ANAK ANAK PIJIOMBO (Part 12)

USAHA MELOLOSKAN DIRI

 

 

Ega kembali keluar gua sembari berharap ada seseorang yang bisa ia mintai bantuan. Namun, harapannya sia-sia belaka. Tidak ada seorang pun yang ia lihat. Justru yang ia saksikan adalah kenyataan bahwa matahari semakin condong ke barat. Beberapa saat lagi mungkin petang segera datang mendahului malam.

Sesaat Ega menghela napas berat dan dalam, baru kemudian kembali masuk ke dalam gua lewat lubang yang sama ketika ia keluar tadi. Sementara matahari di ufuk barat sudah semakin condong saja. Sinarnya yang semula terang kini menjadi kuning kemerahan.

“Hari sudah semakin sore. Sebentar lagi matahari akan terbenam. Bapak dan Ibu kita pasti resah dan bingung kalau kita tidak segera keluar dari sini dan pulang.” Jilan begitu resah.

“Terlebih aku dan Ega, kambing-kambing kami pasti sudah pada mengembek kelaparan,” sahut Panjul tak kalah resah.

“Sekarang apa rencana kita?” tanya Ega saat sudah berada di dekat kedua temannya.

Panjul diam sejenak. Sambil berpikir keras matanya tiada henti memandangi si Giras kambingnya yang lagi asyik makan rumput yang tadi diberikannya. Hmm, Panjul tersenyum dalam hatinya. Selama ini ia selalu yakin bahwa si Giras selalu membawa keberuntungan jika kambing itu sedang ada di sampingnya.

“Baiklah teman-teman, aku ada rencana. Mendekatlah kalian!” pinta Panjul tiba-tiba.

“Apa rencanamu?” Ega penasaran jadinya.

“Begini ….”

Begitu Jilan dan Ega lebih mendekat, Panjul segera membeberkan rencana yang hendak ia jalankan. Tentu saja kali ini dengan melibatkan si Giras di dalamnya. Secara detail Panjul menjelaskan apa dan bagaimana mereka harus bertindak. Semua sudah Panjul perhitungkan dengan seksama.

Jilan dan Ega manggut-manggut sebagai pertanda menyetujui rencana yang hendak mereka lakukan bersama.

                                                      ***

 

Suasana di dalam gua semakin gelap. Sudah tiada lagi sinar matahari yang menerobos masuk. Hewan-hewan ternak yang warna bulunya gelap sudah tak kelihatan lagi kecuali sorot matanya. Hanya ternak yang berwarna putih yang dapat mereka lihat. Dalam keadaan seperti itu hewan-hewan itu jadi nampak menyeramkan di mata mereka. Terlebih saat puluhan kelelawar mulai keluar dari persembunyiannya. Mereka pada terbang rendah sambil menjerit-jerit dengan suara khasnya. Pastinya kelelawar-kelelawar itu bersiap keluar gua untuk mencari makan.

Suasana seram membuat ketiga bocah itu beringsut saling merapatkan tubuhnya ke dinding gua yang terdekat. Detak jantung mereka yang semula tenang dan normal seperti biasa, sekarang terasa semakin cepat degupnya. Dengus napas mereka yang tak beraturan kini beradu dengan suara-suara binatang liar yang bersuka cita menyambut datangnya gelap.

Suara embek dan lenguhan sapi sesekali terdengar. Hanya suara itu yang sedikit menenangkan hati mereka yang sedang dicekam ketakutan.

Terlebih saat salah satu anggota komplotan pencuri yang tadi mereka dengar dipanggil dengan sebutan Jon tampak datang mendatang mendekat dengan membawa dua batang obor di tangannya. Hati mereka kian berdebar-debar dengan hebat. Dari balik tempat persembunyian mereka siap menjalankan rencana pelarian dengan cermat.

Akibat cahaya dua obor yang dipegangnya, bayangan orang itu menjadi tampak seperti raksasa hitam yang sedang berjalan menyusuri lantai gua. Tiap kali api obor itu meliuk-liuk tertiup embusan angin, bayangan besar dan hitam dari orang itupun seolah bergerak liar hendak menjangkau mereka bertiga.

“Kalian bersiaplah!” bisik Panjul ketika jarak orang itu tinggal empat meter saja dari tempat persembunyian mereka.

Jilan dan Ega mengangguk. Perlahan dan dengan gerakan yang sangat hati-hati, Panjul mulai bergerak mendekati si Giras. Jujur Panjul sempat gemetar juga saat melakukan gerakan mendekati kambingnya. Sebab seiring dengan itu langkah Jon yang berpostur tinggi besar sudah semakin dekat dengan mereka.

Sejenak Jon meninggikan kedua obor yang dipegangnya sambil menghitung dalam hati jumlah ternak hasil jarahannya. Pada saat itu Panjul yang sedang bersembunyi di balik tubuh gerombolan kambing, nyaris saja ketahuan. Tapi untunglah seekor sapi yang ada di depannya tiba-tiba berdiri sehingga keberadaan Panjul terhalangi oleh si sapi.

Lewat cahaya obor yang dipegang orang itu, Panjul dapat melihat komplotan pencuri itu tersenyum puas lantaran hewan ternak hasil curiannya tak berkurang seekor pun. Sambil bersiul-siul riang orang itu meletakkan salah satu obornya pada sebuah tempat yang sudah tersedia di dinding gua. Lantas obor yang satunya kiranya hendak dia letakkan tepat di atas persembunyian Jilan dan Ega.

Ya Tuhan!

Jilan dan Ega seketika pucat pasi jadinya. Untunglah Ega cukup tanggap. Sebelum Jilan sempat menjerit, Ega sudah terlebih dulu membekap mulut Jilan dengan telapak tangannya. Dan ketika orang itu bersiap hendak meletakkan obor tepat di atas kepala Jihan yang menghadap ke dinding gua, dengan gerakan cepat Panjul mendorong pantat kambingnya.

Embeeek!

Si Giras terkejut. Serta merta kambing itu menubruk dan menanduk pantat orang itu. Bruuk! Seketika orang itu jatuh tersungkur ke lantai gua. Obor yang tadi dipegangnya kini jatuh dan terpental beberapa meter dalam keadaan padam.

“Lariii!” teriak Panjul seketika.

Mendengar seruan Panjul itu, serta merta Ega menggelandang tangan Jilan dan membawanya berlari secepat mungkin.

“Hey berhenti! Jangan lari bocah!” teriak si Jon seraya bangkit dan meringis kesakitan.

Mereka bertiga tak hirau lagi. Dengan memanfaatkan sisa tenaga yang masih mereka punya, mereka terus saja berlari menyusuri lorong gua yang kini sudah dipasangi obor di beberapa tempat. Sialnya, saat mereka tiba di pertigaan lorong gua, dua orang komplotan pencuri yang lainnya memergoki mereka.

“Ada penyusup, tangkap mereka!” teriak salah seorang komplotan pencuri.

“Kejar! Tangkap! Jangan sampai lolos!” seru yang seorang lagi.

“Tangkaaapp!”

Panjul, Jilan, dan Ega tak mau ambil resiko lagi. Daripada tertangkap komplotan para pencuri, mereka pun memutuskan untuk nekad menabrak orang-orang jahat itu dengan sekuat tenaga.

Bruukk! Aaakh!

Seketika kedua orang itu tumbang. Sedangkan mereka bertiga sampai terhuyung-huyung beberapa langkah. Sebelum kedua orang itu bisa bangkit dari posisi terjengkangnya, mereka bertiga sudah kembali berlari diirngi jeritan kelelawar yang juga berebut keluar gua.

“Hai, jangan lari bocah tengik!” hardik seorang dari komplotan pencuri itu.

Tentu saja, Panjul, Ega, dan Jilan tak mengindahkan teriakan orang itu. Terus saja mereka berlari guna menyelamatkan diri. Bahkan mereka berlari semakin kencang.

Kini si Jon sudah berhasil menjejeri kedua temannya yang sudah bangkit. Tanpa berkata-kata mereka pun kembali mengejar ketiga bocah itu. Tapi kiranya komplotan pencuri itu kalah gesit. Dengan sigap ketiga bocah itu melompat menerobos tumbuhan menjalar yang jadi penutup pintu gua.

He he! Panjul tersenyum di antara napasnya yang tersengal. Ia merasa senang karena keyakinannya tentang si Giras ternyata benar. Mereka jadi berhasil meloloskan diri setelah bertemu dengan si Giras. Usaha meloloskan diri membawa keberhasilan.

 

 

Bersambung …

 

 

 

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar