Manusia Lummu

Bismillahirrahmanirrahim…”

Bapak memanjatkan doa kepada Allah Yang Maha Kuasa dan membaca mantera agar Mbo ma dilao, arwah nenek moyang mereka, membantu menenangkan lautan. Suku Bajo adalah suku yang tinggal di desa terapung di laut. Mayoritas dari mereka memeluk agama islam, namun masih memiliki kepercayaan terhadap nenek moyang.

Egam dan bapaknya mengantarkan Kak Rafi dan rombongan peneliti menuju ke tengah laut dengan menggunakan kapal. Kak Rafi adalah satu dari sedikit anak suku Bajo yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi. Kini, dia tergabung dalam tim peneliti yang meneliti lumba-lumba di perairan Indonesia.

Dalam bahasa Bajo, lumba-lumba disebut lummu. Saat mereka tiba di tengah laut, sekawanan Lummu Pakorek menyambut kedatangan mereka. Keberadaan Lummu Pakorek biasa menjadi kabar gembira saat suku Bajo mencari ikan. Lummu Pakorek, yang memiliki warna punggung gelap dan perut berwarna putih, menjadi penanda jika tangkapan ikan akan melimpah.

Kak Rafi dan Egam melompat ke laut. Dengan bahasa tubuhnya, Egam berkomunikasi dengan salah satu lummu dan membujuknya agar mau dinaikkan ke kapal. Bersama-sama, Egam dan Kak Rafi menggiring lummu ke jaring, lalu lummu diangkat oleh Bapak dan tim peneliti. Lummu dipasangkan alat pelacak pada sirip punggungnya, lalu dilepaskan kembali ke laut.

“Itu tadi Delphinus delphis ya kak?” Egam bertanya tentang spesies lummu tadi kepada Kak Rafi.

“Wah, kamu kok tahu?” Kak Rafi terkejut.

“Aku membaca buku kakak yang ada gambar lummu dan namanya.” jawab Egam sambil tersenyum bangga.

“Kenapa Kak Rafi suka sekali belajar? kata orang-orang tua bajo, percuma saja sekolah tinggi-tinggi, toh tidak bantu untuk cari ikan,” Egam bertanya kepada Kak Rafi. Egam menunduk dan matanya berkaca-kaca.

“Dengan sekolah tinggi pengetahuan kita jadi luas, kita menemukan pengalaman baru dan bertemu banyak orang di luar sana,” jawab Kak Rafi.

“Kita sebagai suku Bajo memang sudah menjadi bagian dari laut. Jaman sudah berubah tidak seperti jaman nenek moyang kita dulu. Kita yang muda ini harus berilmu dan mengikuti perkembangan jaman, agar kita bisa membangun desa dan menjaga laut kita.” lanjut Kak Rafi.

“Egam juga harus ikuti jejak Kakak ya, Egam kan pandai. Bisa menghafal apa yang di buku kakak.”

Egam tampak murung. Dia memandangi kakinya. “Egam kan hanya anak desa kak, lagipula kaki Egam hanya satu.”

Kak Rafi bangkit dari duduknya, “Hei Egam, kamu tahu tidak kalau kita, suku Bajo ini, manusia super? Orang-orang pirang sana mengakui kehebatan kita!”

Egam heran mendengar yang dikatakan Kak Rafi. “Apa maksudnya manusia super kak? Kita kan hanya orang desa, televisi saja tidak punya.”

Kak Rafi mendorong Egam ke laut.

Jebur… Egam tercebur ke laut. Dia merasa heran didorong begitu saja oleh Kak Rafi, namun dia naik lagi dengan cepat. Hanya punya satu kaki tidak mengurangi kelincahannya di laut.

“Itulah kehebatan kita. Tidak ada lagi manusia lain yang lebih pandai berenang dan menyelam daripada kita!” ujar Kak Rafi penuh semangat.

“Kakimu satu tapi kamu berenang seperti lummu! Berapa dalam kamu bisa menyelam?” tanya Kak Rafi kepada Egam.

Egam mengangkat tangan kanannya dan melebarkan jarinya. Dengan bangga dia berkata, “Lima puluh depa!”

“Lima puluh depa itu hampir 100 meter. Itu dalam sekali! Tidak ada manusia darat yang bisa! Apalagi tanpa bantuan tabung oksigen dan alat selam,” ujar Kak Rafi berbinar-binar.

“Kamu tahu apa yang membuat kita istimewa?” tanya Kak Rafi.

Egam menggelengkan kepalanya. Mata cokelatnya membulat penuh rasa tanya. Kak Rafi lalu menunjuk perut kiri Egam.

“Di dalam sini ada anggota tubuh kita yang bernama limpa. Hanya pada keturunan bajo, limpa dapat menyimpan dan melepaskan darah untuk tubuh dalam jumlah besar. Darah ini membawa oksigen. Kamu tahu oksigen?”

“Kata bu guru, yang untuk napas itu kan?” jawab Egam sambil berusaha mengingat.

Kak Rafi mengangguk lalu melanjutkan, “Banyaknya darah yang membawa oksigen dalam tubuh kita membantu kita kuat menahan napas yang lama dalam air, makanya kamu bisa menyelam sampai lima puluh depa!”

Mata Egam berbinar-binar. Kini dia merasa bangga pada dirinya dan pada sukunya. Dia bertekad kuat untuk mengikuti jejak Kak Rafi agar dapat melihat luasnya dunia dan juga mempelajari ilmu-ilmu baru yang belum pernah dia ketahui sebelumnya.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar