BESEI KAMBE, OLAHRAGA AIR SUKU DAYAK DI KALIMANTAN

Salah satu olahraga tradisional atau permainan tradisional suku Dayak Ngaju adalah besei kambe (dayung hantu). Dari namanya, kita mungkin bertanya-tanya permainan apa ini dan apa hubungannya dengan makhluk gaib?

Besei kambe mirip dengan permainan tarik tambang. Namun bila dalam permainan tarik tambak dua tim saling berhadapan memperebutkan tali, maka dalam permainan besei kambe kedua tim saling membelakangi berlomba mendayung perahu yang sama ke arah yang berlawanan.

Olahraga tradisional Besei Kambe biasanya dimainkan oleh peserta yang terdiri dari dua orang dalam satu tim. Permainannya dilakukan dengan cara mendayung saling berlawanan arah dalam satu perahu. Suatu tim dinyatakan menang jika mereka berhasil melewati tanda batas, biasanya seutas tali. Jika dalam babak pertama selesai dengan kemenangan di satu pihak, maka untuk babak kedua, mereka bertukar posisi untuk kembali saling mengalahkan.

Ada legenda mistis mengapa nama permainan ini dihubungkan dengan kambe (hantu). Makna kambe dalam Bahasa Dayak Ngaju berarti arwah orang yang telah meninggal dunia. Kematian bagi orang Dayak bukanlah akhir dari kehidupan. Kematian adalah sebuah tahap yang harus dilalui manusia menuju Lewu Tatau (surga). Untuk bisa masuk Lewu Tatau, keluarga orang yang telah meninggal tadi harus mengadakan upacara tiwah. Sebelum upacara tiwah, roh orang yang meninggal ini masih berada di dunia dan kadangkala bisa menampakkan diri pada orang-orang tertentu.

Konon menurut cerita orang tua zaman dulu, ada sebuah yang sedang menggelar ritual adat tiwah. Selain orang-orang dari kampung tersebut, warga dari desa-desa yang lain juga diundang. Saat itu, sarana angkutan yang dipakai oleh warga adalah sungai. Orang Dayak melakukan perjalanan ke tempat lain melalui sungai menggunakan jukung (perahu).

Ketika warga desa yang diundang tersebut hampir sampai di kampung tempat ritual adat berlangsung, di tengah-tengah sungai, mereka mendengar ada kegaduhan yang luar biasa. Mereka penasaran dan segera bergerak ke sumber keributan. Betapa terkejutnya mereka, melihat di tengah-tengah sungai ada sebuah perahu yang bergerak maju mundur tidak karuan. Perahu itu oleng ke kanan dan ke kiri karena kuatnya hempasan dayung yang dikayuh sehingga menimbulkan gelombang yang tak beraturan di sekeliling perahu. Anehnya perahu tersebut kosong, namun ada suara-suara gaduh dari masing-masing ujung perahu. Di tengah-tengah suara gaduh yang mencekam itu, tiba-tiba terdengar suara kayu yang berderak nyaring. Perahu itu terbelah dua dan karam, tenggelam ke dasar sungai.

Beberapa orang tua yang memiliki penglihatan gaib yang turut menyaksikan kejadian tersebut mengatakan bahwa di dalam perahu itu sebenarnya ada dua pasang makhluk dari alam lain.  Masing-masing pasangan duduk berlawanan arah menghadap kedua ujung perahu. Semuanya memegang sebuah dayung. Menggunakan dayung tersebut, mereka ngotot ingin mendayung perahu yang mereka naiki menuju ke tujuan masing-masing. Satunya ke hulu, satunya lagi ke hilir. Saking kuatnya mendayung, perahu itu akhirnya terbelah dua. Bermula dari cerita inilah, maka lahirlah permainan rakyat yang dinamakan besei kambe ini.

Itulah asal mula besei kambe, permainan air tradisional yang sekarang hanya digelar pada saat ada festival budaya. Pada saat lomba ini digelar, banyak sekali penonton yang hadir memberi semangat pada timnya masing-masing. Permainan ini menarik minat banyak penonton karena unik dan seru. Namun yang paling penting dari keseruan ini, adalah makna besei kambe itu sendiri. Ada dua pesan penting dalam permainan ini. Yang pertama adalah ajakan untuk memelihara kelestarian alam sungai, karena lomba ini pasti diadakan di sungai. Sungai memiliki sejarah yang panjang dalam peradaban manusia. Memelihara sungai berarti memelihara peradaban. Memelihara sungai berarti memelihara kehidupan. Yang terakhir adalah pesan untuk selalu menjaga kesatuan dan kekompakan serta semangat gotong rotong yang menjadi pedoman hidup orang Dayak yang terpatri dalam falsafah suku Dayak, yaitu Huma Betang dan tradisi Handep.

 

Sumber gambar : Kalteng.pos

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar