Sepatu-sepatu Fay

Namaku Fayre aku anak kelas 5 SD, aku anak terkecil dari 3 bersaudara. Kakak-kakak ku cowok semua, tapi tetap aku gak tomboy malah sebaliknya aku selalu ingin tampil modis, makanya salah satu hobby-ku adalah mengoleksi sepatu-sepatu cantik. Dari sepatu kats, sandal santai juga ada, sepatu ke pesta,  aku punya semua.

Setiap papahku bertugas aku selalu minta dioleh-olehin sepatu dan siapapun saudara yang pergi bertugas domestic ataupun luar negeri cuma satu yang aku minta sepasang sepatu, rasanya mereka semua pasti hafal dengan ukuran aku saking seringnya membelikan buat aku.

Sore di hari Sabtu aku merasa kecapain, dari pagi tadi aku beberes sepatuku yang tak terhitung lagi banyaknya. Sampai-sampai mamahku membuatkan kamar khusus buat aku simpan koleksi sepatuku. Aku merasa puas meskipun capai terasa mendera punggungku, aih enaknya minta Bibi Manisa memijit punggungku setelah aku mandi dengan air hangat dan dibaluri dengan minyak talon.

Aih sepatu pink Barbie kesukaanku masih terlihat sangat cantik, tapi sayang udah kesempitan soalnya dibelikan Tante Ninuk setengah tahun yang lalu saat pergi ke Singapura, tapi mau bagaimana lagi … baru aku pakai 2 atau 3 kali dan sekarang tahu-tahu sudah kesempitan, aihhh ternyata tidak hanya sepatu Barbie yang mengalami nasib yang sama. Mungkin ada 20 pasang sepatu yang bernasib sama, saking banyaknya sepatu dan aku juga sudah gonta-ganti agar semua kebagian terpakai ternyata tetap saja!  masih banyak yang sangat bagus sudah tidak muat di kakiku…sayang sih sebenarnya ….

Ada juga yang jadi rusak karena tidak sempat aku pakai meskipun aku sudah rajin membersihhkan, minimal seminggu sekali.

Tetapi dasar aku pencinta sepatu, tetap saja ada uang jajan tersisa aku beli sepatu lagi, rasanya model selalu berganti setiap hari dan aku tidak mau ketinggalan sedetik pun. I love shoes very much!

Mama rasanaya mulai kesal dengan kefanatikanku ini, mama kurasa semakin cerewet dengan nasehat-nasehatnya.

“Fay… buat apa lagi kamu beli sepatu…?”

“Fay yang model sejenis itu kan sudah banyak….”

“ Fay mendingan buat beli barang lain yang bermanfaat, contohnya buku….”

“ Fay yang sudah tidak terpakai kasih ke orang saja lagian penuh-penuhin lemari aja!” Waaaakks mama jadi baweeel amat sih, emang gak suka ya anak cewe satu-satunya tampil modis dengan sepatu-sepatu cantiknya, ih sebel deh!” gerutu Fay di dalam hati.

***

Minggu yang cerah, Fayre bangun dengan badan yang segar setelah semalaman Bibi Manisa disuruh memijat badannya yang pegal-pegal sampe tertidur, pokoknya gak boleh beranjak sampe Fay tertidur ancamnya sewaktu bibi memijat beberapa lama dan keringat bercucuran. Si bibi sudah kebal dengan tingkah laku Fay yang memang dirawatnya sedari bayi.

Minggu yang cerah ini aku berencana pergi dengan Valentine ke mall yang baru Grand Opening, pastinya aku mau berburu sepatu dan Valentine yang baru aja jadi temen akrabku di sekolah mau berburu baju pesta.

“Hmmm … sambil menunggu Valentine datang lebih baik aku mempercantik penampilanku dulu ah,” aku berlari ke My Cuantika Room sebutan untuk ruang khusus sepatu aku.

“Mendingan aku pake sepatu yang semi sportif jadi untuk jalan gampang dan saat coba-coba nanti juga gampang ngelepasnya,” aku ambil sepatu biru muda treples bermotif snoopy kesayanganku.

Perfect! Dengan kaos putih Snoopy senada dengan sepatuku, plus topi biru muda bertengger di kepalaku rasanya penampilan aku sangat sempurna.

“Din … Din …,” suara  mobil Valentine di depan rumah.

“Wah Valentine udah datang.”

“Hai Fay…wah kamu matching sekali!” Puji Valentine.

“Wah kamu juga Val, cantik banget kaos panjang and lagging-nya, serasi sekali!” Fay balik memuji.

Dua gadis kecil berlari-lari dengan riang menuju kendaraan Valentine yang di supirin oleh Mang Mamat.

“Aduuh maceet sekali ya!” gerutu Valentine.

Dua gadis kecil di dalam mobil yang dari tadi asyik merumpi soal pakaian kesukaan Valentine dan sepatu kesukaan Fay mendadak jadi bosan dengan perjalanan yang tidak sampai-sampai. Mang Mamat juga berkeringat, meskipun AC di dalam mobil dingin.

Beberapa kali harus berhenti di lampu merah yang mereka lewati, ternyata mall yang baru saja Grand Opening lumayan jauh, ah discont jadi tidak menarik lagi kalau tahu perjalan yang musti di tempuh sejauh ini.

Tiba-tiba kaca mobil diketuk-ketuk oleh seorang gadis kecil seumuran dengan wajah yang kotor dan terbakar matahari, bajunya sudah sangat kotor dan tanpa alas kaki.

“ Bagi uangnya Pak, saya belum makan…” rintih gadis kotor tersebut.

Pak Mamat membuka sedikit kaca jendela lalu menyodorkan uang kertas ribuan untuk nya dan di terima dengan suka cita lalu pergi ke mobil-mobil lain yang terhenti karena lampu merah.

Pemandangan tersebut tidak luput dari pandangan Fay dan Valentine.

”Mang Mamat kenapa Bapak kasih uang ke anak tadi, nantinya dia jadi malas!” tanya Valen.

“Iya Pak, kata orang-orang belum tentu mereka benar-benar miskin. Hanya malas saja dan tidak mau bekerja,” tambah Fay.

Pak Mamat tersenyum lalu “ Neng, Bapak cuma merasa kasiahan dengan mereka. Yang pasti Bapak tidak mau berprasangka buruk, kalaupun benar kondisi mereka seperti yang neng Val dan Fay ceritakan barusan, ya Mang Mamat juga ikhlas sudah kehilangan uang Mamang.”

“Dulu sebelum Tuan Val mempekerjakan Mamang, Mamang cuma orang miskin yang banyak anak. Mamang sedih sekali tidak bisa menyekolahkan anak Mamang, untunglah Papa Neng Val menjadikan Mamang supir keluarga makanya Mamang bisa menyekolahkan anak Mamang seperti Neng Val dan Fay.

“Oh Pak Mamat punya anak seumuran kita ya?” tanya Fay.

“Iya, anak Mamang kelas 4 sekarang, yah selisih setahun ama Neng berdua. Cuma sekolah negeri di deket rumah, sekolah yang murah.”

“Tapi  Iffah cukup senang bersekolah di sana,” cerita Mang Mamat

“Ohhhh, Iffah kalau sekolah naik apa Mang, terus seragamnya yang model apa?” tanya Val.

“Neng, Iffah cukup jalan kaki, seragam dari sekolahnya ada tiga pasang dipakai bergantian. Lain ama Neng Val dan Neng Fay, banyak pakain dan sepatu.”

Val  dan Fay jadi saling berpandangan. Dua gadis cilik itu jadi malu.

“Eh Mang kok gak pernah cerita tentang Iffah sih? kan Iffah seumuran dengan kita jadi bisa berteman dong,” kata Val.

“Iffah nggak suka main, dia lebih suka belajar dan menjaga adiknya. Apalagi  emaknya  harus bekerja mencuci di tetangga. Nanti kapan-kapan saya ajak ya main ke rumah” kata Mang Mamat.

“Iya Mang ajak dong main,” kata Val

Val dan Fay jadi penasaran ingin ketemu dengan Iffah anak pak Mamat yang sederhana, yang lebih mementingkan menjaga adiknya dari pada pergi-pergi apalagi koleksi baju dan sepatu.

“Aku ada akal,” kata Fay tiba-tiba.

“Apa?”

“Bagaimana kalau kita kasih ke Iffah sepatu-sepatu aku yang sudah tidak muat dan baju-baju kamu yang sudah tidak terpakai ?” lagian  My Cuantika Room sudah cukup sesak. Mamahku aja udah ngomel melulu,” kerling Fay.

“ Iya … iya aku setuju Fay! Kurasa kita harus belajar dari kesederhanaan Iffah juga. Let’s go… kita pulang aja yuks sudah sore dan tambah macet aja nih,” usul Val.

Minggu sore yang masih dengan kemacetan membuat bete, meskipun sepatu dan baju baru lagi tidak dibeli, tetapi dua gadis kecil tetap merasa puas dan bahagia  dengan mendapatkan  pelajaran kesederhaan dari Iffah anak Mang Mamat.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar