Setiap Minggu, di perumahan Kebon Kacang kota Jakarta ada kegiatan berbagi. Minggu ini, agenda keluarga Wanda. Bunda berencana membuat nasi uduk. Nasi uduk adalah makanan khas Betawi, terbuat dari beras rasanya gurih dengan pelengkap khas sambal kacang.
Bunda meminta Wanda untuk mengambil belajaan diwarung kelontong milik babeh Akri. “Win, bunda minta tolong ya, ambilkan belanjaan isinya beras, telur,kelapa dan kacang tanah,” pinta Bunda. “Tadi babeh Akri pesan, belanjaannya sudah biasa diambil,” kata Bunda lagi.
Warung kelontong ini memang paling lengkap dan berjarak sekitar dua kilo meter dari rumah. “Siap Bunda,” jawab Winda. “Ini uangnya, ” kata bunda seraya memberikan uang ke Wanda. “ Hati-hati ya sayang bawa sepedanya” kata Bunda lagi
Pelan-pelan Wanda mengeluarkan sepeda dari pintu garasi rumahnya. Hanya memerlukan waktu sekitar 20 menit Wanda telah sampai di warung babeh Akri. “Ini Neng, pesanan Bunda, coba cek dulu, barangkali ada yang kurang,” kata babeh Akri seraya menyerahkan barang belanjaan Wanda.
“Lengkap Beh, ini uangnya,” kata Wanda pada babeh Akri, dan mengambil barang belajaan pesanan Bunda. ”Mau bikin nasi uduk ya, Neng, emang nih nasi uduk buatan bunda Wanda, paling lezat dan gurih, “Neng udah bisa belum bikinnya,” kata babeh Akri penasaran.
”Kalau bantu sering Beh, untuk rasanya sepertinya lebih enak buatan bunda deh, ” jawab Wanda sambil tersenyum. “Mari Beh, saya pulang dulu, “kata Wanda. Pesanan bunda di taruh pada keranjang sepedanya.
Sesampainya di rumah, Wanda meletakan bahan bahan nasi uduk ke dapur. Terlihat Bunda sedang mengelap wajan besar. “Ada yang perlu di bantu Bun?” kata Wanda tetiba mengkagetkan Bunda. “Kebetulan nih, tolong bahan-bahan ini di masukan ke pengukus nasi ya,” kata bunda.
Wanda memasukan bahan-bahan nasi uduk ke dalam penanak nasi. Baru beberapa menit Wanda gelisah tidak sabar ingin melihat nasi uduk yang telah matang.“ Bund, kenapa sudah setengah jam, nasi uduk nya belum matang ya,” tanya Wanda keheranan.
“Aih…aih anak bunda lupa ya, tombol masaknya belum di nyalakan sayang,” kata bunda sambil menyalakan tombol masak. “ Sabar sayang, tunggulah setengah jam ya”, kata bunda ‘’Masak baru ditaruh ke penanak langsung jadi, xiiii.. kan nga mungkin.” He…he… wajah Wanda merah padam menahan malu
“ Tara akhirnya, matang juga setelah tiga puluh menit,” kata Wanda sambil menyeka keringat yang bercucuran. “Telur pindang, tahu dan tempe nya sudah Wanda masak ya Bund,” kata Wanda menjelaskan. Wanda sudah biasa membuat lauk pauk pelengkap nasi uduk sejak duduk di kelas 4 SD, sudah dua tahun lalu, jadi sudah terbiasa.
Setelah nasi uduknya matang, Wanda meletakan pada selembar daun pisang, lalu di taburkan bawang goreng, setelah itu di bungkus membentuk gunung. “Ayo Bun, sudah di mulai nih acaranya,” kata Wanda mengingatkan bunda. Disusunya nasi uduk dalam tampah besar bererta lauk pauknya.
Wanda dan Bunda bergegas menuju gedung pertemuan milik komplek perumahan, di sana telah di sipakan tempat duduk. Disana ada pak RT juga ikut membantu para warga yang menyediakan makanan.
“Silahkan, Bapak Ibu,” kata Wanda menawarkan nasi uduk bawaanya.“Mohon antri ya Bapak Ibu,”’ kata Wanda lagi . “Saya dulu ya, saya sudah dari tadi,” kata bapak yang berkumis menyerobot antrian. “Nga bisa Mas, saya sudah dari tadi, ini anak saya nangis”, ujar Ibu menggedong anak balita.
Gubrak suara tampah kosong jatuh tersenggol. Suaranya terdengar nyaring membuat kaget semua orang. “Bapak dan Ibu mohon antri ya, karena masih banyak nasi uduknya,”’ suara pak RT memecah keheningan.
‘’Ayo antri,” kata ketua geng sambil meluruskan barisan. “Sip”’. Kata nya lagi “Sudah lebih tertib”, silahkan ambil bapak Ibu .“Nasduk …nasduk….nasduk ambil ambil” kata bapak bertopi kuning sambil bercanda. Semua dapat menikmati nasi uduk buatan bunda dengan gembira.