Seperti biasanya, aroma segar pohon dan tanaman hijau menyambut Buana saat tiba di depan rumah kakeknya. Kakek Buana tinggal sendirian di desa Tanah Hijau yang jauh dari kota. Kali ini, Buana datang diantar oleh ibunya untuk berlibur setelah ujian sekolah.
“Selamat pagi Kakek!” Buana menyapa Kakek yang sedang menyiram tanaman di halaman depan rumah.
Buana meletakkan tas ransel di atas kursi dan berjalan untuk menyalami kakek.
“Selamat pagi Buana, bagaimana kabarmu?” Kakek meletakkan gayung air ke dalam bak dan berjalan menyambut Buana.
Kakek terlihat bahagia melihat Buana datang. Senyum di wajahnya terus mengembang.
“Selamat pagi ayah.” Sapa ibu Buana sambil mencium tangan kakek..
“Saya mengantar Buana dan menitipkan Buana di sini ayah, nanti saya akan menyusul setelah semua beres.” Kata Ibu Buana melanjutkan sebelum pegi kembali ke kota karena masih ada pekerjaan yang tertunda.
Setelah Ibu Buana pergi, Buana membawa tas ransel dan mengikuti Kakek masuk ke dalam rumah. Buana memperhatikan seisi rumah yang masih sama sejak terakhir kali dia berkunjung tahun lalu.
Perabotan antik dan kuno yang terbuat dari kayu selalu menghiasi beberapa sudut rumah kakek. Terdapat beberapa foto-foto Buana, Ayah, Ibu, dan juga nenek yang menghias dinding di ruang tamu.
Tak lama kemudian, Buana melihat sekelompok anak laki-laki sedan beejlan membw bola sepak di tangan mereka.
Dengan bersemangat Buana memanggil mereka untuk ikut bermin bola bersama.
“Kakek, aku boleh bermain bersama teman-teman sebentar?” tanya Buana saat dia melihat beberapa anak laki-laki mulai berjalan menghampiri pagar rumah kakek.
Buana mengenali mereka semua karena mereka adalah teman bermain Buana.
“Boleh, tapi jangan sore-sore ya, kembalilah sebelum petang. Kita akan makan malam bersama-sama.” Jawab Kakek sambil tersenyum.
Buana melambaikan tangan ke arah teman-temannya dan berlari bersama mereka menuju lapangan luas di sekitar rumah-rumah penduduk desa.
Lapangan yan mereka tuju cukup luas dan ditutupi oleh rumput-rumput liar kecil dan pendek sehingga memudahkan mereka untuk bermain permainan apa saja.
“Mari kita bermain petak umpet dulu! Sudah lama aku tidak bermain itu karena tidak ada lapangan dan pemandangan sebagus ini di kota.” Buana berteriak dengan semangat ke arah teman-temannya.
“Boleh! Lagipula kami semua senang bisa bertemu kamu lagi Buana!” Kata Ipung, salah seorang teman Buana.
Mereka semua menunjuk penjaga dengan bermain Hompimpah. Karena kalah, Buana ditunjuk sebagai penjaga nomor satu.
Buana menghitung sampai sepuluh sambil menutup mata dan menunggu teman-teman yang lain bersembunyi.
Ketika hitungan sudah selesai, Buana bergerak dengan cepat meneliti setiap sisi lapangan sambil berusaha mendengar suara tertawa dari teman-temannya. Dengan cepat Buana berhasil menemukan 3 dari mereka, dan dia harus mencari Ipung agar dia memenangkan permainan.
Saat Buana sedang berjalan pelan di sekitar pinggir lapangan, Buana mendengar suara tangisan kecil. Penasaran, Buana menengok kiri, kanan, depan, belakang, dan atas, namun tidak ada siapapun.
“Tolong aku, tolong…” suara pelan yang meminta pertolongan itu terdengar oleh Buana.
Buana sadar, kalau kemampuan khususnya mulai bekerja. Menurut leluhur keluarga, Buana adalah salah satu keturunan dari pendengar alam yang memiliki kemampuan dalam mengartikan suara pepohonan dari gemerisik ranting, daun, dan hembusan angin. Kelebihannya adalah Buana mampu mengartikan suara alunan alam dalam bahasa manusia. Itu adalah salah satu kemampuan alami untuk menjaga alam dari kerusakan yang disyukuri Buana.
Sambil memusatkan pendengaranya, Buana akhirnya menemukan sebuah pohon besar yang tertutup rumput-rumput liar berdiri tersembunyi di salah satu sudut lapangan.
“Halo, apa ada yang bisa aku bantu?” Buana bertanya pada pohon itu sambil memperhatikan sekelilingny.
Gemerisik suara ranting dan daun terdengar pelan, “Terimakasih sudah menemukan aku. Aku membutuhkan pertolongan.” Jawab pohon itu.
“Kalau begitu, boleh saya tahu siapa nama anda?” Tanya Buana dengan sopan.
“Kamu bisa memanggilku Pohon Hijau. Siapa namamu?”
“Nama saya Buana Tuan Pohon Hijau. Boleh aku tahu kenapa anda meminta pertolongan?” Tanya Buana penasaran.
Tuan Pohon Hijau termenung sebentar lalu menjawab, “Aku sedang sakit. Rasanya aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Daun-daunku terus berguguran dan batang serta rantingku menjadi kering dan rapuh. Rasanya ada yang mengambil makananku dan membuatku kelaparan.” Suara gemerisik ranting terdengar lemah dan beberapa ranting kering mulai berjatuhan di sekitar Buana.
“Apakah Tuan Pohon Hijau sudah lama sakit? Sepertinya kondisi anda cukup buruk.” Buana tampak sedih melihat keadaan pohon hijau yang kurus dan kering.
“Sudah beberapa waktu lamanya aku merasa ada yang mencuri makananku, sumber nutrisiku secara diam-diam. Sepertinya ada tanaman yang menempel di batangku selama ini. Bisakah kamu membantuku menemukannya?” Ucap pohon hijau.
“Baiklah, aku akan memanggil kakekku. Kakek bisa membantu menemukan penyebab sakit anda karena dia juga adalah pendengar alam yang handal.” Jawab Buana sambil berlari pergi menuju rumah.
Buana meminta teman-temannya untuk menyudahi permainan dan menunggu, sementara dia pergi memanggil Kakek.
“Kakek! Ada pohon yang membutuhkan pertolongan!” Buana memanggil Kakeknya yang sedang duduk di teras rumah.
“Ada masalah apa Buana?” Tanya Kakek saat Buana sudah berdiri di depannya.
Buana segera menceritakan apa yang terjadi kepada kakeknya. Kakek terdiam dan kemudian tersenyum.
“Buana, ayo ikut Kakek mengambil peralatan untuk menyembuhkan pohon hijau.” Kata Kakek sambil berjalan menuju gudang penyimpanan di samping rumah.
Buana yang penasaran segera mengikuti kakek untuk mengambil sekop, gunting tanaman, sarung tangan, dan cangkul. Bersama dengan kakek, Buana berjalan kembali menuju pohon hijau.
“Akhirnya kamu kembali Buana. Aku merasa lemas sekali sekarang.” Keluh pohon hijau. Ranting-rantingnya mulai patah satu persatu bersamaan dengan daun-daun yang menguning.
“Tentu saja aku kembali! Aku datang bersama Kakek. Kakek akan membantu menangani masalah ini.” Ujar Buana bersemangat.
“Halo Pohon Hijau, saya akan memeriksa kondisi anda dulu.” Kata Kakek sambil mulai memasang sarung tangan dan memeriksa Pohon Hijau dengan teliti.
Tidak lama kemudian, Kakek menemukan kumpulan jamur parasit yang menempel di sisi bawah pohon hijau dengan ukuran yang cukup besar. Kakek lalu memakai sekop untuk memisahkan akar jamur dari pohon dan menggunting sisa-sisa dari jamur dengan gunting tanaman. Buana mengambil kantong plastik besar dan memasukkan jamur yang sudah dipangkas kedalamannya.
Kakek dan Buana bekerja sama membersihkan rumput dan tanaman liar di sekitar pohon hijau sehingga area sekitarnya menjadi bersih dan lapang.
“Wah, terima kasih Kakek dan Buana, saya sekarang menjadi lebih sehat dan bisa mengambil sari-sari makanan dengan baik!” Ujar pohon hijau diiringi dengan gemerisik daun yang mengeluarkan suara alam yang indah sebagai tanda terima kasih.
“Aku senang kami bisa membantu, semoga anda bisa kembali kuat dan sehat! Aku dan kakek akan sering-sering berkunjung untuk memeriksa anda.” Buana tersenyum gembira sambil mengusap pohon hijau.
“Kami senang jika anda bisa kembali sehat seperti semula. Saya yakin anda bisa pulih kembali.” Kata Kakek sambil membereskan barang-barang perkebunannya.
Kakek dan Buana mengajak teman-teman Buana untuk duduk bersama-sama dekat pohon hijau sambil makan kudapan yang dibawa Kakek. Pohon hijau tampak lega dan bahagia sehingga daun-daun hijau yang tersisa ikut bergoyang terbawa angin.
Mulai saat itu, Pohon Hijau bisa kembali kuat dan menumbuhkan banyak daun hijau sehingga bisa digunakan sebagai tempat berteduh ketika Buana dan teman-temannya beristirahat.
Setelah Buana kembali pulang, beberapa bulan kemudian Kakek mengirimkan satu paket berisi buah-buah segar.
Kakek meninggalkan catatan kecil di atas paket bertuliskan:
“Pohon Hijau sudah berbuah Buana! Pohon Hijau ingin membagikan buah-buah ini untuk kamu karena kamu sudah membantu dia kembali sehat dan kuat. Buah-buah ini sangat besar dan lezat, Kakek yang sudah mencobanya merasa bahwa buah-buah ini adalah lambang dari buah kebaikan hatimu yang tulus membantu Pohon hijau mengatasi masalah yang dia alami. Tidak peduli siapapun makhluk hidup itu, Kakek berharap kamu selalu bersedia menolong mereka yang membutuhkan dan buah kebaikan akan kamu dapatkan suatu hari nanti. Sama seperti buah yang kamu dapatkan hari ini.”
Buana tersenyum lebar dan segera berlari menuju ibunya. Buana dan Ibunya membagikan buah-buah itu kepada beberapa tetangga mereka dengan bahagia. Hari ini Buana menyadari bahwa buah kebaikan itu sangat lezat dan manis untuk dirasakan, sama seperti buah dari Tuan Pohon Hijau.