Baju Talun Istimewa

Festival Irau segera tiba! Mahu dan Olla akan menari untuk pertama kalinya. Kata Uma, mereka akan memakai baju istimewa. Tidak terasa, perayaannya tinggal dua hari lagi.

“Di mana kita akan membeli bajunya?” tanya Mahu penasaran. Olla pun sangat ingin melihat baju istimewa tersebut.

“Uma akan membuat baju adat untuk kalian. Mari kita pergi mengambil bahan baju,” ajak Uma. Mahu dan Olla bersemangat mengikuti Uma dari belakang.

Sinar Mentari lembut menyapa, dan angin bertiup sepoi-sepoi. Mahu dan Olla  mengira akan membeli bahan baju di toko kain terdekat. Namun, Uma menggiring mereka menuju hutan nan hijau dan rimbun.

“Uma, di mana bahan baju kita?” tanya Olla heran.

Uma tersenyum dan menunjuk pohon-pohon talun yang sudah ditebang.  Pohon ini terlihat besar dan kokoh. Ternyata pohon-pohon tersebut akan diambil kulitnya. Nanti kulit kayunya akan diolah menjadi baju.

“Ayo, bantu Uma mengangkat kulit-kulit ini!” Mahu dan Olla pun segera mengangkat kulit-kulit talun ke tempat pengolahan. Kulit talun ini akan dibersihkan sebelum dibuat menjadi baju.

Mahu melihat cara Uma mengolah kulit talun. Uma menyalakan api dan membakar kulit kayu dengan hati-hati. Mahu dan Olla meniru Uma membakar kulit kayunya. Olla terlalu bersemangat menyalakan apinya, sehingga Uma perlu mengawasinya.

“Apinya jangan terlalu besar, agar kulit kayu tidak gosong,” seru Uma mengingatkan.

Proses pembakaran cukup lama. Mahu dan Olla harus sabar menunggu. Peluh mereka bercucuran, mata pun terasa pedih.

“Kak Mahu, aku mulai bosan,” bisik Olla perlahan.

“Sabar, Olla. Nanti kita bisa bermain di sungai jika sudah selesai.”

Kulit talun  harus didinginkan terlebih dahulu. Ternyata kayu talun masih harus dikuliti sekali lagi. Kulit kayunya sudah lebih lunak setelah dibakar. Mahu harus belajar mengelupas kulit kayunya perlahan-lahan.

“Aku mau bantu, Kak!” seru Olla dari belakang. Ia langsung memegang pisau milik Mahu.  Untung saja tangan Olla tidak terluka saat merebut pisaunya.

“Biar Kakak saja, ya. Pisau ini tajam,” balas Mahu. Olla menurut dan memperhatikan kakaknya bekerja.

Uma menunjukkan lembaran kulit talun yang sudah selesai dikelupas. Mahu dan Olla diminta menyentuhnya.

“Kulit talun ini masih harus diolah sekali lagi. Maukah kalian membantu Uma  melembutkannya?”

Mahu dan Olla membantu melembutkan kulit talun dengan cara memukulnya.

“Klotak! Klotak!” Bunyi kayu ulin berdenting menyentuh lembaran talun. Setelah cukup lembut, kulit talun harus dicuci di pinggir sungai.  Uma meminta Mahu dan Olla membasuh kulit talun di sungai terdekat.

Betapa senangnya hati Olla. Akhirnya ia bisa bermain air sungai sejenak bersama Mahu!

Ia segera berlari menyusul Mahu menuju sungai. Ia memeluk lembaran kulit talun erat-erat.

“Aduh! Gatal sekali!” seru Olla. Mahu membalikkan badan dan melihat kulit Olla memerah. Mahu segera memeriksa kulit Olla. Tidak ada serangga menempel di sana. Lantas mengapa kulit Olla menjadi merah?

“Mungkin ada serangga menempel di kulit talun,” kata Mahu.

Ternyata tidak ada semut ataupun ulat di kulit talun. Namun ada sedikit getah pohon yang menempel pada kayu talun. Kini Mahu tahu apa penyebabnya.

“Olla, mari basuh badanmu di aliran air sungai.  Getahnya akan hilang, dan badanmu tidak gatal-gatal lagi.”

Kali ini mereka mencuci kayu talun berulang kali, memastikan agar tidak ada sisa getah di sana. Badan Olla sudah tidak gatal lagi. Kini saatnya mereka menjemur kulit talun. Mahu dan Olla harus menunggu selama dua jam, sampai kulit betul-betul kering.

“Makanlah dulu. Uma bawa jagung bakar untuk kalian,” seru Uma lembut. Setelah merasa kenyang, mereka siap pulang membawa kulit talun yang telah kering.

Setelah sampai di rumah, Uma segera menjiplak pola baju adat. Tidak lupa ia  menggunting lembaran kulit dengan hati-hati. Kulit yang berwarna cokelat muda itu telah siap dijahit bersama dengan kain berwarna cerah.

“Coba kau jahit kain dan kulit ini, Nak. Hati-hati dengan jarumnya,” pesan Uma kepada Mahu.

Mahu duduk bersila dan menjahit dengan cermat. Wajahnya penuh tekad, matanya berbinar-binar. Olla  cemberut. Rupanya ia juga ingin membantu Uma dan kakaknya.

“Ayo, apa yang bisa aku bantu? Aku juga mau menjahit bajunya,” rengek Olla.

Uma menggelengkan kepalanya sambil tertawa. Ia meminta Olla untuk mencari sesuatu yang indah dan cemerlang di lemari  milik Uma. Apakah gerangan itu?

Mata Olla membulat saat melihat payet dan manik-manik beraneka warna. Rupanya manik-manik berkilauan ini akan dipakai menghias baju talun mereka.  Olla melesat keluar dari kamar Uma, tidak sabar menunjukkan keindahan warna manik-maniknya pada Mahu.

“Lihat, Kak! Cantik sekali. Mari kita piih warna yang cerah!” pekik Olla girang.

Mahu menunggu Olla memilih manik-manik yang sesuai. Ia menjahit, sementara Olla memilih dengan hati-hati. Terkadang mereka berhenti sejenak, mengusap mata dan menguap karena kelelahan. Ketika hari sudah semakin gelap, mereka berhenti. Mengumpulkan kekuatan dengan tidur beralaskan tikar daun pandan yang nyaman.

Keesokan paginya, Mahu melihat dua baju talun yang indah. Rupanya Uma bangun pagi-pagi benar, dan menyelesaikan semua jahitannya.

“Olla! Bangun, Dik! Lihat apa yang Uma buat untuk kita!” serunya keras.

Olla juga tidak kalah senang. Ia mengelus-elus baju barunya. Kulit talun dibuat seperti rompi tanpa lengan, dilapisi kain yang lembut dan nyaman dipakai. Kilau manik-manik berpendar, membuat baju-baju ini semakin cantik.

“Terima kasih, Uma!” seru mereka kompak sambil memeluk Uma. Mahu dan Olla tahu, mereka akan menjadi penari  tercantik di festival nanti.

(Cerpen ini diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak Paberland 2024)

 

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar