidak tertunduk seperti tadi pagi.

Rida dan Dena kembali terkejut. Wajah abang bajaj itu terlihat belang. Sebagian besar kulitnya berwarna putih seperti bekas luka bakar.

“Mukanya kenapa, Bang?” tanya Rida penasaran.
“Setahun yang lalu, saya kecelakaan, Neng. Muka saya terbakar,” jelas abang bajaj. “Saya selalu menutupinya dengan topi. Saya khawatir penumpang saya menjadi ketakutan kalau melihat muka saya seperti ini.”

Dena menggigit bibir bawahnya. Dia merasa sangat bersalah. “Maafkan saya, Bang. Saya, tadi pagi, mengira abang itu penjahat,” ucapnya dengan penuh sesal.

Abang bajaj tertawa. “Tidak apa-apa, Neng,” jawabnya. “Saya permisi dulu.”

“Terima kasih, ya, Bang,” ucap Dena lagi.

Abang bajaj itu mengangguk sambil tersenyum. Dia pun pergi dengan mengendarai bajajnya.

“Abang Bajaj itu baik, ya, Kak.” Dena masih memandangi kepergiannya.

“Katanya, misterius! Katanya, penjahat!” Rida menggoda adiknya.

Dena tersipu malu.

“Bersikap hati-hati, boleh, tapi jangan sampai menuduh,” nasihat Rida. Matanya kembali tertuju ke arah jalan. “Eh, itu angkotnya. Naik, yuk!”

Rida dan Dena masuk ke dalam angkot. Senyum bahagia tersungging di bibir mereka.

***
Dimuat di KORAN BERANI, 6-12 Februari 2012 / Tahun VI / No. 5
Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar