Udak dan Ular Raksasa

Alkisah pada zaman dahulu kala di tepi Sungai Kerupe, Nanga Ella, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, hiduplah seorang gadis bernama Udak. Ia dipanggil Udak karena postur tubuhnya yang padat berisi dan gempal seperti Udak yaitu sejenis umbi-umbian berwarna ungu. Udak adalah seorang anak perempuan yang periang meskipun ia seorang anak berkebutuhan khusus yang mengidap gangguan komunikasi autisme. Akan tetapi Udak dikenal sebagai anak yang gigih dan rajin bekerja keras. Seringkali orang-orang di sekitarnya harus mengingatkan Udak untuk berhenti bekerja dikarenakan sifatnya yang gigih dan selalu bersemangat dalam bekerja. Tak heran bila Udak disukai oleh teman-teman dan warga kampungnya.

Pada suatu hari, Udak diajak teman-temannya untuk mencari ikan.

“Udak, ayo kita mansai!” Mansai adalah kegiatan mencari ikan di sungai saat air sungai
surut dengan menggunakan pemansai yaitu alat mencari ikan yang terbuat dari rotan.
Udak senang sekali mendengar ajakan temannya. Lalu ia bertanya, “Di mana kita akan
mansai, Kawan?”

“Di Hulu Sungai Kerupe ini sampai ke Riam Dungan sana, Udak.” jawab salah seorang
temannya.

Udak pun menerima ajakan teman-temannya tersebut.
Lalu mereka bergegas mempersiapkan alat-alat untuk mansai dan perbekalan selama perjalanan mansai. Mereka membawa bekal makanan hanya berupa nasi dan garam saja tanpa lauk dan sayur apapun. Mereka bermaksud untuk memasak ikan hasil mansai mereka nanti sebagai lauk.

Setelah selesai mempersiapkan alat-alat dan perbekalan, mereka pun berangkat mansai.
Namun hingga hari menjelang siang, mereka belum mendapatkan hasil seekor ikan pun. Bahkan ikan kecil pun tidak tampak sama sekali di permukaan sungai. Teman-teman Udak mulai kelelahan, satu per satu mereka mulai menyerah dan pulang hingga tinggal lah Udak sendirian yang masih asyik mansai. Udak yang gigih dan selalu bersemangat masih terus mansai. Ia bertekad tidak akan pulang sampai mendapatkan ikan.

Saat sedang asyik-asyiknya mansai, Udak menoleh ke tepian Sungai. Di sana terlihat sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu. Udak berniat untuk beristirahat sebentar di Pondok itu, jadi Udak pun segera menepi dan berjalan ke arah pondok. Udak mengetuk pintu pondok dengan sopan.
Terdengar suara seorang Nenek dari dalam Pondok, “Siapa itu?”

“Ini Udak, Nek. Bolehkah saya menumpang istirahat sebentar di pondok, Nek?” tanya Udak.

“Masuklah, Cu.” sahut Si Nenek dari dalam pondoknya.

Saat Udak membuka pintu pondok dan masuk ke dalamnya, terlihat seekor Ular Sawah yang besar sekali sedang melingkar di dalam pondok. Tubuh ular itu lebih besar dari batang pohon kelapa. Tapi Udak tidak takut sama sekali dengan ular tersebut.

“Kamu tidak takut dengan saya, Cu?” tanya si Ular yang ternyata adalah suara Nenek yang tadi mengizinkan Udak untuk beristirahat dalam pondoknya.

“Tidak, Nek.” jawab Udak seraya duduk di dekat ular tersebut. Tanpa rasa takut sedikit pun, Udak bercerita kalau ia kelelahan dan kelaparan setelah seharian mansai akan tetapi tidak seekor ikan pun yang ia dapatkan. Ular tersebut mendengarkan cerita Udak dengan seksama. Lalu Ular itu merasa kasihan dan menjamu Udak dengan hidangan yang tersedia di dalam pondok tersebut.
“Makanlah, Cu.” ujarnya mempersilahkan Udak untuk makan.

Udak senang sekali, ia makan dengan lahap dan setelah Udak selesai makan dan minum, tidak lupa Udak berterima kasih atas jamuan tersebut.

“Kamu kenapa tidak ikut teman-temanmu pulang, Cu? Bukankah mereka semua pulang?” tanya Ular.

“Saya belum dapat ikan seekor pun, Nek. Saya akan pulang setelah mendapatkan ikan.” jawab Udak.

Ular itu takjub dengan kegigihan dan semangat Udak, lalu ia berkata, “Kenapa kamu harus bersusah-payah mencari ikan? Silahkan potong saja ekorku ini.”

Udak terkejut lalu berkata, “Jangan Nek. Nanti Nenek bisa mati kalau saya potong ekor Nenek.”

“Tidak, Cu. Potonglah dan ambil 2 bagian untukmu.” ujar Ular sambil tertawa kecil. “Potonglah, Cu!” perintahnya.

Udak pun dengan takut-takut memotong ekor Ular menjadi dua bagian. Ular itu tidak kesakitan sama sekali dan tetap tenang melingkar. Lalu Udak mengambil bagian tengah badan Ular dan membelah kembali bagiannya menjadi dua. Masing-masing bagian dimasukkan ke dalam takin yang dibawanya dan hampir saja Udak tidak mampu membawa kedua takinnya.

Setelah itu bagian ekor Ular yang tidak diambil Udak kembali menyatu dengan tubuh Ular. Kemudian Ular itu memberikan 3 buah batu berwarna merah, kuning dan hijau kepada Udak seraya berpesan, “Rendamlah ketiga batu ini di dalam air. Lalu minumlah airnya.”

Udak segera melaksanakan perintah Ular tersebut. Ajaib, setelah meminum air rendaman ketiga batu tersebut Udak menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan penyakitnya mendadak hilang seketika.

Udak sangat senang.Lalu Udak pamit untuk pulang pada Ular dan keluar dari Pondok. Ular itu mengantarkannya hingga ke depan pintu pondok. Saat Udak selesai melangkah ke tanah, seketika Ular dan Pondok itu menghilang dari pandangannya. Akan tetapi Udak tidak takut karena Ular tersebut telah memberi kebaikan padanya.

Udak pun segera pulang ke kampungnya. Setiba di kampung, orang-orang terkejut melihat hasil tangkapan Udak yang memenuhi kedua takinnya berupa daging ular yang sangat besar.

Bagi masyarakat Dayak Melahui, daging ular adalah rezeki yang utama. Mereka juga heran melihat perubahan pada diri Udak. Udak menceritakan kisahnya kepada para penduduk kampung. Mereka merasa kagum dengan peristiwa yang telah dialami Udak dan mereka turut bahagia atas perubahan pada diri Udak.

Setelah kejadian itu Udak memiliki kekuatan mengobati orang-orang sakit. Meski demikian Udak tetap rendah hati dan tidak sombong serta tetap selalu bersemangat dalam melakukan setiap pekerjaan.

Anak keturunan Udak secara turun-temurun mengobati orang-orang yang sakit di Sungai Kerupe, Nanga Ella, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.

Demikianlah kisah Udak yang mengandung pesan moral untuk kita agar selalu bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam melakukan pekerjaan apapun. Usaha keras yang gigih akan membawa hasil yang baik.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar