Makaka Berjualan Pisang

Pagi itu masih sangat gelap, ketika Makaka si monyet mengendap-ngendap di kebun pisang milik Pak Tani. Dia sudah menunggu-nunggu saat pisang di kebun Pak Tani masak dan siap dipanen. Ia memetik satu buah pisang dan memakannya. Makaka sangat terkesima, sebab pisang tersebut sangat enak. Kulitnya yang kuning keemasan itu memiliki daging putih yang lembut, rasanya manis seperti susu, dan aromanya harum.

Makaka menghitung berapa pisang yang sudah matang yang bisa ia makan. Ada satu…, dua…, tiga…, empat..,

LIMA SISIR PISANG!

Ternyata belum semua pohon pisang di kebun Pak Tani berbuah matang hari ini. Makaka merasa lima sisir pisang sangat sedikit untuk dirinya. Jika dia kembali lagi besok, Pak Tani pasti sudah menyiapkan perangkap untuk menangkap dirinya.

Tiba-tiba, Makaka mendapatkan sebuah ide. Dengan hati-hati, dia mencuri kelima sisir pisang itu. Makaka akan menjual pisang tersebut ke pasar raya hutan, dia memikul pisang-pisang curiannya itu dibahunya.

Bukankah dengan menjual pisang-pisang tersebut Makaka tidak bisa memakannya lagi?

“Aku akan menjual pisang-pisang ini di pasar raya. Setelah menjualnya aku akan mendapatkan sedikit uang.” Pikir Makaka, “Uangnya akan aku gunakan untuk membeli pisang ke Pak Tani, atau mencurinya lagi jika ada kesempatan. Sehingga, aku akan menjual pisang lebih banyak dan aku pun mendapatkan uang lebih banyak lagi.” Makaka menyomot satu pisang dari bakulnya.

Waah…, bukankan ide Makaka ini brilian?

“Coba aku pikirkan, kira-kira siapa saja yang akan membeli pisangku.” Makaka mengingat-ngingat, “ada Gajah, Musang, Tupai, Jerapah, dan keluarga Burung. Jika pisangku ini menjadi rebutan mereka, aku akan melakukan lelang untuk mendapatkan lebih banyak uang, aku bisa langsung kaya!” Makaka menyomot lagi pisang dari bakulnya.

Sepanjang perjalanan menuju pasar raya, Makaka berkhayal. “Jika penjualan pertamaku ini berhasil mendapatkan uang, keuntungannya akan ku tabung hingga menjadi gunung. Jika sudah cukup, akan ku gunakan untuk membeli kebun pisang milik Pak Tani.

“Jika kebun pisang itu jadi milikku, aku bisa menjadi saudagar pisang! Aku tak perlu khawatir lagi memikirkan akan makan besok, karena aku memiliki banyak pisang dikebunku. Tentu saja aku akan berbagi dengan kawananku.” Katanya sambil mengupas pisang. “Sebagai saudagar sukses, kaya raya, rendah hati, tidak sombong, dan senang berbagi, aku bisa menjadi kandidat ketua kawanan berikutnya!”

“Jika aku menjadi ketua kawanan, aku bisa menikahi Machacha anak dari ketua kawanan sekarang yang sangat cantik menawan.” Makaka tersenyum lebar memikirkannya sambil melahap pisang berikutnya.

“Kan ku buat pesta pernikahan tiga hari lamanya, ku hidangkan gunung pisang dari kebunku. Ku buatkan Machacha gaun indah dari bulu merak, dan ku beri ia permadani dari bulu angsa sebagai hadiah pernikahan dariku. Lalu akan ku undang raja singa dan para penghuni hutan lainnya ke pesta pernikahanku.” Makak terkikik geli, ia menyomot lagi pisang dari bakulnya.

Sesampainya Makaka di pasar raya, dia melihat sudah banyak pedagang yang menggelar dagangannya. Ada Kelinci yang menjual wortel, Beruang menjual ikan, Sapi menjual susu, Ayam menjual telur, dan masih banyak hewan lainnya yang berjualan di pasar raya. Makaka juga melihat sudah banyak pembeli yang berdatangan.

“Aku harus segera mencari tempat untuk menggelar daganganku.” Kata Makaka, mencari kesana-kemari sambil memakan pisang.

Akhirnya, Makaka menemukan tempat dibawah pohon cendana dekat si Lebah yang menjual madu. Saat akan menggelar pisang dagangannya, betapa kagetnya dia melihat pisang-pisang dibakulnya hilang.

“KEMANA PISANG-PISANGKU MENGHILANG???!?” Penjual disekitar yang mendengar Makaka, memandang dia dengan bingung.

Ditanah, Makaka melihat ada jejak kulit pisang yang berserakan. Dia pun baru menyadari ada sebuah pisang ditangannya yang sudah dia gigit. “Oh ya ampuunn…….” Ternyata, sepanjang perjalanan dari kebun Pak Tani ke pasar raya, Makaka sudah memakan pisang-pisang tersebut tanpa dia sadari.

Habis sudah lima sisir pisang modal untuk Makaka berjualan. Dia tak bisa merasakah hasil dari penjualan pisangnya. Jangankan mendapat untung, uang sepeser pun dia tak dapat. Dia tak jadi membeli kebun pisang Pak Tani seperti perkiraannya. Hilang semua impian Makaka untuk menjadi saudagar pisang yang kaya raya akibat kerakusan dan sifat borosnya.

^^^^

Bagikan artikel ini:

4 pemikiran pada “Makaka Berjualan Pisang”

Tinggalkan komentar