Nasha Si Chef Bunny – Epilog

AKU JUGA CANTIK!

Acara kompetisi masak Junior Chef telah selesai dengan Tom menjadi juaranya. Sebulan kemudian, aku, Katrina dan Ali janji bertemu. Kami akan masak kue pukis, martabak menul-menul dan beberapa menu nusantara lainnya di rumahku.

“Hey, Ali, masak itu harus bahagia!” Aku melihat Katrina sedang menasihati Ali yang bukannya serius menakar terigu, malah sibuk mengoles-olesnya di pipi.

“Dasar Nenek Katrina. Serius banget kayak masak di galeri Junior Chef, canda dikit napah, wkwkwk.”

Ali mulai bersikap jail. Aku hanya menggeleng dan mulai mencampur terigu, soda kue dan sedikit garam, lalu mengaduknya rata.

“Coba sekarang jelasin kenapa alasannya?” Ali balik bertanya.

Mata Katrina mendelik. “Aliii! Baru sebulan Junior Chef selesai, kamu sudah lupa nasihat para mentor? Masak itu harus bahagia, Ali!”

Kali ini aku tidak bisa menahan tawa. Ali menangguk-angguk. Lalu tidak lama, ia berdiri tegak dengan tangan bersedekap, matanya menatap tajam persis seperti gaya Chef Arjuna saat memberi petuah. Suaranya diberat-beratkan bagaikan suara orang dewasa.

“Baiklah, Anak-anak. Apa hubungan masak dengan bahagia? Baiklah. Karena apa yang keluar dari hati yang tulus akan tertangkap ke hati juga. Maka, ingat Anak-anak, jika kita masak dengan bahagia, maka hasil masakannya juga akan enaaak!”

Aku dan Katrina mau tidak mau jadi terbahak melihat gaya Ali menirukan Chef Arjuna. Tawa kami tiba-tiba terhenti ketika Kak Ayu datang.

“Hai, kalian masak apa? Harumnya sampai ke atas,” ucapnya ramah. Betapa senangnya aku melihat Kak Ayu bisa bersikap manis pada teman-temanku. Bahkan saat Katrina bertanya tentang perawatan wajah, ia mau menerangkan.

Tentang cantik, kini aku sadar kalau yang dikatakan almarhum Nenek itu benar. Semua anak perempuan itu cantik, termasuk aku. Kata teman-teman, penampilanku sekarang jauh berbeda, karena kini aku tampil lebih percaya diri.

Dulu, aku pernah merasa jadi itik buruk rupa di keluarga angsa. Tapi, setelah ikut kompetisi masak Junior Chef, aku jadi percaya, seseorang itu akan tampil cantik, saat ia yakin akan kemampuannya sendiri. Aku punya kemampuan masak yang tidak semua orang bisa memilikinya.

Seseorang menepuk kepalaku pelan. “Bunny, hayo bengong terus!”

Suara bariton yang sangat kukenal, milik Kak Beryl. Aku tersenyum. Lalu tiba-tiba tersadar, apa jadinya bila dua orang usil dan jail bertemu? Sudah pasti, heboh! Begitulah yang terjadi sekarang, pantri jadi tambah ramai. Kami memasak sambil diselingin tawa, akibat celoteh kocak Kak Beryl dan Ali.

“Menyenangkan bisa masak bareng seperti ini, Sha. Suatu saat nanti, aku mau punya restoran besar.” Ucapan Katrina membuatku tersenyum lebar. Impian kami sama.

“Aku juga. Aku mau punya restoran yang menyajikan semua menu kreasi Nenek.”

Ali tidak mau ketinggalan, ia sudah berdiri di antara aku dan Katrina. “Hey, kalian ngobrol berdua aja, jangan lupakan aku, dong. Aku juga mau punya restoran. Restoran Ali Baba, tempat semua makanan yang kamu inginkan, ada di sini, tring, nyam nyam, he he.”

“Itu restoran atau tempat sulap?” Celutukan Kak Beryl membuat kami semua kembali terkikik. Suasana pantri yang menyenangkan. Aku suka suasana ini.

Sorenya, Ali dan Katrina dijemput keluarganya. Kami berpisah dan berjanji akan bertemu kembali.

“Bunny, nggak usah mewek. Nanti ketemuan lagi, kan gampang!”

Aku menoleh ke sumber suara, dan menatap sebal ke arah kak Beryl. “Ish! Siapa yang mewek.” Lalu, sejurus kemudian hidungku dipencet kakak sulungku itu. Saat aku hendak membalas, sosok jangkung itu sudah melesat masuk ke dalam rumah. “Kak Beryl! Awas, ya!”

Dasar Kak Beryl, selamanya akan selalu jail. Aku tersenyum lebar – sangat lebar. Hatiku sangat bahagia.

Tentang sebutan nama Chef Bunny dari Kak Beryl, lama-lama aku malah suka sebutan itu, terdengar unik.

Ya, setelah semua ini, bila ada yang bertanya tentang hubunganku dengan Kak Beryl dan Kak Ayu, aku akan menjawab, walau wajah kami tidak mirip, kami akan selalu menyayangi. Ya, saudara tetaplah saudara, apa pun yang terjadi.

Aku sadari betapa aku menyayangi kedua kakakku. Begitu pula sebaliknya. The love of a family is life’s greatest gift.  Cinta keluarga adalah anugerah terindah dalam hidup.

 Terima kasih, Allah ❤️

— TAMAT —

Bagikan artikel ini:

Satu pemikiran pada “Nasha Si Chef Bunny – Epilog”

Tinggalkan komentar