Kisah Si Panci dan Si Tutup Panci

Pada suatu jaman, di sebuah dapur, ada sebuah panci dan tutupnya. Warnanya perak berkilau, mereka bagus sekali. Panci dan tutupnya itu sudah lama dimiliki si Nyonya Rumah. Mereka selalu bersama.

Suatu hari, si Nyonya Rumah merebus daging. Karena airnya terlalu penuh, saat mendidh airnya meluap, si Tutup Panci bergetar hebat, berusaha menahan air agar tidak keluar. Tapi sia-sia, air dan kaldu daging meluap, membasahi bagian luar panci dengan air kaldu.

“Duh, Tutup Panci, kenapa kamu tidak menutup dengan baik? Lihat, kulitku jadi lengket! Kalau terkena api, kuitku bisa gosong!” omel si Panci.

“Enak saja kamu menyalahkanku! Kamu yang salah, seharusnya kamu cukup besar supaya air tak mudah meluap! Aku sudah mencoba menahan air mendidih itu, sampai sakit badanku terantuk badanmu yang besar dan keras itu!” si Tutup Panci tak mau kalah.

Sejak itu mereka tak saling menyapa, apalagi,  kulit si Panci benar-benar gosong. Apabila Si Nyonya Rumah ingin memasak dengan si Panci, si Tutup Panci akan menggelinding sampai susah ditemukan. Alhasil, si Panci ditutup dengan tutup wajan, tutup panci lain, bahkan kadang hanya ditutup dengan talenan kayu atau piring.

Begitu pula dengan. si Tutup Panci. Bila dia duluan yang ditemukan Si Nyonya Rumah, maka si Panci akan mundur sampai tertutupi panci dan wajan lain. Si Nyonya Rumah yang sering masak terburu-buru pun sulit menemukannya, akhirnya dia menggunakan wajan, atau panci lainnya. Kadang pula Si Tutup Panci digunakan untuk menutup mangkuk sekadarnya.

Minggu demi minggu, mereka tak lagi pernah bersama.  Sebenarnya, si Panci merasa tak nyaman dengan aneka tutup yang ia gunakan. Tak ada yang bisa pas menutup sehingga ia juga tak bisa memasak dengan sempurna. Sebaliknya, si Tutup Panci pun merasa kurang berguna, karena tak ada yang bisa ia tutup dengan pas. Si Nyonya Rumah yang tak terlalu jago masak juga jadi kecewa, karena masakannya kurang pas matangnya. Sudahlah rasanya biasa saja, kematangannya juga tak sempurna.

Pada minggu ke delapan, Si Nyonya Rumah memekik senang. Dia berhasil menemukan si Panci dan si Tutup Panci bersamaan. Mereka berdua pun saling bersitatap. Si Panci kini sudah tak gosong lagi, si Nyonya Rumah dengan tekun membersihkannya. Si Tutup Panci pun terlihat baik-baik saja.

“Tutup Panci, maafkan aku ya, padahal bukan salahmu kalau sampai air kuahnya meluap,” sesal Si Panci.

“Maafkan aku juga, padahal bukan salahmu kalau aku bergetar menahan air,” si Tutup Panci bicara dengan suara lirih.

“Alhamdulillah, sekarang kalian sudah ketemu. Kalian harus kerja keras lagi ya mulai sekarang!” kata si Nyonya Rumah sambil bersenandung senang.

Si Nyonya Rumah pun mulai memasak, kali ini dia ingin memasak kari ayam yang lezat. Sambil menunggu kuah kaldu mendidih, Si Nyonya Rumah membaca buku kesayangannya yang terbaru. Judulnya,  Dongeng Sebelum Tidur. Saking asyiknya, dia malah tertidur di kursi makan!

“”Tu-tutup Panci, kurasa, airnya terlalu penuh lagi!”

“Oh, tidaaak!” pekik si Tutup Panci saat kuah mulai bergolak dan buihnya menyentuhnya.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar