Tarian Ajeng di Negeri Impian (Part. 15)

Bab 15

Mengejar Impian

Bunda yang hendak memanggil Ajeng untuk makan malam, tak sengaja mendengar putrinya sedang berbincang dengan seseorang. Bunda pun tak langsung masuk. Dia justru menempelkan telinga pada daun pintu.

“Ajeng lagi ngobrol sama siapa?” tanya Bunda pelan pada diri sendiri.

Sampai terdengar suara tawa Ajeng dari dalam, Bunda pun langsung membuka pintu kamar Ajeng yang tak dikunci. Mata Bunda terbelalak karena terkejut. Dia melihat Ajeng sedang duduk di atas ranjang dengan seorang gadis manis berkepang dua.

“Kamu siapa?!” tanya Bunda tegas.

Seketika dua gadis itu bangkit dari ranjang dan berdiri di depan Bunda.

“Bunda, kenalin ini Bufi.”

“Bu-bufi temen yang kamu kenal di alam mimpi?”

Ajeng mengangguk. Bunda sampai geleng-geleng tak percaya. Selama ini, Bunda menganggap Ajeng hanya berkhayal.

“Malam, Bunda. Perkenalkan, aku Bufi,” sapanya seraya tersenyum ramah dan mengulurkan tangan.

Bunda tampak ragu-ragu untuk membalas. Ajeng lantas menarik tangan Bunda agar mau menyalami Bufi.

“Kamu masuk dari mana?” tanya Bunda penasaran.

Bufi menunjuk lubang ventilasi di atas jendela. Bunda seketika terheran-heran.

“Gimana caranya?”

Tanpa banyak kata, dalam sekejap Bufi menjelma menjadi seekor kupu-kupu bersayap biru ungu. Kemudian mengepakkan sayap, mengitari Bunda. Bubuk keemasan berjatuhan seiring Bufi terbang, sedangkan tatapan Bunda tak lepas dari kupu-kupu cantik itu.

***

Tiga minggu kemudian, semenjak Bunda mengenal sosok Bufi, kaki Ajeng akhirnya bisa pulih kembali. Berkat terapi rutin yang dijalani, Ajeng bisa melakukan aktivitasnya seperti dahulu. Hari ini, hari pertama Ajeng masuk kembali ke sanggar tari.

Kedatangan Ajeng disambut hangat oleh teman-teman dan para guru. Mereka senang, Ajeng bisa mengisi formasi yang telah lama kosong.

“Ajeeeng!” seru mereka bahagia.

“Ibu senang, kamu sudah sembuh. Welcome back to sanggar, Ajeng. Ingat! Kalau nyebrang jalan hati-hati,” canda sang guru seraya menoel hidung Ajeng yang mancung.

Semua anak terbahak, termasuk Ajeng.

“Kita akan belajar tari apa hari ini, Bu?”

“Tari Piring. Ajeng tahu Tari Piring dari mana asalnya?”

“Sumatera Barat.”

“Betul. Baiklah, sekarang sebelum mulai menari, kita melakukan pemanasan, ya.”

Sang guru menunjukkan gerak pemanasan. Tujuannya, agar otot-otot tak kaget atau terjadi cidera. Setelahnya, mereka mulai latihan menari dengan properti piring.

Kecintaannya pada tari tradisional, membuat Ajeng tak pernah bosan latihan segala macam jenis tari dan sejarahnya. Tak terasa, Ajeng sudah berlatih sampai dua jam lebih di sanggar.

Karena kakinya sudah sembuh, Ajeng pulang les tari bersama Mita kembali. Satu hal yang sudah dirindukannya kurang lebih selama dua bulan.

Setibanya di rumah, Ajeng menuju kamar dan hendak mandi. Sebelumnya, dia memeriksa ponsel Bunda karena menunggu kabar dari Ayah yang sudah kembali ke Bandung. Akan tetapi, Ajeng justru mendapat pesan lain dari seseorang yang tak terduga, dia pun berteriak memanggil Bunda.

“Bundaaa!” Ajeng menjerit kencang dari dalam kamar.

Bunda yang tengah menjemur pakaian di samping rumah, langsung berlari tergopoh-gopoh. Dia takut terjadi sesuatu pada Ajeng. Begitu memasuki kamar, Bunda mendapati Ajeng sedang melompat-lompat kegirangan di atas ranjang seperti katak.

“Astaghfirullah! Ajeng turun! Itu kasur bisa jebol, Sayang.” Bunda mencubit pipi Ajeng gemas.

“Maaf, Bunda. Ajeng lagi seneng tahu.” Ajeng mengerucutkan bibir.

“Nggak tahu! Emang apa yang membuat anak Bunda seneng banget gitu?”

“Tebak dong, Bun. Nggak seru kalau langsung dikasih tahu,” sahut Ajeng sembari tertawa kencang.

Bunda makin gemas hingga menggelitiki pinggang Ajeng. Mereka lalu saling kejar karena saling membalas gelitikan.

“Ih, Bunda. Udah dong, geli tahu.”

“Sekarang anak Bunda makin pinter ngejawab, ya.” Bunda memeluk Ajeng. “Sebenarnya, ada apa tadi teriak-teriak?” tanya Bunda kemudian.

Bukannya langsung cerita, Ajeng justru tersenyum sambil menaik-turunkan alisnya. Sontak Bunda menghela napas pasrah.

“Udahlah, kalau nggak mau ngomong. Bunda lanjutin ngejemur baju lagi,” keluhnya dan hendak pergi.

Buru-buru Ajeng menarik lengan Bunda. “Eh, tunggu, Bun. Jangan pergi dulu,” rengeknya.

Bunda membalikkan badan dan menatap Ajeng, menunggunya bercerita. Gadis berambut hitam panjang itu mengatakan, Kak Sandra tadi mengabari akan mengajaknya duet menari di sebuah acara televisi minggu depan.

Tak kalah senang dari Ajeng, Bunda malah yang melompat sambil bersorak. “Yeeey! Anak Bunda bakal masuk televisi!”

***

Ajeng akan tampil di acara televisi untuk yang pertama kali. Ayah pun mengambil cuti di kantor. Demi bisa menemani dan menyemangati putrinya. Sementara Bunda, sudah dari jauh-jauh hari meminta izin tak masuk sekolah untuk Ajeng. Pihak sekolah pun dengan senang hati mengizinkan, asal Ajeng dapat mengejar ketertinggalannya nanti.

Setelah beberapa hari sebelumnya, mereka berlatih bersama lewat online, kini mereka tampil bersama di atas panggung. Lampu sorot berwarna-warni dan banyaknya kamera, membuat Ajeng gugup dan gelisah.

“Kamu pasti bisa, Sayang. Jangan tegang gitu wajahnya, ayo senyum,” pinta Bunda.

“Iya, Sayang. Kamu pasti bisa,” ucap Ayah ikut menyemangati.

Ajeng mengembuskan napas berulang untuk membuang kegelisahan. Keringat dingin turut membasahi tangan dan dahinya.

“Kamu grogi, ya, Jeng?” tanya Kak Sandra.

“Iya, Kak. Aku takut lupa gerakannya.”

“Kakak yakin, kamu bisa.” Kak Sandra menggenggam tangan Ajeng.

Dengan baju kebaya merah cerah dan selendang kuning keemasan, keduanya tampak cantik dan anggun. Rok batik yang sengaja dibuat longgar pun dikenakan agar mereka bebas bergerak. Diiringi instrumen gamelan, kedua gadis bersanggul itu mulai menarikan Tari Jaipong kreasi.

Tak ada yang melebihi kebanggaan orang tua ketika melihat anaknya berprestasi. Begitu pula Ayah dan Bunda yang melihat Ajeng masuk televisi. Air mata haru menetes dari keduanya.

Impian Ajeng untuk menjadi penari tradisional profesional segera terwujud. Tak

ada yang sia-sia jika terus berlatih dan bersemangat mengejar cita-cita.

TAMAT

Tegal, 23 September 2021

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar