Bunda Wulan yang tak lain ibu dari Safira, baru saja selesai masak nasi kuning. Sarapan hari Selasa ini terasa lezatnya. Nasi kuning adalah makanan kesukaannya Safira. Sesuai rencana Bunda Wulan pada 2 hari sebelumnya, tepat setelah sarapan, Safira dan anggota keluarga lainnya ingin menginap di Kota Udang. Di sana sudah ada Sari yang lama menanti kedatangan Safira, saudara tersayangnya Sari.
“Bund, tas punya aku sudah rapih semuanya ‘kan?”
“Sudah sayang, kamu sendiri ‘kan yang packing-in. Jangan dibawa satu kampung isi tasmu, Saf. Kita nginap cuma 2 hari, nak.”
Cukup 50 menit perjalanan waktu tempuh menuju rumah Sari, mobil ayah Safira melaju agak kencang namun tetap memprioritaskan keselamatan bersama. Rasa lelah tidak menghampiri Safira setelah melakukan perjalanan di dalam mobil dan akhirnya sampailah mereka di rumah saudaranya. Sari membuka gembok pagar rumahnya. senyum lebar menghiasi wajah Sari menyambut kedatangan Safira. “Aku kangen bangeet, Saf!!”. Seperti awal pertemuan kembali, mereka mengobrolkan segala hal. Pokoknya banyak hal yang mereka bagikan dalam 48 jam yang lumayan panjang ini.
Keesokannya, mereka sedang berwisata di Pantai Kejawanan. Inilah salah satu tempat wisata ter-hits yang ada di Kota Udang. Sekarang sudah banyak yang baru di Pantai ini loh. Semakin bersih dan cantik pemandangannya, wisatawan lokal dan wisatawan dari luar Cirebon pun silih berdatangan untuk menikmati liburan di pantai. Wisatawan saling menjaga kesehatan dan kebersihan bersama dengan membuang sampah pada tempat yang telah disediakan pengelola dan petugas pantai. Setelah selesai sruput es degan (kelapa muda), spontan ayah Safira mengajukan pertanyaan pada Safira dan Sari tentang asal usul julukan Kota Udang yang melekat pada Kota Cirebon. Mereka hanya saling pandang. Jujur saja, mereka mengakui wong cerbon asli karena secara tempat kelahiran memang tercatat di kota ini. Tapi kurang afdol jeh rasanya jika belum mengetahui secara utuh akan hal tersebut, ucap Ayah Safira.
“Hayo loh kenapa mendadak hening?” Ayah Safira beberapa detik kemudian tertawa dan menular pada Bunda Wulan, Uwa Kayra dan Uwa Ahmad (mama dan bapak Sari), hingga Safira dan Sari pun turut tertawa.
“Tepat banget ini kita gunakan untuk mengenalkan sejarah dan menanamkan cinta budaya Kota Cirebon.”
“Setuju.” Jawab Bunda Wulan dan Uwa Kayra kompak.
Safira dan Sari juga tak kalah kompaknya dengan ibunya, meski sedikit lupa penjelasan guru mulok (muatan lokal) Bahasa Cirebon pada masing-masing sekolah dasar, usaha mereka berdua untuk ngejawab pertanyaan ternyata diacungi jempol loh oleh kedua orang tua Sari dan Safira.
“Cirebon ‘kan daerah pesisir, Uwa?”
“Hmm betul itu, Pak. Sari ingat waktu di kelas kata guru mulok, kalau letak Cirebon di pesisir utara Pulau Jawa.”
Safira menimpali, “Kalau begitu, banyak banget udangnya dong. Jadi deh namanya Kota Cirebon.”
“Kalian berdua pintar, nak.” Bunda Wulan tersenyum.
Deburan ombak pantai mengalun lembut, menemani cerita Uwa Ahmad tentang Cirebon tempo dulu. Sebelum Cirebon dijuluki Kota Udang, dalam catatan sejarah faktanya kota kita ini pernah bernama awal Sarumban ke Caruban lalu Cai-Rebon hingga akhirnya Cirebon. Kalian sudah belajar belum nih tentang Babad Cirebon?, Uwa Ahmad menjeda penjelasannya.
“Aku pernah dengar sih, Pak. Tapi aku ga tau penjelasannya. Saf tau ga nih?”
Belum juga Safira melontarkan kalimatnya, Ayah Safira sudah lebih dulu menimpali, “Deweke (dia) mah taunya tahu gejrot, Sar.” Safira cemberut dan sebal pada ayahnya.
“Gini deh asal usul Cirebon ga jauh-jauh kok dari Babad Cirebon. Di sana bisa terjawab deh bagaimana Cirebon berdiri hingga seperti sekarang. Tokoh yang kita kenal ada Ki Gedeng Tapa, Ki Gede Alang-Alang, dan Pangeran Cakrabuana (Raden Walangsungsang).”
“Paling enak dengar Uwa Ahmad bercerita dibanding ayah.” Rupanya Safira masih ambekan soal candaan ayahnya beberapa menit lalu. “Eh sudah-sudah.. ga baik loh.” Bunda Wulan menasihati Safira.
Uwa Ahmad meneruskan ceritanya, “Nanti deh Uwa ajak teman yang lebih paham tentang Babad Cirebon. Nah sekarang kita kupas jawaban Safira dan Sari yang di awal mengapa Cirebon berjuluk Kota Udang.” Benar banget jawaban kalian berdua bahwa lokasi Cirebon yang strategis di pesisir Utara Pulau Jawa ditambah sejak awal mayoritas warga Cirebon berprofesi sebagai nelayan penangkap ikan dan rebon (udang kecil) bahan baku terasi dan petis. Bukan hanya itu, kekayaan sumber daya khususnya perikanan membuat petani udang lokal berbudidaya udang sehingga menghasilkan udang yang berkualitas. Produk olahan udang yang beragam di Cirebon juga melatarbelakangi julukan Kota Udang tersebut. Terasi dan petis ini banyak disukai oleh warga lokal dan para pendatang loh. Ada yang ingin ditanyakan Saf dan Sar?.
Safira bertanya, “Tadi Uwa bilang Cai-Rebon, nah aku masih belum paham. Hehe.”
“Ohiya hampir lupa. Arti Cai itu air Saf sedangkan Rebon ‘kan udang kecil dan definisi sederhananya air rebon. Dari istilah air bekas pembuatan terasi yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah sebutan Cai-Rebon berkembang, yang kemudian menjadi Cirebon.”
Antusias Safira dan Sari mendengarkan sampai habis tentang cerita budaya kota penghasil udang ini memang sangat tinggi. Sampai-sampai tak berkedip mata mereka karena saking serunya. Hihi.
“Seru ‘kan belajar budaya Cirebon? Nah karena sejarah yang panjang itu, makanya udang ikonik dengan Cirebon. Siapa yang pernah lihat Gedung Balai Kota Cirebon? Itu loh alamatnya di Jalan Siliwangi. Di gedungnya ada sematan logo udang rebon loh. Mama pernah dengar ceritanya jadi sedikit tahulah.”
“Uwa, makasih banyak akhirnya wawasan aku makin luas dan berkembang.”
“Ma, Pak, aku juga berterima kasih sudah diceritakan sejarah Cirebon.”
Ayah Safira menambahkan, “Pesan kami untuk kalian generasi muda jangan suka mencemari lingkungan. Kalau ingin budaya Cirebon tetap selamanya lestari, mulai dari sendiri untuk selalu cinta budaya dan menjaga lingkungan sekitar. Masih mau ‘kan makan udang?”. Akhir kalimat ayah Safira itu mencairkan suasana dan suara tawa ayah Safira yang renyah menular pada Uwa Ahmad, Uwa Kayra, Bunda Wulan, Safira, dan Sari.
Sore telah tiba. Mengisyaratkan mereka untuk segera pulang dari pantai. Kegiatan hari ini betapa serunya dan menjadi kenangan manis. Rumah Sari dihiasi gelak tawa Safira dan kebahagiaan tiada henti. Tak terasa liburan 48 jam Safira hampir usai. Selesai berpamitan, Safira sedih karena waktu berlalu begitu cepat, hmm. Tapi Safira sangat bersuka cita loh. Berburu oleh-oleh tak perlu jauh ke luar kota, cukup di Cirebon saja Safira sudah melimpah oleh-olehnya. Temu kangen bersama Sari hingga mendapatkan ilmu baru dari cerita Uwa Ahmad menjadi oleh-oleh berharga 48 jam Safira.
“Cerpen Ini Diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerpen Anak PaberLand 2024”
Sumber gambar:
Gambar Balai Kota Cirebon: https://www.kompasiana.com/amp/rawon26/5b041eed16835f587f101382/mencari-momen-di-kota-udang-cirebon
Gambar Udang Ikon Kota Cirebon: https://www.deviantart.com/ozcarl-bushido/art/Cirebon-Kota-Udang-344955513