Nyai Anteh dan Bola Yang Hilang

Cerita Rakyat Jawa Barat

Bulantok-bulantok

Bulan gede bulan montok

Moncorong sagede batok

Bulantok-bulantok

Aya bulan sagede batok

Bulanting-bulanting

Aya bulan sagede piring

Siapa yang ingat dengan lagu ini? Benar, lagu ini biasa dinyanyikan oleh  anak-anak saat datangnya bulan purnama. Apa kalian tahu, ada sebuah kisah seru saat bulan purnama. Mau tahu kisah selengkapnya?

Pada jaman dahulu kala, tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Pakuan. Kerajaan Pakuan berada di wilayah Jawa Barat, sekarang. Kerajaan Pakuan adalah kerajaan yang sangat subur dan memiliki pemandangan alam yang sangat indah. Rakyat Pakuan pun hidup dengan damai di bawah pimpinan raja yang bijaksana.

Raja Pakuan memiliki seorang putri cantik jelita yang bernama Endahwarni. Putri Endahwarni selalu ditemani oleh seorang dayang yang tidak kalah cantik darinya. Nyai Anteh, namanya. Usia Anteh, tidak terpaut jauh dengan Putri Endahwarni.

Sebenarnya, Nyai Anteh merupakan anak dari Nyai Dasti. Salah seorang dayang kesayangan permaisuri. Namun Nyai Dasti meninggal saat melahirkan Anteh. Sehingga Nyai Anteh dibesarkan bersama Putri Endahwarni yang kebetulan baru lahir juga.

Meski Nyai Anteh hanyalah putri dari seorang dayang, namun Raja dan Ratu tetap menyayangi Nyai Anteh. Begitu pula dengan Putri Endahwarni yang sudah menganggap Nyai Anteh seperti adiknya sendiri.

“Kau jangan memanggilku Putri kalau sedang berdua denganku,” kata Putri Endahwardani.

“Baik Gust…..eh Kakak!” jawab Nyai Anteh.

Suatu ketika, Putri Endahwarni dan Nyai Anteh sedang asyik bermain bola di taman bunga istana. Keduanya saling berkejaran dengan riang gembira. Namun angin bertiup lebih kencang hingga membuat bola menggelinding lebih jauh.

Tidak disangka-sangka, ternyata bola itu malah berhenti berhenti di dekat kaki Pangeran Anantakusuma. Pangeran Anantakusuma merupakan putra Adipati dari Kadipaten Wetan. Kebetulan, dirinya sedang berkunjung ke istana Pakuan.

“Maaf, bolehkah saya mengambil bola itu?” pinta Nyai Anteh.

“Bola ini? Boleh saja tapi ada syaratnya!” kata Pangeran Anantakusuma.

“Apa syaratnya?” tanya Nyai Anteh.

“Syaratnya, ijinkan aku ikut bermain bersama kalian,” balas Pangeran Anantakusuma.

Nyai Anteh diam, tidak berani menjawab.

“Kenapa kau diam saja, boleh tidak?” tanya Pangeran Anantakusuma penasaran.

“Maaf, sepertinya kau telah salah mengenali orang, Pangeran!” balas Nyai Anteh.

Dahi Pangeran Anantakusuma berkerut, “Apa maksudmu?” tanyanya bingung.

“Putri yang engkau maksud adalah gadis yang mengenakan gaun pink di sana. Putri Endahwarni, namanya. Sedangkan aku, hanyalah seorang dayang pribadinya. Namaku, Anteh,” jawab Nyai Anteh menjelaskan.

“Benarkah? Kau tidak bohong?” tanya Pangeran Anantakusuma memastikan.

“Benar. Mana berani saya mengaku sebagai seorang putri kerajaan Pakuan,” jawab Anteh.

*****

“Apa kau sudah menemukan bolanya?” tanya Putri Endahwarni.

“Sudah, putri!” jawab Anteh sembari mengacungkan bola yang ada di tangannya.

Pandangan Putri Endahwarni menyipit, melihat ada seorang anak laki-laki melangkah di belakang Nyai Anteh.

“Siapa dia?” tanya Putri Endahwarni penuh selidik.

“Beliau adalah Pangeran…,” jawab Nyai Anteh yang menggantungkan perkataannya.

“Maaf Putri, hamba belum tahu namanya,” bisik Nyai Anteh lagi.

“Salam kenal, namaku Pangeran Anantakusuma dan kau pasti Putri Endahwarni!” sambung Pangeran Anantakusuma.

Putri Endahwarni mengangguk.

“Pangeran Anantakusuma ingin bermain bersama kita, Putri” sahut Anteh.

Putri Endahwarni diam, sesaat. Pangeran Anantakusuma sudah was-was, kalau saja Putri Endahwarni tidak mau mengajaknya bermain.

Hmm, tentu saja boleh!” putus Putri Endahwarni dengan ceria.

“Terimakasih,” balas Pangeran Anantakusuma.

Tidak lama berselang, mereka bertiga sudah asyik bermain lempar bola. Bahkan Candramawa, kucing kesayangan Nyai Anteh pun ikut melonjak-lonjak kegirangan.

Sekalipun hanya seorang dayang, namun Nyai Anteh tidak mau mengalah. Badannya terus bergerak lincah untuk menghindari bola. Lemparannya juga cukup kuat, hingga membuat bola kembali menggelinding entah kemana.

Dengan ditemani Candramawa, Nyai Anteh berusaha mencari bola yang hilang. Dia terus melangkah menyusuri taman bunga istana. Sayangnya, bola itu tidak bisa ditemukan di mana-mana. Nyai Anteh menghela nafas. Lelah.

“Ngeong… Ngeong…,”

Tiba-tiba saja, muncul sebuah cahaya yang menyilaukan mata. Cahaya berkilau itu, menuntun Nyai Anteh dan Candramawa menuju ke sebuah tangga. Tanpa berpikir panjang, Anteh langsung naik ke tangga tersebut.

Nyai Anteh terkagum-kagum dengan pemandangan indah yang ada di sekelilingnya. Begitu tersadar, ternyata dirinya sudah berada di bulan. Sementara itu, pemandangan kerajaan Pakuan terlihat sangat jelas dari bulan.

Apalagi suara putri Endahwardani yang terus saja menangis dan memanggil namanya. Nyai Anteh sangat sedih, mendengarnya. Ingin rasanya segera kembali ke istana Pakuan dan menghibur putri seperti biasa. Tetapi, sekarang tidak bisa. Nyai Anteh justru kebingungan, dengan cara apa dirinya bisa pulang kembali ke kerajaan Pakuan.

Hingga jaman modern seperti saat ini, hilangnya Nyai Anteh masih tetap menjadi misteri. Hanya saja, jika terjadi bulan purnama kita akan melihat bayangan Nyai Anteh dan kucingnya, Candramawa. Konon katanya, mereka masih tetap mencari tangga agar bisa pulang kembali ke bumi.

. *****

Bagikan artikel ini:

Satu pemikiran pada “Nyai Anteh dan Bola Yang Hilang”

Tinggalkan komentar