Mahluk Awan

Landak memandang langit. Langit berwarna biru dihiasi awan-awan mirip gumpalan kapuk.

“Menurutku itu domba,” Tikus Putih muncul begitu saja sembari menunjuk langit utara.
“Domba?” Landak menggaruk dagu. “Kurasa itu anak sapi,” jawabnya bimbang.

“Hah? Sapi? Bagaimana mungkin anak sapi berbentuk agak bulat begitu?”

Dahi Landak mengernyit. “Iya juga sih. Tapi kurasa kurang pas kalau domba. Menurutku itu buah beri raksasa yang dicat putih.” Landak ikut-ikutan menunjuk awan yang dimaksud.

Kali ini Tikus Putih mengangguk-angguk. “Betul juga. Tapi, ada lekukan di ujung kanan. Lebih mirip kucing persia kurasa. Kucing persia yang tengah menunduk.”

“Aku jadi penasaran seperti apa awan itu. Apakah dingin? Berair? Atau memang tak jauh beda dengan marshmallow?” Landak menoleh pada Tikus Putih.

“Berair dan dingin. Begitulah tebakanku. Dan kau baru saja menyebut marshmallow. Kebetulan aku punya dua permen marshmallow. Kau mau?” Tikus Putih tersenyum, matanya berbinar-binar.

Landak mengangguk setuju. Bersama-sama mereka berjalan menuju kediaman Tikus Putih. Namun di tengah jalan, mendadak Landak memekik tertahan. “Astaga! Makhluk awan telah turun ke bumi!”

Tikus Putih sama terkejutnya dengan Landak. Di hadapan mereka ada makhluk penuh gumpalan putih, berjalan terhuyung-huyung. Ia mengeluarkan suara-suara tak jelas yang terdengar aneh.

“Itu gara-gara kau menunjuknya. Akhirnya dia kemari. Celaka! Dia pasti akan menghukum kita!” Tikus Putih menggigit bibir panik.

“Kau kan yang pertama kali menuding ke arah awan tadi? Ya ampun! Apa yang harus kita lakukan? Oh, lihat. Kakiku gemetaran!” Landak berusaha memeluk dirinya yang bergetar mirip jeli.

“Lebih baik kita minta maaf. Badanku juga terasa kaku,” ujar Tikus Putih lirih.

Landak berlutut, diikuti Tikus Putih. “Maafkan kami, Makhluk Awan. Kami tak bermaksud menudingmu. Kami tahu itu kurang sopan,” Landak menunduk.

Rrrrauuungg rrrrauuungg..

Sosok aneh itu terus berjalan, semakin dekat dengan Landak dan Tikus Putih. Dua meter lagi, satu setengah meter lagi, semeter lagi, setengah meter lagi, dan…

Bruk! Makhluk tersebut menabrak Tikus Putih.

Gumpalan putih di wajah makhluk aneh itu pun rusak, dan tampaklah wajah yang tak asing lagi bagi Landak dan Tikus Putih. Meong!

“Ya ampun! Kucing? Kenapa badanmu tertutup putih-putih begitu?” Landak mendesah lega.

Tikus Putih masih tercengang. Ia menyapu sedikit gumpalan putih dari wajahnya.

“Aku sedang membersihkan badanku. Sayang, kran airnya mati. Jadi badanku masih dipenuhi busa shampo,” aku Kucing.

Sesaat Landak dan Tikus Putih melongo, lalu keduanya terbahak-bahak. Bersama-sama mereka menuju kran air di rumah Tikus Putih. Landak menyemprotkan air ke tubuh Kucing. Busa shampo pun hilang dari badan Kucing.

“Kurasa makhluk awan itu cuma khayalan kita,” ucap Landak.

Tikus Putih tersenyum. “Mungkin. Namun, setidaknya hari ini kita mengalami hal-hal seru.”

Landak manggut-manggut. Kucing pun berpamitan setelah mengucapkan terima kasih. Landak dan Tikus Putih kembali pada rencananya semula, yaitu menyantap marshmallow.

(Dimuat Majalah Mombi, tapi lupa tahun dan edisinya)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar