Sehari Bersama Merak Hijau

Di sebuah hutan Bojonegoro, tinggallah keluarga merak hijau. Ada empat anggota keluarga. Ayah merak bernama Pavo. Ibu merak bernama Muti. Kakak merak bernama Meri, dan adik merak bernama Linna. Keluarga mereka dikenal suka berbagi.

Suatu pagi, ibu merak memasak sego mawut dan ledre terlalu banyak. Akhirnya, ibu meminta Meri berbagi pada tetangganya, keluarga kera. Kebetulan, pagi itu keluarga kera belum memasak. Jadi, mereka sangat senang.

Ibu mencari ayah merak untuk diajak sarapan bersama. Ternyata, ayah merak sedang menjemur baju. “Yah, ayo makan dulu!”

“Baik, Bu!” jawab ayah merak sambil mengacungkan jempol tangan kanan.

Keluarga merak duduk bersama di meja makan. Mereka berdoa dulu sebelum makan. “Meri, tolong pimpin doa, ya!” pinta ayah merak tersenyum.

Meri pun menengadahkan tangan dan memimpin pembacaan doa sebelum makan. Setelah itu, ayah dan ibu kompak mengacungkan jempolnya memuji Meri yang pemberani.

“Ayo, makan!” ajak ayah merak, “Doa sebelum makan itu artinya mengucapkan syukur pada Tuhan karena sudah memberi makanan untuk kita,” tambahnya.

Setelah makan, Meri berangkat ke sekolah. Tak lupa, ia pamit dengan salim pada ayah dan ibunya. Ia juga mencium pipi adik kecilnya.

Sekolah Meri dekat dengan rumah. Ia biasa berangkat dan pulang jalan kaki bersama teman-teman. Ia terlatih mandiri sejak dini.

Tiba-tiba, ada salah satu teman Meri yang terpeleset kulit pisang. Sreeet bruakkkkk.

“Aduh, sakit!” kata Kera, teman Meri. Lutut dan dahinya terbentur batu. Darah merembes.

Meri dan teman yang lain segera menolong Kera. Meri memberi minum Kera dari botol minumnya. Kinci membersihkan luka Kera dan memberinya plester untuk menutup luka Kera. Namun, beberapa saat setelah itu, Kera masih saja menangis kesakitan. Akhirnya, semua teman-teman mengantarkan Kera pulang.

Meri dan teman-temannya terlambat masuk sekolah. Mereka bercerita semua kejadian yang dialami di jalan. Bu guru Sapi memaklumi dan memberi pujian atas kebaikan yang dilakukan Meri dan teman-temannya.

“Meri, Kinci, dan Tupai pagi ini hebat sekali! Sikap seperti ini perlu dicontoh, ya anak-anak! Mereka memiliki akhlak mulia. Mau menolong teman, mengobati teman yang terluka, dan mengantarkannya pulang. Satu lagi, pemberani. Meskipun terlambat, mereka tetap masuk sekolah dan berani bercerita,” puji bu guru.

Kriiiiiiing!!!

Waktunya istirahat. Hampir semua anak pergi ke kantin. Tapi, ada beberapa anak yang membawa bekal makanan dari rumah. Salah satunya adalah Meri dan Kinci.

“Apa bekalmu hari ini, Mer?” tanya Kinci.

“Roti dan ledre. Ambil saja kalau mau! Kalau kamu bawa bekal apa?” tanya Meri.

“Wah, aku mau coba ledre, ya! Aku bawa sup wortel dan kentang. Enak sekali. Mau?”

“Tidak, terima kasih,” jawab Meri sekilas lalu ia melihat Tupai yang berdiri di pintu, “Hai, kamu tidak bawa bekal, Tupai?”

“Enggak. Aku juga lupa bawa uang,” ungkap Tupai sedih.

“Oh, begitu. Jangan sedih! Ayo makan bekal bersamaku. Kebetulan aku bawa banyak makanan. Tadi pagi, aku juga sudah sarapan. Sini!” ajak Meri menggandeng lengan Tupai.

Tupai menerima ajakan Meri. Meri membagi rotinya menjadi dua bagian. Meri juga memberikan beberapa ledre pada Tupai. Tupai tersenyum senang. “Terima kasih, ya, Meri.”

“Sama-sama. Ayo kita baca doa sebelum makan dulu,” ajak Meri. Semua menunduk membaca doa.

Kriiiiiing. Bel masuk berbunyi.

Siang ini, bu guru Sapi mengajarkan cerdas dan berkarakter. Bu guru mengaitkannya dengan kejadian yang dilakukan Meri tadi pagi.

“Kegiatan yang dilakukan bersama-sama itu disebut dengan gotong royong. Piket kebersihan kelas adalah contoh gotong royong. Kalau tidak dibersihkan bersama-sama, akan terasa berat. Coba bayangkan, satu anak harus menyapu, membersihkan debu di meja, membuang sampah, menghapus papan tulis, dan lain-lain. Kalau dikerjakan bersama kan jadi ringan,” jelas bu guru.

“Tadi pagi yang dilakukan Meri, Kinci, dan Tupai adalah contoh kolaborasi dan kepedulian pada sesama teman. Tanpa disadari akan tumbuh jiwa sosial. Kita jenguk Kera ke rumahnya, ya, nanti sepulang sekolah,” imbuh bu guru.

“Baik, Bu,” jawab semua murid kompak.

Bu guru dan semua murid sampai di rumah Kera. Kera senang sekali melihat kedatangan bu guru dan teman-temannya. Ibu Kera sibuk menyiapkan hidangan. Ada pisang, ubi, dan ledre pemberian ibu Meri tadi pagi.

“Ini makanan apa, Bu?” tanya bu guru sambil memakan ledre.

“Oh, itu ledre, Bu Guru. Ledre itu bahannya dari pisang. Itu pemberian Meri tadi pagi, ibu Meri yang masak,” jawab ibu Kera.

“Wah, enak sekali ledre ini. Renyah dan gurih,” puji bu guru.

“Oh, ya. Tadi pagi, Kera terpeleset kulit pisang, ya? Itu artinya masih banyak yang membuang sampah sembarangan. Oleh karena itu, kalian harus mulai buang sampah di tempat sampah, ya! Kalau dibiasakan, nanti akan terbiasa,” pesan bu guru.

Catatan:

Sego mawut adalah makanan yang mirip nasi goreng tapi ditambahi telur, sayur tauge, kadang ada mie juga

Ledre adalah makanan khas Bojonegoro yang terbuat dari pisang dan bentuknya seperti semprong atau emping gulung. Rasanya gurih dan renyah.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar