“Huft! Susah sekali sih mencari ide cerita!”
Nyala merasa sangat bingung. Ada lomba mengarang cerita di sekolahnya. Temanya adalah Tradisi Bau Nyale. Setiap tahun, Nyala selalu mengikuti tradisi menangkap cacing laut berwarna-warni di Pantai Seger itu. Tapi kok sekarang ia merasa kesusahan mendapatkan ide cerita untuk ditulis.
Nyala ingin menulis cerita yang luar biasa tentang nyale. Ia ingin menjadi juara satu pada lomba mengarang tahun ini. Tahun kemarin, cerita Datu yang menjadi juara satunya, sedangkan cerita Nyala mendapatkan peringkat kedua. Ia merasa sangat kesal karena itu.
Datu adalah saingan Nyala di sekolah. Setiap semester, keduanya selalu rebutan peringkat pertama di kelas. Kalau bukan Nyala, pasti Datu juara satunya.
Datu juga sering menjahili Nyala di sekolah. Datu pernah menakuti Nyala dengan kucing. Padahal, Datu tahu Nyala sangat takut kucing. Ia sampai lari kesana kemari dan menangis karena saking takutnya. Karena itulah, Nyala jadi sering kesal dengan Datu.
“Pokoknya tahun ini saya harus menang!” kata Nyala mantap.
Aha! Nyala mendapatkan ide. Ia akan mencari ide di internet saja. Biasanya semua pertanyaan Nyala dan apapun yang ingin diketahuinya ada di internet. Ia pun segera bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil ponsel pintarnya. Dengan lincah jemarinya mengetik Tradisi Bau Nyale di Pulau Lombok.
Ah! Tapi Nyala kecewa, isinya kebanyakan sejarah Tradisi Bau Nyale. Semua orang di sekolahnya sudah tahu kalau sejarah Bau Nyale berasal dari legenda Putri Mandalika. Pada zaman dahulu kala, Putri Mandalika yang cantik jelita diperebutkan oleh banyak pangeran. Karena tidak ingin ada perpecahan dan pertumpahan darah, akhirnya Putri Mandalika terjun ke laut di Pantai Seger. Putri Mandalika pun berubah menjadi ribuan cacing laut berwarna-warni yang sangat lezat dan bergizi untuk dimakan.
Bukannya mendapatkan ide cerita, Nyala menjadi semakin bingung membaca banyak artikel di internet. Nyala juga mengikuti semua tips mencari ide cerita. Dari mencari ide di perpustakaan, mengamati lingkungan sekitarnya, mendengarkan lagu, hingga menonton film, tapi Nyala tak kunjung mendapatkan ide cemerlang.
“Duh ide, dimanakah engkau berada?” keluh Nyala semakin gelisah.
Nyala pun melihat lagi tips mencari ide cerita yang dikumpulkannya dari internet. Dari semua saran, ada satu hal yang ternyata belum Nyala lakukan. Ia belum berdo’a. Ya ampun!
“Ya Allah, maafin saya. Seharusnya kan saya berdo’a dulu,” kata Nyala menyesal dan segera berdo’a meminta sebuah ide cemerlang untuk ditulis.
Besok pukul 3 pagi, waktunya Festival Bau Nyale digelar di Pantai Seger. Sebenarnya Nyala tidak ingin datang karena ia ingin fokus memikirkan ide cerita. Tapi Nyala selalu suka ikut ke Festival Bau Nyale bersama Amaq dan Inaqnya. Meski susah sekali dibangunkan, Nyala selalu bersemangat ikut beramai-ramai menangkap nyale.
Akan ada banyak orang di sana, mereka akan membawa sorok dan senter untuk mencari nyale di tepi pantai. Sorok adalah jaring kecil yang mereka beli khusus untuk menangkap nyale. Rasanya seperti Spongebob dan Patrick saat pergi berburu ubur-ubur.
Jika dilihat dari atas bukit-bukit kecil yang ada di sekitar bibir pantai, ratusan hingga ribuan orang yang mencari nyale itu tampak seperti bintang-bintang di langit. Indah sekali! Nyala sangat suka ikut ke Festival Bau Nyale. Apalagi jika Nyala mendapatkan banyak nyale di ember kecilnya, ia merasa bangga sekali. Inaq akan memasak pepes nyale kesukaannya.
Pagi yang masih gelap gulita itu, Nyala dan orangtuanya jalan ke Pantai Seger beramai-ramai bersama warga desa yang lain. Meski terasa sedikit dingin, namun Nyala merasa sangat bersemangat. Kali ini harapannya tak hanya mendapatkan nyale yang banyak, tetapi juga mendapatkan ide cerita yang cemerlang.
Sesampainya di Pantai Seger, ratusan hingga ribuan orang tampak mulai turun ke pinggir pantai untuk mencari nyale. Ada banyak tenda-tenda di pinggir pantai, biasanya itu milik pengunjung yang datang jauh-jauh dari luar desa dan kota lain. Mereka akan ikut berpesta menangkap nyale.
“Halo Nyala!” Datu tiba-tiba muncul menyapa Nyala di tengah keramaian.
“Cerita kamu pasti sudah selelai ya makanya ikut bau nyale?” tanya Datu membuat Nyala merasa kesal. Jangankan menulis cerita, idenya saja masih belum ada.
“Jangan kepo! Mending kamu cari saja nyale yang banyak, tahun kemarin kamu kan dapet nyalenya cuma sedikit,” jawab Nyala ketus.
“Ah tahun kemarin kan memang nyale yang keluar cuma sedikit,” kata Datu tidak terima.
“Ayo kalau berani, sekarang kita berlomba siapa yang menangkap nyale paling banyak dia pemenangnya. Kalau kalah, besok harus bawakan pepes nyale ke sekolah ya!” kata Datu menantang Nyala.
“Oke siapa takut!” jawab Nyala.
Nyala dan Datu pun segera berbaur dengan orang-orang untuk menangkap nyale. Inaq dan amaq mengingatkan Nyala dan Datu untuk tidak pergi mencari nyale terlalu jauh ke tengah laut. Mereka tetap harus berada di sekitar orangtua dan kerabat yang mereka kenal.
Namun, karena saking semangatnya mengumpulkan nyale, Nyala tidak sadar berjalan cukup jauh dari orang tuanya. Ia mendekati bagian laut yang cukup dalam. Tahun ini nyale yang keluar lebih banyak dari biasanya, belum subuh saja ember Nyala sudah terisi hampir setengahnya.
Lihatlah nyale-nyale itu berwarna warni seperti pelangi. Meski warna hijaulah yang paling banyak, namun Nyala juga berhasil menangkap nyale berwarna oranye, merah muda, kuning, dan beberapa lainnya yang bewarna kebiruan.
Saat asik menangkap nyale, tak sengaja Nyala salah berpijak pada batu karang yang sangat licin. Ia pun terpeleset dan jatuh tercebur di laut yang cukup dalam. Nyale-nyale Nyala habis tumpah seperti hujan nyale di sekilingnya. Nyale-nyale itu berenang mengelilingi Nyala. Mereka seperti membisikkan sesuatu di telinganya. Tepat saat itu, Nyala mendapatkan sebuah ide cerita yang sangat cemerlang.
Tapi, kaki Nyala terasa kram dan tidak bisa digerakkan. Ia tidak bisa berenang ke permukaan. Oh tidak! Nyala tidak bisa meminta tolong karena mulutnya dipenuhi air laut. Ia tidak bisa bernafas dan dadanya terasa sakit. Sebelum pingsan, Nyala sempat mendengar Datu berteriak sangat keras disusul suara orang-orang yang datang meneriaki namanya.
Entah sudah berapa lama Nyala pingsan. Saat bangun, ia sudah berada di kamarnya dengan pakaian yang kering. Ia teringat tadi sebelum hampir tenggelam, ia mendapatkan sebuah ide cemerlang. Cepat-cepat Nyala mengambil buku tulis dan pulpennya. Di sana, ia mulai menulis perjuangannya mencari ide cerita Tradisi Bau Nyale hingga hampir tenggelam di laut.
“Kali ini saya pasti juaranya!” kata Nyala mantap.
_Tamat_
Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024
Ilustrasi: Dokumen pribadi, Canva
MeNyalaaa 🫰
Suka opening ceritanya.
Kereen..saya selalu suka cerita yg menyisipkan kearifan lokal..
Syaa baru tau festival ini dan jadi ingin sekali bisa menyaksikan langsung..semoga suatu saat dikabulkan..Aamiin
Kereen..selalu suka cerita yg menyisipkan kearifan lokal..
Syaa baru tau festival ini dan jadi ingin sekali bisa menyaksikan langsung..semoga suatu saat dikabulkan..Aamiin