#Taliscerpen Hantu yang Ingin Membantu

Nama saya Owi, burung hantu yang suka mengikuti Ayi pergi. Saya tahu, Ayi si ayam jantan milik Pak Ali itu ingin hidup bebas. Dia merasa terganggu jika saya ada di dekatnya. Ayi pernah berkata, tugas membangunkan Pak Ali setiap pagi membuatnya tidak leluasa. Namun, demi hadiah sarapan cacing gendut dan gurih, dia terpaksa melakukannya.
Setelah sarapan, tampak Ayi berjalan-jalan ke arah hutan. Saya pun mengikutinya.
“Hei, Owi! Apakah kau diharuskan mengawasi aku? Bukankah kau hanya diminta jaga malam saja, ya?” tanya Ayi.
“Saya ingin menemanimu. Siapa tahu, kau butuh teman berbincang. Apalagi jika kau sampai lupa jalan pulang ke kandang.”
“Jangan meremehkan! Aku kan jagoan yang harus berani dan mandiri. Pergilah! Tak perlu mengamati aku!”
Daripada Ayi makin marah, saya pun pergi, tetapi tidak terlalu jauh. Saya bersembunyi di balik pohon besar dengan tetap mengintip Ayi, meskipun mata saya sudah terasa perih karena mengantuk. Seharusnya, di waktu menjelang siang ini saya istirahat sejenak.
“Khrook! Khrook! Khrooookk!”
Ya, ampun! Saya ketiduran! Suara yang keras dan ribut itu membuat saya terbangun dengan perasaan tak nyaman.
“Apakah itu Ayi? Terdengar aneh, tak seperti biasa,” pikir saya sambil terbang mencari sumber suara.
O-ow! Ternyata, Ayi tengah dikejar-kejar rubah. Saya bergegas mengejar keduanya yang berlari makin jauh.
“Hei! Jangan ganggu teman saya!”
Saya berusaha menghalau rubah dengan sayap yang lebar dan cakar kaki yang tajam. Akhirnya, rubah menyerah dan berbalik arah.
“Lain kali, jangan masuk wilayahku kalau tak ingin kuganggu!” ujar rubah kesal.
Saya mengucap permohonan maaf dan segera menyusul Ayi.
Oh, terlambat! Ayi tidak dapat menahan laju larinya hingga tercebur ke danau. Ayi panik. Dia tidak bisa berenang.
Hampir saja Ayi tenggelam seluruh badan jika saya tidak mencengkeram leher Ayi dan menyeretnya ke tepi danau.
“Terima … kasih … Owi,” ujar Ayi sambil mengatur napasnya yang terengah-terengah.
“Ayo, ikuti saya pelan-pelan! Hari sudah sore dan hampir gelap. Pasti pandanganmu agak sulit melihat jalan.” Ayi mengangguk lemah. Dia mengikuti saya dengan langkah yang sempoyongan.
Keesokan harinya, Ayi bangun kesiangan. “Wah, kakiku pegal semua gara-gara kemarin! Aduuh, pasti tidak ada makanan hari ini!”
Namun, ketika keluar dari kandang, Ayi terkejut melihat cacing di tempat makannya.
“Oh, sepertinya Pak Ali masih sayang padaku. Syukurlah, aku masih diberi satu cacing meskipun kecil, daripada tidak makan sama sekali.”
Saya datang ke hadapan Ayi. “Maaf, cacingnya kecil. Sulit sekali mencari cacing di sekitar sini. Makan dan istirahatlah. Kau butuh tenaga lebih banyak untuk menjalankan tugas sebagai alarm Pak Ali.”
Ayi terkejut. “Jadi, kau yang menaruh cacing di tempat makanku?”
“Ya. Pak Ali juga bangun kesiangan karena tidak ada alarm. Tadi beliau terburu-buru berangkat kerja. Saya hanya membantu menyediakan makan karena tak ingin melihatmu sakit. Saya tidur dulu, ya? Ngantuk sekali rasanya.”
Saya pamit pada Ayi dan kembali terbang ke dahan pohon dekat kandangnya. Sebelum mata terpejam, saya sempat melihat Ayi yang memandang saya dengan tatapan heran.
Saya memang seperti hantu  yang mengikuti ke mana Ayi pergi. Saya hanya ingin membantu karena Ayi harus menjadi pengingat waktu untuk Pak Ali. Hidup saya juga terselamatkan dari kejaran para pemburu berkat kasih sayang Pak Ali.
Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar