Mengapa Buku Anak Usia Dini Tanpa Dialog dan Tanpa Paragraf?

Suatu saat, Anda mengirimkan cerita anak yang keren (menurut penilaian Anda pribadi). Sayangnya, naskah itu ditolak oleh penerbit. Anda bingung. Apa sebabnya, ya?

Salah satu alasannya adalah penempatan percakapan di dalam naskah cerita anak itu. Hem, memangnya, cerita anak tidak boleh memasukkan percakapan langsung alias dialog ya? Yuk kita bahas.

Buku cerita untuk anak usia dini–buku yang diperuntukkan untuk anak sebelum mencapai usia 8 tahun–biasanya tidak memerlukan dialog langsung  yang rumit atau panjang. Kalaupun ada percakapan, itu disampaikan dalam bentuk narasi atau kalimat tidak langsung. Hal yang sama berlaku di dalam ilustrasinya. Buku untuk usia dini, tidak menempatkan balon dialog di dalam ilustrasinya.

null

Alasan Buku Anak Tanpa Dialog

Kok begitu? Ya,  karena anak-anak pada usia tersebut masih dalam tahap pengembangan kemampuan bahasa dan pemahaman verbal. Beberapa alasan mengapa buku cerita untuk anak usia dini belum perlu ada dialog antara lain:

  1. Fokus pada gambar: Anak-anak usia dini cenderung lebih tertarik pada gambar dan ilustrasi daripada teks. Buku cerita untuk anak usia dini biasanya didominasi oleh gambar-gambar yang menarik dan berwarna-warni. Gambar-gambar ini membantu anak-anak memahami dan menikmati cerita tanpa perlu bergantung pada dialog.
  2. Pengembangan keterampilan bahasa: Pada usia dini, anak-anak sedang dalam proses mengembangkan keterampilan bahasa mereka. Mereka mulai belajar kosakata baru dan memahami cara menggabungkan kata-kata menjadi kalimat yang bermakna. Dalam buku cerita untuk anak usia dini, teks yang sederhana dan deskriptif digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam cerita, sehingga membantu anak-anak memperkaya pemahaman kosakata mereka.
  3. Keterlibatan imajinasi: Tanpa adanya dialog yang terlalu terstruktur, buku cerita untuk anak usia dini memberikan ruang yang lebih besar bagi imajinasi anak-anak. Dengan mengandalkan deskripsi dan gambar-gambar, anak-anak dapat membayangkan dan menciptakan dialog mereka sendiri dalam pikiran mereka. Ini dapat merangsang kreativitas dan imajinasi mereka.
  4. Kesederhanaan cerita: Buku cerita untuk anak usia dini cenderung memiliki plot yang sederhana dan langsung. Cerita-cerita ini sering kali berfokus pada pengenalan konsep dasar seperti angka, warna, bentuk, atau mengajarkan nilai-nilai positif seperti persahabatan atau kebaikan. Dalam konteks ini, dialog yang kompleks mungkin tidak diperlukan karena tujuan utamanya adalah untuk membantu anak-anak memahami dan terlibat dengan konsep-konsep tersebut.

Meskipun demikian, ada buku cerita untuk anak-anak usia dini yang menggunakan dialog dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami. Biasanya, dialog akan digunakan untuk bacaan anak dengan usia delapan tahun ke atas (atau dalam kategori B3 atau yang lebih tinggi). Beberapa buku cerita mungkin memasukkan dialog sebagai pengantar untuk membantu anak-anak memperluas pemahaman mereka tentang bahasa dan komunikasi. Setiap buku cerita dapat memiliki pendekatan yang berbeda tergantung pada tujuan dan kontennya.

Mengapa Buku Anak Juga Tanpa Paragaf?

Buku anak usia dini sering kali dibatasi dalam jumlah kata dan tidak memiliki paragraf atau bab karena mempertimbangkan kemampuan perhatian dan pemahaman anak-anak pada tahap perkembangan tersebut. Aturan ini diberlakukan untuk buku jenjang A, B1, dan B1 (pembaca dini dan pembaca awal).

Berikut adalah beberapa alasan mengapa buku anak usia dini memiliki batasan tersebut:

  1. Perhatian yang terbatas: Anak-anak usia dini cenderung memiliki keterbatasan dalam konsentrasi dan perhatian mereka. Mereka lebih mudah terganggu dan cepat bosan jika cerita terlalu panjang atau rumit. Dengan membatasi jumlah kata, buku cerita anak usia dini dapat menjaga agar cerita tetap singkat, sederhana, dan mudah diikuti oleh anak-anak, sehingga mempertahankan minat dan perhatian mereka.
  2. Pemahaman dan kapasitas bahasa: Anak-anak usia dini sedang dalam tahap awal pengembangan kemampuan bahasa dan pemahaman. Mereka mungkin belum memiliki kosa kata yang luas atau pemahaman yang mendalam tentang struktur kalimat. Dengan membatasi jumlah kata dan menghindari penggunaan paragraf atau bab yang kompleks, buku cerita anak usia dini dapat memastikan bahwa cerita tetap mudah dipahami dan dapat dinikmati oleh anak-anak.
  3. Interaksi visual: Buku cerita anak usia dini sering kali mengandalkan interaksi visual melalui gambar dan ilustrasi. Gambar-gambar ini membantu anak-anak memahami dan mengikuti cerita bahkan jika jumlah kata yang digunakan terbatas. Dengan memprioritaskan komponen visual, buku cerita anak usia dini dapat memfasilitasi pemahaman dan imajinasi anak-anak secara lebih efektif.
  4. Kesederhanaan cerita: Buku cerita anak usia dini umumnya memiliki cerita yang sederhana dan langsung. Fokusnya sering kali pada konsep-konsep dasar seperti angka, warna, bentuk, atau mengajarkan nilai-nilai positif. Dalam konteks ini, penggunaan kata yang terbatas dan penghilangan paragraf atau bab membantu menjaga kesederhanaan cerita dan memudahkan anak-anak untuk memahaminya.

Aturan ini belum sepenuhnya diterapkan secara sama di penerbit-penerbit mayor Indonesia. Sebagian besar dari mereka memiliki sistem kategorisasi sendiri. Kebanyakan, kategori penerbit itu lebih sederhana dibandingkan kategori yang dibuat oleh Pusat Perbukuan Kemendikbudristek.

Menurut Anda, apakah masih ada alasan lain di luar alasan yang sudah saya sebutkan di atas? Tulis pendapat Anda di kolom komentar ya.

Salam dari Anang YB 🙂

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar