Apa Yang Bisa Lebih Buruk dari Ini

Disadur dari cerita rakyat bangsa Ibrani

Pada suatu hari, hiduplah seorang lelaki yang tinggal bersama ibu, istri dan keenam orang anaknya di sebuah rumah kayu kecil di pinggir hutan. Rumah mereka terasa sangat sesak karena terlalu banyak orang yang menghuni rumah tersebut. Adu mulut pun sering terjadi antara ibu dan istri lelaki tersebut. Belum lagi anak-anak yang sering bertengkar dan membuat suasana rumah menjadi semakin berisik. Bila musim dingin tiba, keadaan semakin memburuk. Cuaca dingin siang dan malam membuat rumah penuh pertengkaran dan tangisan yang bersahut-sahutan. Sungguh keluarga yang malang.

Akhirnya, lelaki itupun tidak tahan lagi. Ia pergi ke rumah kakek tua bijaksana yang tinggal di dalam hutan. Orang-orang di pedesaan mengatakan bahwa apapun masalah yang kita hadapi, kakek tua yang bijaksana itu akan memberikan solusinya.

“Wahai kakek tua yang bijaksana, aku adalah lelaki malang yang tinggal bersama ibu, istri dan enam orang anak dalam sebuah rumah yang terlalu kecil untuk kami tinggali. Aku sudah tidak tahan lagi dengan hidupku yang menyedihkan ini. Apa yang harus aku lakukan?” tanya lelaki itu kepada kakek tua yang bijaksana.

Sambil membelai jenggotnya yang putih dan panjang, ia pun berkata, “Apakah kamu memiliki binatang ternak seperti ayam, bebek atau angsa?”

“Aku memiliki satu ekor ayam jantan, satu ekor ayam betina dan tiga anak ayam.” Jawab lelaki itu dengan penuh semangat.

“Bagus…bagus… Saat pulang nanti, kamu masukkan ayam jantan, ayam betina dan ketiga anak ayam tersebut ke dalam rumah. Biarkan mereka tinggal bersama kalian di dalam rumah.” perintah kakek yang bijaksana kepada lelaki tersebut.

“Siap, laksanakan!” tanpa ragu lelaki itu mengiyakan perintah kakek tua yang bijaksana kemudian bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ia pun mengambil satu ekor ayam jantan, satu ekor ayam betina dan tiga anak ayam peliharaannya dari kandang di pekarangan belakang, lalu memasukkannya ke dalam rumah. Hari berganti hari, rumah yang ditinggali lelaki itu semakin tidak karuan. Adu mulut antara ibu dan istrinya semakin menjadi, keenam orang anaknya semakin gaduh ditambah dengan suara kokok ayam sepanjang waktu, bulu-bulu ayam bertebaran di seluruh isi rumah. Apa yang bisa lebih buruk dari ini?

Lelaki malang itu pun kembali datang kepada kakek tua yang bijaksana dan mengeluhkan semua kekacauan yang terjadi di rumahnya. Sambil membelai jenggotnya yang putih dan panjang, ia pun bertanya, “Apakah kamu memiliki kambing?”

“Aku punya kambing tua yang tidak bernilai dan tidak berguna.” Jawab lelaki itu.

“Sempurna. Kamu masukkan kambingmu ke dalam rumah dan biarkan kambing itu tinggal bersama kalian.” Perintah kakek tua yang bijaksana kepada lelaki itu.

“Yang benar saja! Apa kamu serius?” jawab lelaki itu dengan heran.

“Lakukan apa yang aku katakana.” Jawab kakek tua yang bijaksana dengan singkat.

Dengan langkah berat lelaki malang itu pun melakukan apa yang kakek tua katakan. Sesampainya di rumah, Lelaki itu mengambil satu ekor kambing tua tidak berguna dari kandang di pekarangan belakang, lalu memasukkannya ke dalam rumah. Hari-hari berlalu, keadaan rumah sudah kacau balau. Adu mulut antara ibu dan istrinya berubah menjadi keluhan akan rumah yang semakin kecil, sempit dan berantakan. Keenam orang anaknya seakan tumbuh lebih besar, suara kokok bersahutan dengan kambing tua yang mengembik dan menabrak-nabarakkan tanduknya ke perabot dan orang-orang yang ada di rumah. Bulu-bulu ayam bertebaran disertai bau kambing menyengat di seluruh rumah. Apa yang bisa lebih buruk dari ini?

Lelaki malang itu pun tak tahan lagi dan kembali datang kepada kakek tua yang bijaksana. Ia mengeluhkan semua kekacauan yang terjadi di rumahnya.

Sambil membelai jenggotnya yang putih dan panjang, ia pun bertanya, “Apakah kamu memiliki sapi?”

“Aku memiliki satu anak sapi.” Jawab lelaki itu.

“Pulanglah, dan masukkan sapi ke dalam rumahmu.” Pinta kakek tua yang bijaksana.

“Hal itu tidak mungkin aku lakukan.” Jawab lelaki itu dengan lesu.

“Ini yang terakhir. Lakukanlah!” Kata kakek tua yang bijaksana itu dengan tenang.

Sesampainya di rumah, dengan berat hati lelaki itu mengambil satu ekor anak sapi dari kandang di pekarangan belakang, lalu memasukkannya ke dalam rumah. Hari-hari berlalu, keadaan rumah sudah seperti neraka. Ibu dan istrinya kini sering menangis dengan keadaan rumah yang semakin kecil, sempit dan kacau balau. Keenam orang anaknya seakan tumbuh lebih besar dan tidak terkendali. Suara kokok bersahutan dengan kambing tua yang mengembik. Bulu-bulu ayam bertebaran disertai bau kambing menyengat di seluruh rumah. Si anak sapi melompat kesana-kemari dan sudah tidak ada ruang tersisa lagi. Apa yang bisa lebih buruk dari ini?

Lelaki malang itu sudah mau gila rasanya. Ia pun kembali pergi kepada kakek tua yang katanya bijaksana itu dan mengeluhkan semua hal yang menimpanya saat ini lebih buruk dari mimpi buruk manapun.

Pada akhirnya kakek tua yang bijaksana itu berkata, “Pulanglah, lalu keluarkan semua hewan ternakmu dari rumah. Kembalikan mereka semua ke dalam kandang sebagaimana mestinya.”

“Akan aku lakukan segera!” lelaki itu pun bergegas pulang ke rumah dan melakukan apa yang diperintahkan oleh kakek tua yang bijaksana. Lelaki itu beserta, ibu, istri dan keenam orang anaknya lalu membersihkan rumah bersama-sama dan tidur pada malam harinya. Mereka tidur pulas sekali dan merasakan damai dengan rumahnya saat ini.

Beberapa hari berikutnya, lelaki itu kembali mendatangi kakek tua yang bijaksana dan berkata,”Wahai kakek tua yang bijaksana, aku berterima kasih padamu karena telah membuat hidupku lebih damai dari sebelumnya. Kini aku, ibuku, istriku dan keenam anakku bisa hidup di rumah kayu kecil pinggir hutan dengan nyaman, tentram dan penuh rasa syukur.

***SELESAI***

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar