Berber si Tukang Tidur

Berber nama beruang itu. Sehari-hari kerjanya hanya tidur dan tidur. Disaat seluruh penghuni apartemen pohon yang lain bekerja, ia tidur. Saat ada rapat di rumah Singa si Kepala Hutan, ia tidak hadir. Alasannya ketiduran.

“Berber, ini sudah ketiga kalinya diadakan rapat dalam sebulan ini. Dan ketiga kalinya pula kau tidak hadir,” kata Jorjer Jerapah suatu sore. Jorjer adalah tetangga Berber. Kebetulan Jorjer bertemu Berber saat beruang itu sedang mengangkat kain di atap apartemen. Jorjer yakin Berber baru bangun. Mata Berber masih merah.

“Aku ketiduran. Tidak ada yang membangunkanku.” Alasan Berber.

“Ber, Ber. Ayam sudah berkokok. Burung nuri selalu berkicau di pagi hari. Apa itu tidak cukup untuk membangunkanmu?” Jorjer geram.

“Suara mereka terlalu merdu. Aku jadi semakin mengantuk….”

“Ah, banyak sekali alasanmu,” tukas Jorjer. “Kau pasti tahu minggu depan ada rapat. Pak Kepala tidak mau melihat kursimu kosong. Aku hanya memberitahumu saja.”

Jorjer pun berlalu. Berber mengucek-ngucek matanya yang gatal sambil terus mengangkat kain.

***

Rapat rutin diadakan seminggu sekali. Jadi, dalam sebulan ada empat kali. Dalam rapat itu Kepala Hutan akan mendengar keluh kesah seluruh warganya. Tentang sungai yang tercemar, listrik apartemen yang sering padam, dan sebagainya. Dari keluh kesah itu Kepala Hutan akan mencari solusinya.

Selain itu, Kepala Hutan sering pula mengadakan rapat dadakan. Seperti pagi ini. Ia memerintahkan pengawalnya untuk menebarkan undangan rapat.

“Wah, ada rapat dadakan!” Jorjer segera bergegas meninggalkan kamarnya.

Di lorong apartemen Jorjer bertemu teman-temannya yang juga tampak buru-buru. Kecuali Berber.

Jorjer pun mendatangi kamar Berber dan mengetuk pintunya keras-keras.

“Berber! Ada rapat dadakan!” teriak Jorjer.

Tak ada jawaban.

“Jorjer, cepat! Nanti kau bisa terlambat!” tegur Rosi Rusa yang kebetulan lewat.

“Aku harus membangunkan Berber dulu.”

“Dia hanya bangun saat sore hari. Sudahlah. Kalau Pak Kepala bertanya di mana Berber, katakan kau sudah berusaha membangunkannya.”

Jorjer mengangguk. Ia pun meninggalkan kamar Berber dan berlari bersama Rosi.

***

“Maaf saya sudah mengganggu waktu kalian. Saya harus mengadakan rapat dadakan berhubung ada hal penting yang harus kalian ketahui.” Kepala Hutan mengawali pertemuan.

“Dari penelitian yang dilakukan Kepala Kantor Lingkungan, badai akan melanda hutan kita.”

Ruangan itu pun mendadak riuh. Ini pertama kalinya badai datang ke hutan mereka.

“Sepulang dari rapat, kita akan pindah ke hutan tetangga. Siapkan perlengkapan kalian. Di sana kita aman. Walaupun tidak bisa dipastikan kapan badainya datang, tapi lebih cepat mengungsi lebih baik.”

Kepala Hutan pun mempersilakan warganya untuk kembali ke rumah masing-masing.

Di apartemen, Jorjer tampak mondar-mandir di depan kamar Berber.

“Apa yang kau lakukan di sini, Jorjer?” tanya Han si burung hantu. “Kita harus segera mengungsi ke hutan sebelah.”

“Bagaimana dengan Berber? Dia sedang tidur. Dia tidak tahu apa-apa soal badai dan perintah Pak Kepala Hutan.”

Han memutar bola matanya, berpikir. “Tulis saja pesan di secarik kertas. Masukkan melalui celah di bawah pintu kamarnya. Ia akan membacanya saat terbangun.”

Jorjer pun setuju dengan usul Han.

***

Sore hari Berber bangun. Ia menguap lebar sekali. Tidurnya benar-benar nyenyak. Matanya terhenti pada selembar kertas di lantai kamarnya. Ia memungut kertas itu. Setelah membacanya, ia terkejut. Dengan sigap ia menuju lemari dan mengeluarkan beberapa pakaian. Lalu memasukkannya ke dalam koper. Setelah itu ia memasukkan benda-benda kesayangannya ke dalam koper lain. Tunggang langgang beruang itu dalam kamarnya.

Tumpukan koper menggunung di atas punggung Berber. Saat Berber keluar dan mengunci pintu kamarnya, suara gemuruh terdengar. Angin kencang menggoyangkan apartemen pohon Berber. Tak lama hujan turun dengan derasnya. Dengan cepat air menggenangi lantai dasar apartemen. Berber panik. Kopernya jatuh menuruni tangga dan terjun ke genangan air.

Berber masih berusaha menyelamatkan diri. Ia berpegangan erat pada pinggir balkon apartemennya. Ia ketakutan. Semua temannya sudah mengungsi ke hutan tetangga.

Dua jam kemudian hujan berhenti. Keadaan gelap gulita karena listrik padam. Berber hanya mematung dan menyesali kebiasaan buruknya. Kalau saja dia tidak tidur terlalu lama, tentu ia sudah aman bersama teman-temannya. Berber bertekad akan merubah kebiasaan buruknya.***

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar