Onyit, Monyet Kecil yang Gesit

Pagi-pagi sekali, Onyit si monyet kecil sudah melompat-lompat di pohon bakau. Ia mendengar  kabar jika hari ini ada pertemuan para monyet. Onyit senang sekali, karena akan berjumpa dengan banyak teman. Hup! Hap! Ia berayun, melompat, berayun lagi, dan melompat lagi. Hampir satu kawasan Wisata Hutan Mangrove Kota Langsa itu dijelajahinya.

“Onyiiiit….,” terdengar namanya dipanggil dari kejauhan.

Onyit mempercepat lompatannya. Hap! Kini ia sudah berada di antara monyet lain. Beberapa monyet menyambut kedatangannya dengan sukacita.. Termasuk Pak Koro, si ketua monyet.  Tapi tidak semua monyet menyukai Onyit. Salah satunya Moni, yang diam-diam iri dengan Onyit.

“Akhirnya si lincah sudah datang,” puji Pak Koro. Makin panas hati Moni mendengar pujian itu. Beberapa saat kemudian, Pak Koro mulai membuka acara,

“Hari ini saya mengundang kalian untuk membicarakan hal penting. Saya dengar hutan kita kedatangan banyak pengunjung. Nah, tugas utama kita adalah menemani dan membuat mereka senang. Tidak boleh ada yang mengganggu,” terang Pak Koro. Tak lama mata Pak Koro tertuju pada Onyit.

“Onyit, kamu harus didampingi monyet dewasa.”

“Karena badannya kecil seperti bayi, kan?” celetuk Moni disusul tawa  temannya. Onyit tertunduk sedih. Ia tahu Moni tidak suka padanya.

“Siapa yang mendampingi monyet kecil seperti Onyit?” tanya salah seekor monyet. Hmm…, Pak Koro berpikir sebentar. Ia kasihan pada Onyit yang hidup sebatang kara. Perkembangan tubuh Onyit juga sangat lambat. Tidak sebanding dengan ekornya yang panjang.

Onyit gelisah menunggu keputusan Pak Koro. Ia khawatir jika harus bersama dengan Moni

“Aku yang akan menemani Onyit,” jawab Pak Koro. Onyit lega sekali.

Menjelang siang, pengunjung mulai berdatangan. Sesuai arahan, Onyit selalu berada di samping Pak Koro. Mereka duduk di sepanjang jembatan kayu yang dibangun pengelola. Di samping Onyit ada Moni dan teman-temannya. Kenapa mereka selalu mendekatiku? pikir Onyit bingung.

“Terus dipantau, jangan sampai ada yang menculik anak kecil,” usil Moni disambut cekikikan temannya. Onyit tahu ucapan itu ditujukan padanya. Tapi ia pura-pura tidak mendengar. Tak penting baginya. Yang penting ia bisa menemani para pengunjung.

Tiba-tiba Onyit melihat Moni melompat ke bawah jembatan. Ia memunguti sampah plastik yang dijatuhkan salah seorang pengunjung. Hu-uh! Onyit kesal sekali. Masih ada pengunjung yang tidak menaati peraturan.

Onyit berpikir Moni akan membuang sampah itu pada tempatnya, tapi nyatanya tidak.

“Moni, jangan dimakan. Itu berbahaya!” teriak Onyit.

Awalnya Moni melihat ke arah Onyit, tapi cepat ia mengalihkan pandangannya. Enak saja main larang-larang, gumam Moni kesal. Pak Koro yang mendengar teriakan Onyit pun ikut menoleh.

Dengan gesit Onyit segera turun menghampiri Moni. Ia merampas bungkus plastik yang nyaris masuk ke mulut Moni. Moni terkejut dan marah. Sejurus tangannya ingin mencakar wajah Onyit. Namun Onyit lebih gesit. Ia mengelak dengan cepat dan berlalu meninggalkan Moni. Tak puas, Moni pun mengejar Onyit. Onyit segera mendekati Pak Koro. Moni takut kepada Pak Koro, ia lantas bersembunyi. Memantau dari rimbunnya pohon bakau.

“Terima kasih, Onyit. Kau sudah menyelamatkan satu nyawa.”

“Tapi ia merampas makanan Moni,” protes salah seorang teman Moni.

“Itu yang terbaik. Karena inilah yang merenggut nyawa kedua orang tua Onyit,” jelas Pak Koro sambil mengangkat bungkus plastik itu.

Teman-teman Moni terkejut. Begitu pula dengan Moni yang sedari tadi mendengar percakapan itu. Ia merasa bersalah. Jika saja Onyit tidak cepat merampas plastik itu, tentu sudah masuk ke mulutku, gumam Moni.

Moni keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Onyit.

“Maafkan aku ya, Nyit. Aku sudah tahu semuanya. Sekarang kita berteman, ya,” kata Moni. Onyit mengangguk senang. ***

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar